Gerakan Hak-Hak Sipil Afrika-Amerika (1896–1954)

Revisi sejak 26 Januari 2021 05.50 oleh InternetArchiveBot (bicara | kontrib) (Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8)

Gerakan Hak-Hak Sipil di Amerika Serikat merupakan sebuah perjuangan panjang yang terutama diwarnai gerakan nonkekerasan untuk mewujudkan hak-hak sipil sepenuhnya dan kesetaraan bagi semua warga negara Amerika Serikat. Gerakan ini memiliki dampak berkelanjutan terhadap masyarakat Amerika Serikat, meningkatnya penerimaan hak-hak sipil secara hukum dan sosial, dan pada terungkapnya prevalensi dan biaya yang harus dibayar untuk politik rasisme.

Gerakan Hak-Hak Sipil Amerika terdiri dari banyak gerakan perjuangan politik dan reformasi antara tahun 1945 dan 1970. Gerakan ini bertujuan mengakhiri diskriminasi terhadap orang Afrika-Amerika dan kelompok-kelompok tak berdaya lainnya, serta secara hukum mengakhiri segregasi rasial di Amerika Serikat, khususnya di Amerika Serikat Selatan.

Artikel berikut ini berfokus pada tahap awal perjuangan gerakan Hak-Hak Sipil Amerika Serikat. Dua keputusan Mahkamah Agung Amerika Serikat merupakan dua tonggak sejarah: Plessy v. Ferguson, 163 U.S. 537 (1896) yang membenarkan segregasi rasial "terpisah tetapi sederajat" sebagai sesuai dengan doktrin konstitusi dan Brown v. Board of Education, 347 U.S. 483 (1954) yang membatalkan keputusan Plessy. Gerakan Hak-Hak Sipil Amerika Serikat tidak selalu berjalan dengan mulus, beberapa di antaranya seperti Asosiasi Kemajuan Negro Universal awalnya sangat sukses, tetapi tidak meninggalkan dampak berkelanjutan. Sementara gerakan lainnya seperti NAACP, agresif di pengadilan melawan segregasi dukungan negara bagian. NAACP hanya memperoleh hasil pada tahun-tahun awalnya, tetapi mendapat kemajuan pemulihan hak suara untuk orang kulit hitam hingga akhirnya memenangi kasus Brown v. Board of Education (1954).

Hak-hak hukum orang Afrika-Amerika diperluas seusai Perang Saudara Amerika Serikat. Kongres Amerika Serikat meloloskan Amendemen ke-13 untuk mengakhiri perbudakan pada tahun 1865. Amendemen ini hingga 6 Desember 1865 telah diratifikasi oleh 27 negara bagian, sekaligus memberikan status warga negara kepada orang Afrika-Amerika. Semua orang kelahiran Amerika Serikat berhak mendapatkan perlindungan sederajat berdasarkan hukum-hukum konstitusi. Amendemen ke-15 (diratifikasi tahun 1870) menyatakan bahwa ras tidak dapat dipakai sebagai alasan untuk merampas hak pilih rakyat. Semasa era rekonstruksi Amerika Serikat (1865-1877), tentara Utara menduduki Selatan. Bekerja sama dengan badan federal Biro Budak Bebas, tentara Utara berusaha menjalankan dan menegakkan amendemen konstitusi yang baru. Pemimpin kulit hitam dipilih untuk menduduki jabatan di kantor-kantor negara bagian dan pemerintahan setempat, sebagian orang kulit hitam mendirikan kelompok komunitas, khususnya untuk mendukung pendidikan kulit hitam.

Era rekonstruksi berakhir setelah terjadinya Kompromi 1877 antara elite kulit putih Utara dan Selatan.[1] Pihak Utara setuju untuk menarik mundur tentaranya dari Selatan sebagai imbalan penyelesaian hasil pemilihan presiden yang dipertengkarkan. Rutherford B. Hayes yang didukung oleh negara-negara Utara memenangi kepresidenan meskipun kalah dalam perhitungan suara rakyat melawan Samuel J. Tilden. Peristiwa ini diikuti dengan kekerasan dan kecurangan dalam pemilihan umum di Selatan antara 1868-1876. Perhitungan suara orang kulit hitam dicurangi sehingga Demokrat putih dari Selatan memperoleh kembali kekuasaan mereka di lembaga perundang-undangan. Kompromi 1877 dan penarikan mundur tentara federal dari Selatan membuat Demokrat putih memiliki lebih banyak kebebasan untuk mengenakan dan menegakkan praktik-praktik diskriminasi mereka. Afrika-Amerika secara beramai-ramai meninggalkan negara-negara Selatan sebagai reaksi mereka terhadap penarikan mundur tentara federal dalam peristiwa yang dikenal sebagai Eksodus Kansas 1879.

