Makam Kuno Islam Nepo terletak di Desa Nepo. kabupaten Barru Sulawesi Selatan. Secara historis Nepo tumbuh menjadi sebuah kerajaan unifikasi atas sejumlah wanua-wanua. Akan tetapi dalam perkembangannya Nepo mengalami dialektika politik dengan beberapa kerajaan besar di Sulawesi Selatan seperti; Bone, Suppa’Soppeng, Sidenreng, Gowa dan Luwu.

Dalam naskah lontara disebutkan bahwa unifikasi Nepo tersebut ditandai dengan mengangkat pemimpin pertamanya sebagai raja (arung) bernama Labonggo, putra bangsawan dari kerajaan Suppa’.Dari sumber tertulis maupun secara lisan menceritakan bahwa Nepo dan Kerajaan Tanete pernah menjadi kerajaan yang tangguh di wilayah Mallusetasi, walaupun belum setangguh dengan kerajaan Lima Ajatapparang sebagai kerajaan tetangga yang terletak disebelah utaranya.

Makam raja-raja Nepo berdasarkan tahun Hijriah sudah berusia sekitar 122 tahun ( 1897 – 2019), dengan ciri makam tersendiri yaitu adanya nisan dipasang pada bagian tengahnya atau pada bagian kepala yang dimakamkan, sehingga nisan tersebut memiliki arti dan kedudukan yang sangat penting. Arti penting dari pemakaian nisan tersebut tidak terlepas dari pengaruh tradisi megaliti

Makam yang mendapat pengaruh megalitik memiliki unsur-unsur tradisi megalitik yang tertuang dalam pahatan dan bangunan sakral, memakai batu alam menyerupai menhir atau bentuk patung yang sederhana. Keadaan tersebut mencerminkan berlangsungnya tradisi megalitik dalam masyarakat saat itu.

Bentuk makam yang berbeda pada setiap kelompok budaya adalah karena kemampuan menyerap pengaruh budaya yang berbeda. Hal ini pula dipengaruhi dari kodisi geograis. Dimana daerah pesisir lebih dinamis dari pada daerah pedalaman. Walaupun demikian, pemahaman tentang tradisi megalitik pada setiap lokasi memiliki arti yang sama yaitu menganggap pentingnya arti hubungan antara yang hidup dengan yang mati[1].


Referensi

  1. ^ Effendy, Muslimin (2013). Monumen Islam di Sulawesi Selatan. Makassar: Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar. hlm. 129–130. ISBN 978-602-8405-50-8.