Jaranan Kediri

salah satu tarian di Indonesia

Seni Jaranan Kediri ialah jenis kesenian Kuda Lumping mulai muncul sejak abad ke 11 di wengker atau Ponorogo yang diciptakan oleh Raja Ponorogo selanjutnya pada Masa itu[1] Tepatnya pada tahun 1044 masehi seusai bunuh dirinya puteri Kediri karena Kedi atau mandul. [2]

Sejarah

Jaranan Kediri berkembang di Kediri karena banyak warok Ponorogo yang mengambil bocah kecil dari Madiun, Tulungagung, trenggalek dan Kediri yang akan dijadikan sebagai Gemblak. Namun mantan Gemblak di kediri merasa malu menjadi Gemblak yang menarikan tarian anyaman kuda sewaktu di Ponorogo, Barulah setelah kabar Ranggawarsita sang pujangga Jawa yang kabur dari pondok Pesantren Gebang Tinatar melakukan ngamen Jathilan di Madiun bersama pengawalnya mulai diminati kembali oleh mantan Gemblak di Kediri untuk menarikan jathilan atau jaranan, karena Ranggawarsita ternyata masih keponakan dari bupati Kediri.[3]

Ranggawarsita mahir memainkan Jathilan karena sering berkumpul dengan para Warok Ponorogo dibandingkan belajar di Pondok, sehingga Ranggawarsita yang memiliki paras rupawan menjadi idola para warok dan mendapatkan kasih sayang serta diajarkan tentang kesenian Jathilan. Untuk mengembangkan kesenian Jathilan atau jaranan yang ada di kediri, para seniman yang mantan Gemblak belajar tari jaranan ke Tulungagung yang merupakan pengasingan dari perkumpulanan Jaranan Thek Ponorogo atau Reyog Thek dari Ponorogo.[3]

Seniman Jaranan Kediri merasa memiliki kesenian Jaranan Sepenuhnya karena pada alur kisah Jaranan menceritakan pula kerajaan Kediri, sehingga mengangap bahwa kesenian Jaranan berasal dari Kediri untuk menutupi adanya sejarah hubungan bahwa banyak remaja kediri era Kolonial dijadikan Gemblak seorang Warok dari Ponorogo. Padahal mula adanya Kesenian Jaranan di kediri karena banyakan remaja Kediri diambil asuh oleh Warok dari ponorogo sebagai Gemblak.

Kisah

Adapun Dalam kisah yang dipercayai seniman jaranan Kediri, Raja Airlangga memiliki seorang putri yang bernama Dewi Sangga Langit yang memiliki nama lain Kilisuci. Dia adalah orang kediri yang sangat cantik. Pada waktu itu banyak sekali yang melamar, maka dia mengadakan sayembara. Pelamar-pelamar Dewi Songgo Langit semuanya sakti. Mereka sama-sama memiliki kekuatan dan ilmu yang tinggi. Dewi Songgo Langit sebenarnya tidak mau menikah dan dia Ingin menjadi petapa saja. Prabu Airlangga memaksa Dewi Songgo Langit untuk menikah. Akhirnya dia mau menikah dengan satu permintaan. Barang siapa yang bisa membuat kesenian yang belum ada di Pulau Jawa dia akan menjadi suaminya.

Ada beberapa orang yang ingin melamar Dewi Songgo Langit. Diantaranya adalah Klono Sewandono dari Wengker, Toh Bagus Utusan Singo Barong Dari Blitar, kalawraha seorang adipati dari pesisir kidul, dan 4 prajurit yang berasal dari Blitar. Para pelamar bersama-sama mengikuti sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit. Mereka berangkat dari tempatnya masing-masing ke Kediri untuk melamar Dewi Songgo Langit.

Dari beberapa pelamar itu mereka bertemu dijalan dan bertarung terlebih dahulu sebelum mengikuti sayembara di kediri. Pertarungan tersebut dimenangkan oleh Klana Sewandono atau Pujangganom. Dalam pertempuran itu Pujangganom menang dan Singo Ludoyo kalah. Pada saat kekalahan Singo Ludoyo, rupanya singo Ludoyo memiliki janji dengan Pujangganom. Singa Ludoyo meminta jangan dibunuh. Pujangganom rupanya menyepakati kesepakatan itu. Akan tetapi Pujangganom memiliki syarat yaitu Singo Barong harus mengiring temantenya dengan Dewi Sangga Langit ke Wengker.

Iring-iringan temanten itu harus diiringi oleh jaran-jaran dengan melewati bawah tanah dengan diiringi oleh alat musik yang berasal dari bambu dan besi. Pada zaman sekarang besi ini menjadi kenong. Dan bambu itu menjadi terompet dan jaranan.