Republikan Radikal yang merupakan ujung tombak Rekonstruksi berusaha menghapus diskriminasi dalam pemerintahan dan masyarakat melalui legislasi. Namun usaha-usaha mereka hampir seluruhnya kandas dengan dikeluarkannya keputusan Mahkamah Agung mengenai Kasus-Kasus Hak-Hak Sipil 109 U.S. 3 (1883) yang membenarkan Amendemen ke-14 tidak memberikan kekuasaan kepada Kongres untuk menyatakan diskriminasi ras oleh swasta secara perorangan maupun badan usaha sebagai tindakan melawan hukum.

Peristiwa penting

Segregasi

Keputusan Mahkamah Agung Amerika Serikat mengenai Plessy v. Ferguson (1896) membenarkan diskriminasi seperti dimandatkan negara bagian untuk transportasi umum berdasarkan doktrin "terpisah tetapi sederajat". Satu-satunya hakim agung yang tidak sepakat dengan keputusan ini adalah John Marshall Harlan, menurutnya:

Bila negara bagian dapat menentukan, sebagai peraturan perilaku sipil, bahwa putih dan hitam tidak boleh bepergian sebagai penumpang di dalam gerbong kereta api yang sama, mengapa peraturan itu tidak mengatur pengunaan jalan di kota besar dan kota kecil yang mewajibkan warga putih untuk berjalan di sisi jalan yang satu sedangkan warga hitam berjalan di sisi lainnya? Mengapa peraturan itu, berdasarkan alasan serupa, tidak menghukum kulit putih dan kulit hitam yang bersama-sama naik trem atau kendaraan terbuka di jalan-jalan umum? . . . .

Keputusan Plessy tidak menyinggung kasus Mahkamah Agung sebelumnya, Yick Wo v. Hopkins, 118 U.S. 356 (1886),[2] mengenai diskriminasi terhadap imigran Tionghoa yang membenarkan bahwa undang-undang yang pada permukaan tampak netral secara rasial, tetapi dijalankan secara prayudisial sebagai pelanggaran Klausa Perlindungan Sederajat seperti tercantum dalam Amendemen ke-14 Konstitusi Amerika Serikat. Meskipun Mahkamah Agung pada abad ke-20, misalnya untuk Guinn v. United States (1915), mulai membatalkan undang-undang negara bagian yang mencabut hak orang Afrika-Amerika, dengan keputusan Plessy, Mahkamah Agung membenarkan segregasi yang dijalankan negara-negara Selatan dalam hampir setiap aspek kehidupan pribadi dan umum. Mahkamah Agung tak lama kemudian juga memakai keputusan Plessy untuk membenarkan segregasi sekolah. Dalam Berea College v. Kentucky, 211 U.S. 45 (1908), Mahkamah Agung membenarkan undang-undang negara bagian Kentucky yang melarang Berea College, sebuah perguruan tinggi swasta yang menerima mahasiswa kulit putih dan kulit hitam dalam kampus terintegrasi. Negara-negara bagian, khususnya di Selatan, banyak memakai Plessy dan Berea sebagai persetujuan menyeluruh untuk pembuatan undang-undang yang lebih restriktif. Undang-undang tersebut umum dikenal sebagai hukum Jim Crow yang menjadikan orang Afrika-Amerika sebagai warga kelas dua.

Di kota-kota besar dan kecil di Amerika Serikat, orang Afrika-Amerika tidak dibolehkan naik taksi bersama-sama dengan orang kulit putih, atau memasuki gedung dari pintu masuk yang sama. Orang Afrika-Amerika harus minum dari pancuran air minum yang terpisah dari pancuran air minum kulit putih, pergi ke kamar kecil terpisah, bersekolah di sekolah khusus kulit hitam, dikubur di pemakaman terpisah, dan bahkan disumpah dengan memakai Alkitab terpisah. Mereka dikucilkan dari rumah makan dan perpustakaan umum. Taman-taman banyak yang melarang orang kulit hitam untuk masuk, dan memasang plang pengumuman yang berisi tulisan, "Negro dan Anjing Dilarang Masuk". Sebuah kebun binatang kota bahkan menyediakan jam buka terpisah untuk kulit hitam dan kulit putih.

Etiket segregasi ras sangat kasar, terutama di Selatan. Afrika-Amerika diharapkan untuk minggir memberi kesempatan kepada kulit putih untuk lewat. Orang kulit hitam dilarang menatap mata wanita kulit putih. Pria dan wanita kulit hitam hanya dipanggil dengan nama mereka, sebagai "Tom" atau "Jane", tanpa sebutan "Tuan", "Nona", atau "Nyonya" seperti lazim ditambahkan di depan nama orang dewasa. Orang kulit putih hanya memanggil pria kulit hitam dengan sebutan "boy" dan wanita kulit hitam sebagai "girl", tanpa memandang umur mereka. Mereka bahkan sering dipanggil dengan julukan "nigger" atau "kulit berwarna".

