Ki Getas Pandawa
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Artikel ini sudah memiliki daftar referensi, bacaan terkait, atau pranala luar, tetapi sumbernya belum jelas karena belum menyertakan kutipan pada kalimat. |
Ki Ageng Getas Pendowo (? - ?) anak dari Raden Bondan Kejawan / Aria Lembu Peteng putra Bhre Kertabhumi Raja Majapahit ke V yang memerintah tahun 1468-1478 dengan Retno Dewi Nawangsih putri Raden Jaka Tarub dan Dewi Nawangwulan. Kalaulah Kerajaan Majapahit runtuh setelah raja yang ke VI, boleh jadi Raden Bondan Kejawan adalah Raja Majapahit Ke VI alias Girindrawardhana yang memerintah tahun 1478-1498.
Ki Ageng Getas Pendowo Raden Depok Ki Ageng Abdullah | |||||
---|---|---|---|---|---|
Perintis Kesultanan Mataram / Explorer | |||||
Berkas:Getas Pendowo-1.jpg | |||||
Keturunan | 7 Orang, Penerus : Ki Ageng Selo | ||||
| |||||
Wangsa | Majapahit Rajasa | ||||
Ayah | Raden Bondan Kejawan | ||||
Ibu | Retno Dewi Nawangsih | ||||
Agama | Islam |
Ki Ageng Getas Pendowo memiliki 7 putera-putri yaitu: Ki Ageng Selo, Nyai Ageng Pakis, Nyai Ageng Purno, Nyai Ageng Kare, Nyai Ageng Wanglu, Nyai Ageng Bokong, dan Nyai Ageng Adibaya. Ki Ageng Getas Pendowo mempunyai saudara: Ki Ageng Wonosobo dan Nyai Ageng Ngerang (Siti Rochmah / Dewi Roro Kasihan) yang menikah dengan Ki Ageng Serang / Sunan Ngerang / Seikh Muhammad Nurul Yaqin putra Maulana Maghribi II.
Menurut cerita Babad Tanah Jawi (Meinama, 1905; Al-thoff, 1941), Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning dan berputra Bondan Kejawan/Ki Ageng Lembu Peteng yang diangkat sebagai murid Ki Ageng Tarub. Ia dikawinkan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan. Dari perkawinan Lembu Peteng dengan Nawangsih, lahir lah Ki Getas Pendowo (makamnya di Kuripan, Purwodadi). Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh dan yang paling sulung Ki Ageng Selo.
Ki Ageng gemar bertapa di hutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi-bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Salah satu muridnya tercintanya adalah Mas Karebet/Joko Tingkir yang kemudian jadi Sultan Pajang Hadiwijaya, menggantikan dinasti Demak.
Silsilah Keturunan
- Silsilah Ki Ageng Getas Pendowo dalam Babad Jawa versi Mangkunegaran
- Silsilah Keturunan Lengkap:
- Ki Ageng Sela menikah dengan Nyai Ageng Selo / Nyai Bicak putri KI Ageng Ngerang, mempunyai 7 orang putra-putri:
- Nyai Ageng Lurung Tengah
- Nyai Ageng Saba
- Nyai Ageng Basri
- Nyai Ageng Jati
- Nyai Ageng Patanen
- Nyai Ageng Pakis Dadu
- Ki Ageng Enis (? - 1503) memiliki 2 orang putra:
- Ki Ageng Pemanahan / Kyai Gede Mataram (Membuka Kota Gede Mataram pada tahun 1558 sebagai hadiah dari Raja Pajang), wafat pada tahun 1584, menikah dengan Nyai Sabinah (putri Ki Ageng Saba) mempunyai putra-putri 26 orang:
- Adipati Manduranegara
- Kanjeng Panembahan Senopati / Raden Sutawijaya (Sultan Mataram ke 1, pendiri, 1587-1601) menikah dengan 3 istri melahirkan putra-putri 14 orang:
- Gusti Kanjeng Ratu Pambayun / Retna Pembayun
- Pangeran Ronggo Samudra (Adipati Pati)
- Pangeran Puger / Raden Mas Kentol Kejuro (Adipati Demak)
- Pangeran Teposono
- Pangeran Purbaya / Raden Mas Damar
- Pangeran Rio Manggala
- Pangeran Adipati Jayaraga / (Raden Mas Barthotot)
- Panembahan Hadi Prabu Hanyokrowati/Panembahan Seda ing Krapyak (Sultan Mataram ke 2, 1601-1613) menikah dengan Ratu Tulung Ayu dan Dyah Banowati / Ratu Mas Hadi (Cicit dari Raden Joko Tingkir & Ratu Mas Cempaka), menurunkan putra-putri 12 orang:
- Sultan Agung / Raden Mas Djatmika (1593-1645), Sultan Mataram ke 3 (1613-1645) menikah dengan Permaisuri ke 1 Kanjeng Ratu Kulon / Ratu Mas Tinumpak (putri Panembahan Ratu Cirebon ke 4 setelah Sunan Gunung Jati), permaisuri ke 2 Kanjeng Ratu Batang / Ratu Ayu Wetan / Kanjeng Ratu Kulon mempunyai 9 orang putra-putri:
- Raden Mas Sahwawrat / Pangeran Temenggong Pajang
- Raden Mas Kasim / Pangeran Demang Tanpa Nangkil
- Pangeran Ronggo Kajiwan
- Gusti Ratu Ayu Winongan
- Pangeran Ngabehi Loring Pasar
- Pangeran Ngabehi Loring Pasar
- Sunan Prabu Amangkurat Agung / Amangkurat I / Raden Mas Sayidin (Sultan Mataram ke 4, 1646-1677) wafat 13 Juli 1677 di Banyumas.