Dalam perjalanan mengiringi temantenya Dewi Songgo Langit dengan Pujangganom itu, Singo Ludoyo beranggapan bahwa dirinya sudah sampai ke Wengker, tetapi ternyata dia masih sampai di Gunung Liman. Dia marah-marah pada waktu itu sehingga dia mengobrak-abrik Gunung Liman itu dan sekarang tempat itu menjadi Simoroto. Akhirnya sebelum dia sampai ke tanah Wengker dia kembali lagi ke Kediri. Dia keluar digua Selomangklung. Sekarang nama tempat itu adalah selomangkleng.

Karena Dewi Songgo Langit sudah diboyong ke Wengker oleh Pujangganom dan tidak mau menjadi raja di Kediri, maka kekuasaan Kahuripan diberikan kepada kedua adiknya yang bernama Lembu Amiluhut dan Lembu Amijaya. Setelah Sangga Langit diboyong oleh Pujangganom ke daerah Wengker Bantar Angin, Dewi Sangga Langit mengubah nama tempat itu menjadi Ponorogo. Jaranan muncul di kediri itu hanya untuk menggambarkan boyongnya dewi Songgo langit dari kediri menuju Wengker Bantar Angin. Pada saat boyongan ke Wengker, Dewi Sangga Langit dan Klana Sewandana diarak oleh Singo Barong. Pengarakan itu dilakukan dengan menerobos dari dalam tanah sambil berjoget. Alat musik yang dimainkan adalah berasal dari bambu dan besi. Pada zaman sekarang besi ini menjadi kenong.

Untuk mengenang sayembara yang diadakan oleh Dewi Songgo Langit dan Pernikahanya dengan Klana Sewandono maka diciptakanlah kesenian Reog Ponorogo oleh raja ponorogo saat itu di wengker, yang dimana di dalam kesenian reog terdapat tarian jathilan (Kuda Lumping) menyebar hingga kediri karena banyaknya remaja kediri dipinang oleh warok untuk sebagai gemblaknya.sehingga Dua kesenian ini sebenarnya memiliki akar historis yang hampir sama. Seni jaranan ini diturunkan secara turun temurun hingga sekarang ini[4]

Peralatan

Pada pertunjukan Jaranan Kediri diperlukan berbagai peralatan kesenian sebagai berikut :

  1. Kuda Lumping, Penari di bagian ini menggunakan anyaman bambu berbentuk hewan kuda. dilengkapi pakaian penunjang seperti udeng, baju, celana, sempyok dada jathilan ponorogo, sabuk epek timang dan selendang.
  2. Celeng, Penari di bagian ini menggunakan kulit hewan bisa juga menggunakan anyaman bambu berbentuk hewan babi. dilengkapi pakaian penunjang seperti udeng, baju, celana, sempyok dada jathilan ponorogo, sabuk epek timang dan selendang.
  3. Topeng Barongan Singo Barong, Penari di bagian ini menggunakan Kruduk Ponoragan (dahulu dan sebagaian saat ini) atau Kruduk Barongan, Rompi setengah, Embong Ponoragan, Celana pembarong Sembryong Ponoragan atau Celana Serembyong kreasi baru bentuk celana barong sai.
  4. Topeng Barongan Kucingan alias Klono sewandono, Penari di bagian ini menggunakan Kruduk Ponoragan (dahulu dan sebagaian saat ini) atau Kruduk Barongan, Rompi setengah, Embong Ponoragan, Celana pembarong Serembyong Ponoragan atau Celana Srembyong kreasi baru bentuk celana barong sai.
  5. Bopo atau Bomoh, merupakan panggilan Gemblak kepada Warok yang dianggap seabagai ayah atau bapak, Bopo berarati Bapak. pada Bagian ini menggunakan udeng, Kaos Lorek Ponoragan, Penadon Ponoragan, Othok Ponoragan, Celana Kombor Ponoragan, tali Kolor Ponoragan dan Pecut besar. adapun bopo saat ini hanya tanpa menggunakan penadn, cukup mengenekan kaos lorek.
  6. Musik sebagai pengiring terdiri dari Kendang, 3 kenong, 2 Gong, Slompret Reog.
  7. Ubo Rampe atau sesajen
  1. ^ Irawan, Sandi (2014). "Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Untan yang berjudul "Struktur dan Makna Mantra Kuda Lumping"". 
  2. ^ Nugroho, Joko (2007). "proses dang fungsi ritual tirakatan di petilasan sri aji jayabaya desa menang kota kediri propinsi jawa timur sebuah kajian folkore" (PDF). 
  3. ^ a b Ranggawarsita, Raden Ngabei (2007). Zaman Edan Ronggowarsito. ISBN 9789791634137. 
  4. ^ "Tarian Kuda Lumping: Sejarah, Asal daerah, Properti dan Fungsinya". Saintif.