Roh Kudus
Bagian dari seri tentang |
Kekristenan |
---|
Portal Kristen |
Roh Kubus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal. Roh Kudus (dalam bahasa Ibrani רוח הקודש Ruah haqodesh) hanya dipercayai oleh umat Kristiani dan adalah pribadi penolong yang memimpin kita, dalam bentuk Roh (pneuma bahasa Yunani: πνεύμα) yang dijanjikan oleh Yesus Kristus sebelum kenaikan-Nya ke surga.[1]
Menurut ajaran Kristiani, seorang Kristen memiliki Roh Kudus di dalam dirinya. Roh Kudus merupakan Roh Allah yang menolong, memimpin, menghibur, dan menjadi Teman Yang Setia. Roh Kudus menuntun umat Kristiani agar hidup sejalan dengan kehendak Tuhan. Roh Kudus juga merupakan penghubung antara umat Kristiani dengan Allah.
Subhanallah.
Roh Kudus di dalam Alkitab
Orang Kristen percaya bahwa Roh Kuduslah yang menyebabkan orang percaya kepada Yesus. Dia pulalah yang memampukan mereka menjalani hidup Kristen. Roh tinggal di dalam diri setiap orang Kristen sejati. Setiap tubuh orang Kristen adalah Bait Suci tempat tinggal Roh.[2] Roh Kudus digambarkan sebagai 'Penghibur' atau 'Penolong' (paracletus dalam bahasa Latin, yang berasal dari bahasa Yunani, parakletos), dan memimpin mereka dalam jalan kebenaran. Karya Roh di dalam kehidupan seseorang dipercayai akan memberikan hasil-hasil yang positif, yang dikenal sebagai Buah Roh.
Rasul Paulus mengajarkan bahwa seorang pengikut Kristus haruslah dapat dikenali melalui buah Roh, yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri.[3]
Orang Kristen juga percaya bahwa Roh Kudus jugalah yang memberikan karunia-karunia (kemampuan) khusus kepada orang Kristen, yang antara lain meliputi karunia-karunia karismatik seperti nubuat, berbahasa Roh, menyembuhkan, dan pengetahuan.
Orang Kristen arus utama yang berpandangan "sesasionisme" percaya bahwa karunia-karunia ini hanya diberikan pada masa Perjanjian Baru. Orang Kristen percaya hampir secara universal bahwa "karunia-karunia roh" yang lebih duniawi masih berfungsi pada masa kini, antara lain karunia pelayanan, mengajar, memberi, memimpin, dan kemurahan.[4] Dalam sekte-sekte Kristen tertentu, pengalaman Roh Kudus digambarkan sebagai "pengurapan". Di kalangan gereja-gereja Afrika-Amerika, pengalaman bersama Roh Kudus digambarkan sebagai suatu "kesukacitaan".
Orang Kristen percaya bahwa Roh Kuduslah yang dimaksudkan Yesus ketika ia menjanjikan "Penghibur" (artinya, "yang memberikan kekuatan) dalam Yohanes 14:26. Setelah kebangkitan, Yesus berkata kepada murid-muridnya bahwa mereka akan "membaptiskan dengan Roh Kudus", dan akan menerima kuasa untuk peristiwa itu.[5] Janji ini digenapi dalam peristiwa-peristiwa yang dilaporkan dalam Kisah Para Rasul 2.
Pencurahan Roh Kudus terjadi pada hari Pentakosta, sepuluh hari setelah kenaikan Yesus ke surga atau lima puluh hari setelah peristiwa kebangkitan Yesus dari kematian. Peristiwa ini terjadi di Yerusalem pada sebuah ruang atas. Angin yang keras bertiup, lalu lidah-lidah api tampak di atas kepala para murid Yesus. Banyak orang yang kemudian mendengar para murid itu berbicara, masing-masing dalam bermacam-macam bahasa. Menurut Alkitab, murid-murid Yesus pada hari mereka menerima Roh Kudus mampu mempertobatkan tiga ribu jiwa. Masing-masing memberi dirinya dibaptis (Kitab Kisah Para Rasulpasal 2).