- Sunan Prabu Mangkurat II / Sunan Amral / Raden Mas Rahmat (Sunan Kartasura ke 1, 1677-1703)
- Sunan Prabu Amangkurat III (Sunan Kartasura ke 2, 1703-1705)
- Susuhunan Pakubuwono I / Pangeran Puger / Raden Mas Drajat (Sunan Kartasura ke 3, 1704-1719)
- Raden Mas Sengkuk
- Prabu Amangkurat IV (Mangkurat Jawi) wafat 20 April 1726
- Kanjeng Pangeran Arya Mangkunegara (Mangkunegara I, 1757-1795)
- Gusti Raden Ayu Suroloyo, di Brebes
- Gusti Raden Ayu Wiradigda
- Gusti Pangeran Hario Hangabehi
- Gusti Pangeran Hario Pamot
- Gusti Pangeran Hario Diponegoro
- Gusti Pangeran Hario Danupaya
- Sri Susuhunan Pakubuwono II / Raden Mas Prabasuyasa (Sunan Surakarta ke 1, 1726-1742)
- Gusti Pangeran Hario Hadinagoro
- Gusti Kanjeng Ratu Maduretno, Garwa Pangeran Hindranata
- Gusti Raden Ajeng Kacihing, Dewasa Sedho
- Gusti Pangeran Hario Hadiwijoyo
- Gusti Raden Mas Subronto, Wafat Dalam Usia Dewasa
- Gusti Pangeran Hario Buminoto
- Pangeran Hario Mangkubumi Hamengku Buwono I (Sultan Yogyakarta Ke 1, 1717-1792)
- Sultan Dandunmatengsari
- Gusti Raden Ayu Megatsari
- Gusti Raden Ayu Purubaya
- Gusti Raden Ayu Pakuningrat di Sampang
- Gusti Pangeran Hario Cokronegoro
- Gusti Pangeran Hario Silarong
- Gusti Pangeran Hario Prangwadono
- Gusti Raden Ayu Suryawinata di Demak
- Gusti Pangeran Hario Panular
- Gusti Pangeran Hario Mangkukusumo
- Gusti Raden Mas Jaka
- Gusti Raden Ayu Sujonopuro
- Gusti Pangeran Hario Dipawinoto
- Gusti Raden Ayu Adipati Danureja I
- Pangeran Diposonto / Ki Ageng Notokusumo
- Raden Ayu Lembah
- Raden Ayu Himpun
- Raden Suryokusumo
- Pangeran Blitar
- Pangeran Dipanegara Madiun
- Pangeran Purbaya
- Kyai Adipati Nitiadiningrat I Raden Garudo (groedo)
- Raden Suryokusumo
- Tumenggung Honggowongso / Joko Sangrib (Kentol Surawijaya)
- Gusti Raden Ayu Pamot
- Pangeran Martosana
- Pangeran Singasari
- Pangeran Silarong
- Pangeran Notoprojo
- Pangeran Satoto
- Pangeran Hario Panular
- Gusti Raden Ayu Adip Sindurejo
- Raden Ayu Bendara Kaleting Kuning
- Gusti Raden Ayu Mangkuyudo
- Gusti Raden Ayu Adipati Mangkupraja
- Pangeran Hario Mataram
- Bandara Raden Ayu Danureja / Bra. Bendara
- Gusti Raden Ayu Wiromenggolo / R.Aj. Pusuh
- Sunan Prabu Mangkurat II / Sunan Amral / Raden Mas Rahmat (Sunan Kartasura ke 1, 1677-1703)
- Gusti Raden Ayu Wiromantri
- Pangeran Danupoyo/Raden Mas Alit
- Pangeran Mangkubumi
- Pangeran Bumidirja
- Pangeran Arya Martapura / Raden Mas Wuryah (1605-1688)
- Ratu Mas Sekar / Ratu Pandansari
- Kanjeng Ratu Mas Sekar
- Pangeran Bhuminata
- Pangeran Notopuro
- Pangeran Pamenang