Sebaliknya, segregasi sosial yang tidak begitu formal di Utara mulai melunak. Namun pada tahun 1941, tim lacrosse Akademi Angkatan Laut Amerika Serikat dari negara bagian Maryland yang tersegregasi, menolak bertanding melawan tim Universitas Harvard dengan alasan tim Harvard mengikutsertakan pemain kulit hitam.

Pidato Paul Robeson tentang segregasi di Major League Baseball, 1943

Pada Desember 1943, penyanyi dan aktivis Paul Robeson menjadi orang kulit hitam pertama yang berpidato di hadapan para pemilik tim bisbol mengenai integrasi. Pada rapat tahunan musim dingin para pemilik, Robeson berargumentasi bahwa bisbol sebagai permainan nasional memiliki kewajiban untuk memastikan segregasi tidak menjadi kebijakan nasional. Para pemilik menyambut ajakan Robeson dengan tepuk tangan panjang.[3] Meskipun seusai rapat, Komisaris Bisbol Kenesaw Mountain Landis menyatakan bahwa tidak ada peraturan di buku yang melarang kulit hitam bermain di liga, tetapi dirinya dikenal sebagai tokoh yang menghalangi integrasi selama lebih dari 20 tahun. Kematiannya pada tahun 1944 berarti hilang pula penghalang yang berarti bagi integrasi di Major League Baseball.[4] Meskipun demikian, Robeson berjasa membuka jalan untuk masuknya Jackie Robinson ke liga bisbol mayor empat tahun kemudian.[5]

Debut Jackie Robinson di Major League Baseball, 1947

Jackie Robinson adalah seorang perintis Gerakan Hak-Hak Sipil dalam bidang olahraga. Ia dikenal sebagai orang Afrika-Amerika pertama yang menjadi atlet profesional di liga mayor. Robinson pertama kali bergabung dengan Major League Baseball bersama tim Brooklyn Dodgers pada 15 April 15. Pertandingan liga mayor yang pertama kali diikutinya berlangsung satu tahun sebelum terintegrasinya Angkatan Darat Amerika Serikat, 7 tahun sebelum Brown v. Board of Education, 8 tahun sebelum Rosa Parks, dan sebelum Martin Luther King Jr. memimpin Gerakan Hak-Hak Sipil.

Referensi

  1. ^ America: A Narrative History, Chapter 18-19
  2. ^ Teks dari Yick Wo v. Hopkins, 118 U.S. 356 (1886) dapat diperoleh pada:  · Enfacto · Findlaw
  3. ^ West, Jean. "Branch Rickey and Jackie Robinson, Interview Essay" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2007-04-12. Diakses tanggal 2009-04-15. 
  4. ^ Tygiel, Jules (2002). Extra Bases: Reflections on Jackie Robinson, Race, and Baseball History. Lincoln, Neb.: University of Nebraska Press. hlm. 69–70. ISBN 0-8032-9447-6. 
  5. ^ Foner, Henry (2002). "Foreword". Dalam Dorinson, Joseph; Pencak, William. Paul Robeson: Essays on His Life and Legacy. Jefferson, N.C.: McFarland. hlm. 1. ISBN 0-7864-2163-0. 

Bacaan selanjutnya

  • Bates, Beth Tompkins, Pullman Porters and the Rise of Protest Politics in Black America, 1929–1945, 2001 ISBN 0-8078-2614-6.
  • Carson, Clayborne; Garrow, David J.; Kovach, Bill; Polsgrove, Carol, eds. Reporting Civil Rights: American Journalism 1941–1963 and Reporting Civil Rights: American Journalism 1963–1973. New York: Library of America, 2003. ISBN 1-931082-28-6 and ISBN 1-931082-29-4.
  • Danenhower Wilson, Ruth, “Jim Crow Joins Up: A study of Negroes in the Armed Forces of the United States," (W.J. Clark, revised edition, 1945).
  • Dagbovie, Pero Gaglo, “Exploring a Century of Historical Scholarship on Booker T. Washington,” Journal of African American History, 92 (Spring 2007), 239–64.
  • Egerton, John, Speak Now Against the Day: The Generation Before the Civil Rights Movement in the South (New York: Alfred A. Knopf, 1994). ISBN 0-679-40808-8.
  • Kluger, Richard, Simple Justice: The History of Brown v. Board of Education and Black America's Struggle for Equality (1975; New York, Vintage Books, 1976). ISBN 0-394-72255-8.
  • Nahal, Anita, and Lopez D. Matthews Jr., “African American Women and the Niagara Movement, 1905–1909,” Afro-Americans in New York Life and History, 32 (July 2008), 65–85.
  • Parker, Christopher S., “When Politics Becomes Protest: Black Veterans and Political Activism in the Postwar South,” Journal of Politics, 71 (January 2009), 113–31.
  • Sitkoff, Harvard. "Harry Truman and the Election of 1948: The Coming of Age of Civil Rights in American Politics," Journal of Southern History Vol. 37, No. 4 (Nov., 1971), pp. 597–616 in JSTOR

Pranala luar