Dalam Injil Yohanes, penekanannya tidaklah terutama pada apa yang dilakukan oleh Roh Kudus bagi Yesus, melainkan pada kisah penganugerahan Roh kepada murid-muridnya. Kristologi "tinggi" ini, yang paling berpengaruh dalam perkembangan doktrin Trinitarian yang belakangan, memandang Yesus sebagai domba kurban. Ia telah datang di antara manusia untuk menganuerahkan Roh Allah kepada umat manusia.
Meskipun bahasa yang digunakan untuk melukiskan bagaimana Yesus menerima Roh di dalam Injil Yohanes paralel dengan laporan-laporan di dalam ketiga Injil yang lainnya, Yohanes mengisahkan kejadian ini dengan maksud untuk memperlihatkan bahwa Yesus secara khusus memiliki Roh dengan tujuan menganugerahkan Roh itu kepada para pengikutnya, mempersatukan mereka dengan dirinya, dan di dalam dia juga mempersatukan mereka dengan Bapa. (Lihat Raymond Brown, "The Gospel According to John", bab tentang "Pneumatology"). Dalam Yohanes, karunia Roh itu sama dengan kehidupan yang kekal, pengetahuan tentang Allah, kuasa untuk menaati, dan persekutuan satu dengan yang lainnya dan dengan Sang Bapa.
Karunia-karunia Roh
Orang Kristen percaya bahwa Roh Kudus dapat memberikan karunia-karunia Roh, diantaranya adalah kemampuan berbahasa Roh, kemampuan menafsirkan bahasa Roh, berkata-kata dengan hikmat, mengadakan mujizat, menyembuhkan, melayani, bernubuat, dll. Karunia-karunia ini ditulis di 1 Kor 12:8 dan Roma 12:6-8.
Pandangan Kristen tentang Roh Kudus
Pentakostalisme
Gerakan Kristen yang disebut Pentakostalisme memperoleh namanya dari peristiwa Pentakosta, yaitu pencurahan Roh Kudus ketika murid-murid Yesus berkumpul di Yerusalem.
Gerakan Pentakostal memberikan penekanan khusus terhadap Roh Kudus, dan percaya bahwa Roh Kudus masih dicurahkan hingga sekarang. Banyak penganut Pentakosta yang percaya akan Baptisan Roh Kudus, yang diartikan sebagai peristiwa di mana kuasa Roh diterima oleh orang Kristen dalam cara yang baru. Dalam hal ini orang tersebut dimampukan untuk membuat tanda-tanda, mujizat dan hal-hal ajaib lainnya yang dimaksudkan untuk pemberitaan Injil. Banyak pemeluk Pentakosta yang juga percaya bahwa sebuah tanda yang jelas tentang pemberian karunia ini (baptisan Roh) adalah kemampuan untuk berbicara dalam bahasa roh.
Gereja Katolik
Katekismus Gereja Katolik menyatakan hal-hal berikut dalam alinea pertama yang menjelaskan Pengakuan Iman Rasuli Aku percaya akan Roh Kudus, demikian: "Tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah" (1 Kor 2:11). Roh yang mewahyukan Allah itu, membuat kita mengenal Kristus, Sabda-Nya yang hidup; tetapi ia tidak berbicara tentang diri-Nya sendiri. Ia, yang "bersabda melalui para nabi", membuat kita mendengarkan Sabda Bapa. Tetapi kita tidak mendengarkan Dia sendiri. Kita hanya mendengarkan Dia secara tidak langsung, bila ia mewahyukan Sabda kepada kita dan mempersiapkan kita, menerima-Nya dalam iman. Roh kebenaran, yang "mengungkapkan" Kristus bagi kita, tidak berbicara "dari diri-Nya sendiri" (Yoh 16:13). Sikap rendah hati yang ilahi ini menjelaskan, mengapa "dunia tidak dapat menerima-Nya, karena ia tidak melihat-Nya dan tidak mengenal-Nya", sedangkan mereka yang percaya kepada Kristus mengenal-Nya, karena Ia menyertai mereka (Yoh 14:17).