- Pangeran Sularong / Raden Mas Chakra (wafat Desember 1669)
- Gusti Ratu Wirokusumo
- Pangeran Pringoloyo
- Sultan Agung / Raden Mas Djatmika (1593-1645), Sultan Mataram ke 3 (1613-1645) menikah dengan Permaisuri ke 1 Kanjeng Ratu Kulon / Ratu Mas Tinumpak (putri Panembahan Ratu Cirebon ke 4 setelah Sunan Gunung Jati), permaisuri ke 2 Kanjeng Ratu Batang / Ratu Ayu Wetan / Kanjeng Ratu Kulon mempunyai 9 orang putra-putri:
- Gusti Raden Ayu Demang Tanpa Nangkil
- Gusti Raden Ayu Wiramantri
- Pangeran Adipati Pringgoloyo I (Bupati Madiun, 1595-1601)
- Ki Ageng Panembahan Djuminah/Pangeran Djuminah/Pangeran Blitar I (Bupati Madiun, 1601-1613)
- Pangeran Adipati Martoloyo / Raden Mas Kanitren (Bupati Madiun 1613-1645)
- Pangeran Tanpa Nangkil
- Pangeran Ronggo
- Nyai Ageng Tumenggung Mayang menikah dengan Kyai Ageng Tumenggung Mayang berputra 1 orang:
- Raden Pabelan (wafat 1587)
- Pangeran Hario Tanduran
- Nyai Ageng Tumenggung Jayaprana
- Pangeran Teposono
- Pangeran Mangkubumi
- Adipati Sukawati
- Bagus Petak Madiun
- Pangeran Singasari/Raden Santri
- Pangeran Blitar
- Raden Ayu Kajoran
- Pangeran Gagak Baning (Adipati Pajang, 1588-1591)
- Pangeran Pronggoloyo
- Nyai Ageng Haji Panusa, ing Tanduran
- Nyai Ageng Panjangjiwa
- Nyai Ageng Banyak Potro, ing Waning
- Nyai Ageng Kusumoyudo ing Marisi
- Nyai Ageng Wirobodro, ing Pujang
- Nyai Ageng Suwakul
- Nyai Ageng Mohamat Pekik ing Sumawana
- Nyai Ageng Wiraprana ing Ngasem
- Nyai Ageng Hadiguno ing Pelem
- Nyai Ageng Suroyuda ing Kajama
- Nyai Ageng Mursodo ing Silarong
- Nyai Ageng Ronggo ing Kranggan
- Nyai Ageng Kawangsih ing Kawangsen
- Nyai Ageng Sitabaya ing Gambiro
- Ki Ageng Karatongan
- Ki Ageng Pemanahan / Kyai Gede Mataram (Membuka Kota Gede Mataram pada tahun 1558 sebagai hadiah dari Raja Pajang), wafat pada tahun 1584, menikah dengan Nyai Sabinah (putri Ki Ageng Saba) mempunyai putra-putri 26 orang:
- Nyai Ageng Pakis
- Nyai Ageng Purno
- Nyai Ageng Kare
- Nyai Ageng Wanglu
- Nyai Ageng Bokong
- Nyai Ageng Adibaya
Ki Ageng Getas Pendawa sebagai Perintis Kesultanan Mataram
Perkembangan sejarah masuknya Agama Islam di Surakarta, tidak dapat dipisahkan dengan sejarah Ki Ageng Henis. Mulanya Laweyan merupakan perkampungan masyarakat yang beragama Hindu Jawa. Ki Ageng Beluk, sahabat Ki Ageng Henis, adalah tokoh masyarakat Laweyan saat itu. Ia menganut agama Hindu, tetapi karena dakwah yang dilakukan oleh Ki Ageng Henis, Ki Ageng Beluk menjadi masuk Islam. Ki Ageng Beluk kemudian menyerahkan bangunan pura Hindu miliknya kepada Ki Ageng Henis untuk diubah menjadi Masjid Laweyan.
