Amangkurat III

Susuhunan dari Mataram
Revisi sejak 14 Juni 2021 08.35 oleh Inayubhagya (bicara | kontrib) (Syzyszune memindahkan halaman Hamengkurat III ke Mangkurat III: Perbaikan kesalahan nama)

Sri Susuhunan Hamengkurat III (dikenal juga sebagai Hamengkurat Mas atau Sunan Mas; tanggal lahir tidak diketahui, wafat di Sri Lanka tahun 1734), adalah raja Mataram yang memerintah antara tahun 17031705.

Hamengkurat III
Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Prabu Hamengkurat Mas
Lukisan Hamengkurat III (paling kiri)
Susuhunan Mataram
ke-6
Bertakhta17031705
PendahuluHamengkurat II
PenerusPakubuwana I
KelahiranRaden Mas Sutikna
?
Kesultanan Mataram Kartasura, Mataram
Kematian1734
Sailan Belanda
Pemakaman
WangsaMataram
AyahHamengkurat II
AgamaIslam

Silsilah

Hamengkurat Mas atau Sunan Mas memiliki nama asli Raden Mas Sutikna. Dia adalah satu-satunya putra mendiang Susuhunan Hamengkurat II. Ia juga dijuluki sebagai Pangeran Kencet, karena menderita sakit di bagian tumit.

Setelah wafatnya Susuhunan Hamengkurat II pada 1703, timbul polemik di kalangan keluarga karaton dalam proses suksesi kepemimpinan Mataram selanjutnya. Adanya perbedaan pandangan dalam keluarga karaton Raden Mas Sutikna segera mengukuhkan diri sebagai penerus takhta Mataram selanjutnya dengan gelar Susuhunan Hamengkurat III. Namun, timbul penolakan dari berbagai kalangan.

Sebagian pejabat karaton dan rakyat kebanyakan meyakini bahwa sejatinya yang lebih layak menjadi raja selanjutnya adalah Pangeran Puger, paman Raden Mas Sutikna atau adik kandung Susuhunan Hamengkurat II.

Sebagai satu-satunya anak lelaki Hamengkurat II, Raden Mas Sutikna tetap naik takhta dan dinobatkan sebagai raja Mataram. Ia menyandang gelar Hamengkurat Mas atau Hamangkurat III, sering pula disebut dengan nama Sunan Mas.

Pemerintahan

Suksesi di Kartasura

Hamengkurat III naik takhta di Karaton Kartasura menggantikan Hamengkurat II, ayahnya yang meninggal tahun 1702. Menurut Babad Tanah Jawi, sebenarnya yang mendapat restu adalah pamannya, yaitu Pangeran Puger.

Dukungan terhadap Pangeran Puger pun mengalir dari para pejabat yang kurang menyukai kepemimpinan Hamengkurat III. Hal ini membuat Hamengkurat III resah. Ia menceraikan Raden Ayu Himpun dan mengangkat permaisuri baru, seorang gadis dari desa Onje.

Tekanan terhadap keluarganya membuat Raden Suryakusuma (putra Pangeran Puger) memberontak. Hamengkurat III yang ketakutan segera mengurung Pangeran Puger sekeluarga. Mereka kemudian dibebaskan kembali atas bujukan Patih Sumabrata.[1]

Dukungan terhadap Pangeran Puger untuk menduduki takhta kembali mengalir. Akhirnya, pada tahun 1704, Hamengkurat III mengirim utusan untuk memburu Pangeran Puger, tetapi sasarannya itu lebih dulu melarikan diri ke Semarang.

Meninggalkan Kartasura

Pangeran Puger di Semarang mendapat dukungan VOC, dengan kesepakatan yang telah ditentukan. Ia pun mengangkat dirinya sebagai raja bergelar Pakubuwana I. Gabungan pasukannya bergerak tahun 1705 untuk merebut Karaton Kartasura. Hamengkurat III membangun pertahanan di Ungaran dipimpin pamannya, Arya Mataram yang diam-diam ternyata mendukung Pakubuwana I.

Arya Mataram berhasil membujuk Hamengkurat III supaya meninggalkan Kartasura. Namun, akhirnya ia sendiri kemudian bergabung dengan Pakubuwana I, yang tidak lain adalah pamannya sendiri.

Pemerintahan Hamengkurat III yang singkat ini bagi sebagian pendapat merupakan kutukan Susuhunan Hamengkurat I terhadap Hamengkurat II yang telah meracuni minumannya ketika melarikan diri saat Karaton Plered runtuh akibat pemberontakan Trunajaya tahun 1677 silam.

Konon, Hamengkurat II dikutuk bahwa keturunannya tidak ada yang menjadi raja, kecuali satu orang (Hamengkurat III) dan itu pun hanya sebentar. Kisah pengutukan ini terdapat dalam Babad Tanah Jawi.

Akhir pemerintahan

Rombongan Hamengkurat III melarikan diri ke Ponorogo sambil membawa pusaka karaton. Untung Surapati bupati Pasuruan yang anti VOC segera mengirim bantuan untuk melindungi Hamengkurat III. Gabungan pasukan Kartasura, VOC, Madura, dan Surabaya bergerak menyerbu Pasuruan tahun 1706. Dalam pertempuran di Bangil, Untung Surapati tewas. Putra-putranya kemudian bergabung dengan Hamengkurat III di Malang.[2]

Sepanjang tahun 1707 Hamengkurat III mengalami penderitaan karena diburu pasukan Pakubuwana I. Dari Malang ia pindah ke Blitar, kemudian ke Kediri, akhirnya memutuskan menyerah di Surabaya tahun 1708.

Pengasingan

Pangeran Balitar, putra Pakubuwana I, datang ke Surabaya meminta Hamengkurat III supaya menyerahkan pusaka-pusaka karaton, tetapi ditolak. Hamengkurat III hanya sudi menyerahkannya langsung kepada Pakubuwana I.

VOC kemudian memindahkan Hamengkurat III ke tahanan Batavia. Dari sana ia diangkut untuk diasingkan ke Sri Lanka hingga wafat pada tahun 1734.

Konon, harta pusaka warisan Kesultanan Mataram ikut terbawa ke Sri Lanka. Namun, Pakubuwana I mengumumkan bahwa pusaka Tanah Jawa yang sejati adalah Masjid Agung Demak dan makam Sunan Kalijaga di Kadilangu, Demak.

Referensi

  1. ^ Adrisijanti, Inajati (2000). Arkeologi Perkotaan Mataram Islam. Yogyakarta: Jendela. 
  2. ^ Ricklefs, M.C. (2007). Sejarah Indonesia Modern 1200 - 2004. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. 

Kepustakaan

  • Abdul Muis. 1999. Surapati. cet. 11. Jakarta: Balai Pustaka* Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
  • M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
  • Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
  • Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu

Lihat pula


Gelar kebangsawanan
Didahului oleh:
Hamengkurat II
Susuhunan Mataram
1703 – 1705
Diteruskan oleh:
Pakubuwana I