Tentang hubungan Roh Kudus dengan Gereja, Katekismus menyatakan: "Perutusan Kristus dan Roh Kudus terlaksana di dalam Gereja, Tubuh Kristus dan kanisah Roh Kudus... Jadi perutusan Gereja tidak ditambah pada perutusan Kristus dan Roh Kudus, tetapi adalah sakramen mereka. Sesuai dengan seluruh hakikatnya dan dalam semua anggotanya, Gereja itu diutus untuk mewartakan misteri persekutuan dengan Tritunggal Mahakudus ... Karena Roh Kudus adalah urapan Kristus, maka Kristus, Kepala Tubuh, memberikan-Nya kepada anggota-anggota-Nya, untuk memelihara mereka, menyembuhkan mereka, menyelaraskan mereka dalam fungsinya yang berbeda-beda, menggairahkan mereka, mendorong mereka untuk memberikan kesaksian, dan mengikutsertakan mereka dalam penyerahan-Nya kepada Bapa dan dalam doa permohonan-Nya untuk seluruh dunia. Oleh Sakramen-sakramen Gereja, Kristus membagi-bagikan kepada anggota Tubuh-Nya Roh Kudus-Nya yang menguduskan.
Katekismus juga mendaftarkan berbagai lambang Roh Kudus di dalam Kitab Suci:
- Air - melambangkan tindakan Roh Kudus dalam upacara Pembaptisan. "Dibaptis dalam satu Roh", kita juga "diberi minum dari satu Roh" (1 Korintus 12:13). Jadi, Roh dalam pribadi-Nya adalah air yang menghidupkan, yang mengalir, dari Kristus yang disalibkan (Yoh. 19:34; 1 Yoh. 5:8) dan yang memberi kita kehidupan abadi. (Bandingkan Yoh. 4:10–14; 7:38; Kel. 17:1–6; Yes. 55:1; Zakh. 14:8; 1 Kor 10:4; Why. 21:6; 22:17)
- Urapan - salah satu lambang Roh Kudus adalah juga urapan dengan minyak, malahan sampai ia menjadi sinonim dengan-Nya. (Bandingkan 1 Yoh. 2:20–27; 2 Kor 1:21) Dalam inisiasi Kristen, urapan adalah tanda sakramental dalam Sakramen Penguatan, yang karenanya dinamakan "Khrismation" dalam Gereja-gereja Timur. Tetapi untuk mengerti sepenuhnya bobot nilai dari lambang ini, orang harus kembali ke urapan pertama, yang Roh Kudus kerjakan: Urapan Yesus. "Khristos" (terjemahan dari perkataan Ibrani "Mesias") berarti yang "diurapi dengan Roh Allah".
- Api - melambangkan daya transformasi perbuatan Roh Kudus. Dalam "lidah-lidah seperti api" Roh Kudus turun atas para Rasul pada pagi hari Pentakosta dan memenuhi mereka (Kisah Para Rasul 2:3–4).
- Awan dan sinar - Roh turun atas Perawan Maria dan "menaunginya", supaya ia mengandung dan melahirkan Yesus (Luk. 1:35). Di atas gunung transfigurasi Ia datang dalam awan, "yang menaungi" Yesus, Musa, Elia, Petrus, Yakobus dan Yohanes, dan "satu suara kedengaran dari dalam awan: Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia" (Lukas 9:34–35).