Kerajaan Mataram Islam dirintis oleh tokoh-tokoh keturunan Raden Bondan Kejawan putra Bhre Kertabhumi. Tokoh utama Perintis Kesultanan Mataram adalah Ki Ageng Pamanahan, Ki Juru Martani dan Ki Panjawi mereka bertiga dikenal dengan "Tiga Serangkai Mataram" atau istilah lainnya adalah "Three Musketeers from Mataram". Disamping itu banyak perintis lainnya yang dianggap berjasa besar terhadap terbentuknya Kesultanan Mataram seperti: Bondan Kejawan, Ki Ageng Wonosobo, Ki Ageng Getas Pandawa, Nyai Ageng Ngerang dan Ki Ageng Ngerang, Ki Ageng Made Pandan, Ki Ageng Saba, Ki Ageng Pakringan, Ki Ageng Sela, Ki Ageng Enis dan tokoh lainnya dari keturunanan masing-masing. Mereka berperan sebagai leluhur Raja-raja Mataram yang mewarisi nama besar keluarga keturunan Brawijaya majapahit yang keturunannya menduduki tempat terhormat dimata masyarakat dengan menyandang nama Ki, Ki Gede, Ki Ageng' Nyai Gede, Nyai Ageng yang memiliki arti: tokoh besar keagamaan dan pemerintahan yang dihormati yang memiliki kelebihan, kemampuan dan sifat-sifat kepemimpinan masyarakat.
Ada beberapa fakta yang menguatkan mereka dianggap sebagai perintis Kesultanan Mataram yaitu:
- Fakta 1: Tokoh-tokoh perintis tersebut adalah keturunan ke 1 sampai dengan ke 6 raja Majapahit terakhir Bhre Kertabhumi yang bergelar Brawijaya V, yang sudah dapat dipastikan masih memiliki pengaruh baik dan kuat terhadap Kerajaan yang memerintah maupun terhadap masyarakat luas;
- Fakta 2: Tokoh-tokoh tersebut adalah keturunan Silang/Campuran dari Walisongo beserta leluhurnya yang terhubung langsung kepada Imam Husain bin Ali bin Abu Thalib, yang sudah dapat dipastikan mendapatkan bimbingan ilmu keagamaan (Islam) berikut ilmu pemerintahan ala khilafah / kekhalifahan islam jajirah Arab. Hal ini terbukti dalam aktivitas keseharian mereka juga sering berdakwah dari daerah satu ke daerah lainnya dengan mendirikan banyak Masjid, Surau dan Pesantren;
- Fakta 3: Para perintis tersebut pada dasarnya adalah "Misi" yang dipersiapkan oleh para Seikh dan para Wali (Wali-7 dan Wali-9) termasuk para Al-Maghrobi yang bertujuan "mengislamkan Tanah Jawa" secara sistematis dan berkelanjutan dengan cara menyatu dengan garis keturunan kerajaan.
- Fakta 4: Suksesi Kesultanan Demak ke Kesultanan Pajang kemudian menjadi Kesultanan Mataram pada dasarnya adalah kesinambungan dari "Misi" sesuai Fakta 3, seperti juga yang terjadi dengan Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Sumedang Larang, Kerajaan Talaga Majalengka dan Kerajaan Sarosoan Banten, di luar adanya perebutan kekuasaan.
Dengan demikian dari keempat fafta di atas, jelas sudah bahwa terbentuknya Kesultanan Mataram pada khususnya dan Kesultanan Islam di Jawa pada umumnya merupakan strategi yang dipersiapkan oleh para Syeikh dan para Wali untuk mempercepat menyebarnya Islam di Tanah Jawa, sehingga salah satu persyaratan pembentukan Kesultanan Islam baik di Jawa maupun di daerah lainnya harus mendapatkan "Legitimasi/Pengesahan" dari Mekah dan/atau Turki, jalur untuk keperluan tersebut dimiliki oleh para "Ahlul Bait" seperti para Seikh dan para Wali.
Sumber-sumber:
- The The Kartasura Dinasty - Genealogy, Christopher Buyers, October 2001 - September 2008 [1]
- Babad Tanah Jawa Versi Mangkunegaraan
- Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
- Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
- H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
- Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
Lihat pula
Didahului oleh: Bondan Kejawan |
Perintis Kesultanan Mataram 1478-1587 |
Diteruskan oleh: Ki Ageng Sela |