Wona Kaka

pejuang asal Sumba di Kerajaan Kodi

Wona Kaka adalah seorang pejuang asal Sumba yang dikenal sebagai pemimpin laskar rakyat Kodi atau panglima perang Kerajaan Kodi ketika pecah perang antara rakyat Kodi dan kolonial Belanda yang sedang menduduki Pulau Sumba. Kini bekas Kerajaan Kodi itu, telah dimekarkan menjadi empat kecamatan yaitu Kodi, Kodi Bangedo, Kodi Utara, dan Kodi Balaghar, di Kabupaten Sumba Barat Daya.[1]

Perjuangan

Perang antara Wona Kaka dan Belanda pecah pada awal abad XX. Meskipun pemerintah militer Belanda sudah lama menduduki Pulau Sumba, namun pasukan militer Belanda memasuki wilayah Kerajaan Kodi baru pada 1905. Kedatangan Belanda ini, berkekuatan satu detasemen di bawah pimpinan Kapten Dijckman. Sementara Kerajaan Kodi ketika itu berada di bawah kekuasaan Raja Rato Loghe Kanduyo yang bergelar "Hangandi atau Sangaji".

Sejak itulah, militer Belanda serta merta langsung melaksanakan operasi pendudukan, menaklukan dan menguasai, wilayah Kerajaan Kodi. Selama pendudukan militer Belanda ini, dari 1905 sampai 1910, telah menyebabkan penderitaan baik fisik maupun moril bagi rakyat Kodi. Sehingga melahirkan gerakan perlawanan rakyat Kodi yang direstui oleh Raja Kodi. Kemudian meletuslah perang antara Laskar Rakyat Kodi dan militer Belanda pada 1911.[2]

Ada sekitar enam faktor pemicu yang menyebabkan pecahnya perang tersebut. Pertama, pemecahan kedaulatan wilayah Kerajaan Kodi secara sewenang-wenang oleh Belanda, hanya dengan suatu Korte Verklaring (pernyataan pendek) menjadi dua bagian wilayah kerajaan (Kodi Bangedo yang mencakup Balaghar dan Kodi Bokolo).

Kedua, pajak yang sangat berat, berupa mata uang, termasuk mata uang emas poundsterling. Uang bagi rakyat Kodi saat itu adalah barang langka, sehingga tidak mampu membayar pajak. Akibatnya mereka disiksa dengan cambuk dan kurungan. Disamping itu, juga harta milik mereka berupa ternak diambil paksa oleh petugas pajak.

Kematian

Wona Kaka dan anggota pasukannya ini ditangkap dalam perundingan damai di Bondo Kodi oleh Letnan Barenzend pada tahun 1913. Wona Kaka dan kawan-kawannya dibuang ke Nusakambangan dan kemudian dipekerjakan sebagai buruh di pertambangan Sawah Lunto, Sumatera Barat. Konon, ia meninggal di sana saat terowongan pertambangan runtuh.[3]

Referensi