- Meterai - Meterai adalah sebuah lambang, yang erat berkaitan dengan pengurapan. Kristus telah disahkan oleh "Bapa dengan meterai-Nya" (Yoh. 6:27; bandingkan 2 Kor 1:22; Ef 1:13; 4:3) dan di dalam Dia, Bapa juga memeteraikan tanda milik-Nya atas kita. Karena gambaran meterai (bahasa Yunani "sphragis") menandaskan akibat pengurapan Roh Kudus yang tidak terhapuskan dalam penerimaan Sakramen Pembaptisan, Penguatan, dan Tahbisan, maka ia dipakai dalam beberapa tradisi teologis untuk mengungkapkan "karakter", yang tidak terhapuskan, tanda yang ditanamkan oleh ketiga Sakramen yang tidak dapat diulangi itu.
- Jari - "Dengan jari Allah" Yesus mengusir setan (Luk. 11:20). Sementara perintah Allah ditulis dengan "jari Allah" atas loh-loh batu (Kel. 31:18), "surat Kristus" yang ditulis oleh para Rasul, "ditulis dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging yaitu di dalam hati manusia" (Kel. 31:18; 2 Kor. 3:3).
- Merpati - Waktu Kristus naik dari air Pembaptisan-Nya, Roh Kudus - dalam rupa merpati - turun atas-Nya dan berhenti di atas-Nya.
Ortodoks
Ortodoks Timur memberitakan bahwa Sang Bapa adalah sumber keilahian yang kekal, dan daripada-Nya dilahirkanlah Sang Anak secara kekal dan juga daripada-Nya keluar Roh Kudus secara kekal. Doktrin Ortodoks mengenai Tritunggal Kudus diringkaskan dalam Lambang Iman (Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel).
Dispensasionalisme
Menurut dispensasionalisme (sebuah istilah ejekan yang diberikan oleh banyak kelompok modernis di dalam batas-batas ortodoksi injili), kita hidup pada Zaman Roh, atau zaman Gereja. Masa Perjanjian Lama, menurut pandangan ini, dapat disebut sebagai Zaman Allah Bapa, atau zaman hukum Musa. Periode yang dicakup oleh Injil disebut sebagai Zaman Allah Anak. Sejak Pentakosta hingga kedatangan Yesus yang kedua kali disebut Zaman Roh atau zaman Gereja.
Hukum Musa masih berlaku hingga masa Yesus Kristus (pribadi kedua dari Tritunggal) mati pada salib orang Romawi, dikuburkan dan bangkit dari antara orang mati (1 Korintus 15:1-5). Zaman Gereja sepenuhnya dimulai pada Pentakosta ketika para murid dikaruniai Roh Kudus, dan diutus oleh-Nya untuk mendirikan Gereja-Nya di seluruh dunia.
Zaman Gereja digambarkan dekat dengan kedatangan Yesus yang kedua kali.
Ranting Daud
Persekutuan Advent Hari Ketujuh Ranting Daud dan yang lain-lainnya, menganggap Roh Kudus sebagai Ibu. Mereka menafsirkannya berdasarkan bahasa Ibrani, dan bukan dari bahasa Yunani atau Latin. Mereka juga percaya bahwa para Dewi purba (dan modern), serta penghormatan terhadap Bunda Maria oleh umat Katolik, didasarkan pada kebenaran ini. Kadang-kadang mereka menggunakan nama "Sofia" untuk Roh Kudus. Namun pandangan ini dipertikaikan karena orang Kristen pada umumnya menganggap Alkitab sebagai Firman Allah dan Kebenaran yang tidak berubah dan infalibel, dan baik Perjanjian Lama maupun Baru sama-sama penting dan benar. Memang Perjanjian Lama diterjemahkan dari teks bahasa Ibrani, namun kata Ibrani untuk "Dewi" juga berarti "kekejian", yang seringkali digunakan untuk merujuk kepada Dewi Astarte. Lihat "Pengucapan bahasa Ibrani" di bawah "Astarte" di sini: [1]
Almarhum Lois Roden, bekas presiden organisasi Ranting Daud, mulai mengajarkan aspek Roh Kudus ini pada tahun 1977. Dengan demikian kaum Ranting Daud memahami adanya "Keluarga" di surga (Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Ibu, yaitu Roh Kudus), yang cerminannya terlihat jelas di muka bumi.
