Hidāyat al-Shibyān adalah kitab penjelasan (syarh) terhadap salah satu tulisan singkat (risālah) ilmu bayan dari Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan. Kitab ini disusun oleh Syekh Ibrahim Musa, seorang ulama Minangkabau asal Parabek, Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Judul lengkapnya yakni Hidāyat al-Shibyān ʿalā Risālat Syaikh Syuyūkhinā al-Sayyid Aḥmad ibn Zainī Daḥlān fī Fann al-Bayān (bahasa Indonesia: Pengantar Ilmu Bayān untuk Pemula Berdasarkan Risalah dari Guru dari Guru-guru Kami Sayyid Ahmad ibn Zainī Dahlan).[1]

Potret Syekh Ibrahim Musa sebagai anggota Konstituante RI (1956-1959)

Cetakan pertama Hidāyat al-Shibyān dicetak oleh Drukkerij Baroe di Fort de Kock (skearang Kota Bukittinggi), tanpa penyertakan tahun penerbitan. Kitab ini pernah menjadi bahan ajar di Pondok Pesantren Sumatera Thawalib Parabek beberapa periode, sebelum diganti dengan kitab-kitab lain yang lebih ringkas dan lebih mudah dipelajari.[2]

Isi kitab ialah ialah tentang aspek-aspek ilmu bayan, seperti tasybih, majaz, isti’arah, dan kinayah. Penjelasan terhadap topik-topik ini diberi dengan runtun, dilengkapi dengan contoh-contoh pemakaiannya dalam bahasa Arab, apakah dari kalimat-kalimat atau nazhm-nazhm Arab kuno

Latar belakang

Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan marupakan seorang mufti mazhab Syafiʿī di Mekkah. Banyak pelajar-pelajar dari Nusantara yang datang ke Mekkah dan berguru kepadanya. Salah seorangnya adalah Ahmad Khatīb al-Minangkabawi, guru dari Syaikh Ibrahim Musa dan sejumlah tokoh dari Indonesia lainnya. Syekh Ibrahim Musa menuliskan sejumlah karangan al-Sayyid Aḥmad ibn Zainī Daḥlān dalam berbagai disiplin ilmu Islam, seperti fiqh, sīrah Nabawiy dan al-Khulfāʾ al-Rāsyidūn, ilmu bayan, tawḥīd danʿaqīdah, naḥwu, dan sebagainya. Biografi Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan dijelaskan secara ringkas dalam pengantar buku.[3]

Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan banyak mengarang risālah dalam berbagai bidang keilmuan Islam. Tak jarang karena ringkasnya karya-karya itu membuat pelik bagi sebahagian pelajar yang baru belajar, oleh sebab itu memberi penjelasan (syarh) terhadap karya-karya itu merupakan langkah yang tepat untuk memudahkan hasrat belajar para murid. Inilah salah satu usaha Syekh Ibrahim Musa Parabek.

Hidāyat al-Shibyān diniatkan untuk jadi buku ajar yang dibaca dan dipelajari di ruang kelas Sumatera Thawalib Parabek. Maka, setiap beberapa tema, Syekh Ibrahim Musa menghadirkan beberapa soal relevan sebagai alat uji apakah para siswa telah memahami materi yang dipelajari dengan baik.[3]

Isi

Kitab ini berisi tentang ilmu bayan, salah satu kajian dari ilmu balaghah. Syekh Ibrahim Musa mengambil salah satu tulisan singkat (risālah) yang ditulis oleh al-Sayyid Aḥmad ibn Zainī Daḥlān, lalu memberikan penjelasan atas setiap kata, frasa, atau kalimat yang dianggap penting untuk dijelaskan lebih panjang. Ini merupakan metode penulisan tradisional dalam matan-syarḥ kitab-kitab klasik Islam. Namun, dalam Hidāyat al-Shibyān, Syekh Ibrahim melampirkan matan lengkap ditampilkan secara utuh.[3]

Di tahap berikut, satu halaman buku akan dibagi kepada tiga bagian. Di bagian paling atas, Syekh Ibrahim Musa menghadirkan kembali potongan matan yang akan dibahas dalam satu halaman tersebut. Di bawahnya, Syekh Ibrahim Musa menghadirkan syarḥ-nya. Antara matan dan syarḥ dibatasi dengan garis ganda. Di bawah syarḥ, Syekh Ibrahim Musa menghadirkan catatan kaki, jika dirasa perlu. Modelnya sudah selayaknya catatan kaki di buku-buku kontemporer; menggunakan penomoran. Antara syarḥ dan catatan kaki dibatasi dengan garis tunggal.[3]

Selain itu, Syekh Ibrahim menggunakan tanda baca, model paragraf, dan pemisahan antarsatu tema dengan tema selanjutnya. Jika satu tema telah selesai dibahas, ia memulai tema berikutnya dengan memberikan sub-judul terlebih dahulu. Ukuran tulisan yang digunakan untuk judul berbeda, sehingga dengan jelas dapat mengidentifikasi pengelompokan tema-tema dalam buku ini.[3]

Penerbitan

Kitab ini diterbitkan oleh Drukkerij Baroe, sebuah kantor percetakan yang aktif menerbitkan karya berhubungan dengan agama Islam di Fort de Kock.[4] Tidak disebutkan tahun terbitnya. Dalam pengantar buku, Syekh Ibrahim Musa menyebut bahwa Hidāyat al-Shibyān selesai ditulis pada tanggal 15 Zulhijjah 1348 H atau lebih kurang bertepatan dengan 14 Mei 1930. Ia menyebut bahwa buku ini dibiayai secara pribadi oleh dirinya dan semua keuntungan penjualan buku diperuntukkan bagi pembangunan Masjid Jamik Parabek.[3]

Referensi

  1. ^ Apria Putra dan Chairullah Ahmad. 2011. Bibliografi Karya Ulama Minangkabau Awal Abad XX: Dinamika Intelektual Kaum Tua dan Kaum Muda. Padang. hlm. 162.
  2. ^ Hidayat al-Shibyan: Seberapa Banyak Kita Mengenal Syaikh Ibrahim Musa? https://surauparabek.or.id/fadhli-lukman/hidayat-al-shibyan-seberapa-banyak-kita-mengenal-syaikh-ibrahim-musa/
  3. ^ a b c d e f Hidāyat al-Shibyān #1: Pengantar https://surauparabek.or.id/fadhli-lukman/hidayat-al-shibyan-1/
  4. ^ Fadila, Zikri. Penerbitan Minangkabau Masa Kolonial: Sejarah Penerbitan Buku di Fort de Kock (Bukittinggi) 1901-1942. hlm. 107. ISBN 978-602-7677-59-3. OCLC 1090634131.