Pandangan Kristen Non-Tritunggal
Dalam kepercayaan banyak agama non-tritunggal - seperti misalnya Unitarian dan Saksi Yehova - Roh Kudus adalah Roh Allah atau kekuatan yang aktif dari Allah, dan bukan sebuah pribadi tersendiri. Dalam Gereja Mormon, Roh Kudus dianggap sebagai anggota ketiga dan tersendiri dalam Allah, sebagai keberadaan yang terpisah dari Sang Bapa dan Sang Anak, dan mempunyai tubuh rohani (sementara Sang Bapa dan Sang Anak adalah individu yang telah dibangkitkan dan memiliki tubuh yang kekal dengan tulang dan daging seperti manusia).
Menurut mereka yang berpegang pada pandangan minoritas tentang "Binitarianisme", Roh Kudus bukanlah keberadaan yang tersendiri, sementara Sang Bapa dan Sang Anak adalah dua Keberadaan. Salah satu kelompok seperti itu, "Gereja Allah yang Hidup" mengajarkan hal ini tentang Roh Kudus, "Roh Kudus, adalah hakikat yang sejati, pikiran, kehidupan dan kuasa Allah. Ia bukanlah suatu Keberadaan. Roh Kudus ada bersama Sang Bapa dan Sang Anak, dan memancar keluar dari Mereka ke seluruh alam semesta (1 Raja–raja 8:27; Mazmur 139:7; Yeremia 23:24). Melalui Roh inilah Allah menciptakan segala sesuatu (Kejadian 1:1–2; Wahyu 4:11). Ia adalah kuasa yang digunakan Kristus untuk memelihara alam semesta (Ibrani 1:2–3). Ia diberikan kepada semua orang yang telah bertobat dari dosa-dosanya dan yang telah dibaptiskan (Kisah 2:38–39) dan merupakan kuasa (Kisah 1:8; 2 Timotius 1:6–7) yang dengannya orang-orang percaya dapat menjadi "pemenang" (Roma 8:37, KJV; Wahyu 2:26–27) dan akan dipimpin ke kehidupan yang kekal" (Pernyataan Resmi tentang Dasar Kepercayaan).
Pandangan bahwa Roh Kudus bukanlah pribadi yang terpisah telah dianggap sesat oleh Kekristenan arus utama. Misalnya, Epifanius dari Salamis merujuk kepada sebagian dari mereka sebagai "Semi-Arianis" dan "Pneumatomachi" dan menyebut mereka, "Sebangsa monster, manusia yang berhakikat ganda dan setengah jadi... kaum Semi-Arianis ... berpegang pada pandangan yang benar-benar ortodoks tentang Sang, bahwa ia selama-lamanya bersama Sang Bapa ... tetapi bahwa ia telah dilahirkan tanpa permulaan dan bukan di dalam waktu ... Tetapi semua ajaran ini menghujat Roh Kudus, dan tidak menganggapnya sebagai bagian dari Allah Tritunggal bersama Sang Bapa dan Sang Anak" (Epifanius. The Panarion of Epiphanius of Salamis, Kitab II dan III (Bagian 47-80), De Fide). Bagian VI, Ayat 1,1 dan 1,3.[6]
Jadi, kaum non-tritunggal telah lama dikritik oleh mereka yang menerima Konsili Nicea dan Konsili-konsili yang belakangan.
.
Lihat pula
Referensi
- ^ Kisah Para Rasul 1:6–9
- ^ 1 Korintus 3:16
- ^ Galatia 5:22–23
- ^ Roma 12:6–8
- ^ Kisah para Rasul 1:4–8
- ^ (Inggris) Frank Williams. EJ Brill. New York. 1994. Hal.71-472