Amangkurat III

Susuhunan dari Mataram
Revisi sejak 15 Juni 2021 06.15 oleh Inayubhagya (bicara | kontrib) (Perbaikan kesalahan nama dan merapikan isi artikel)

Mangkurat III (bahasa Jawa: ꦩꦁ​ꦏꦸꦫꦠ꧀꧇꧓꧇, translit. mangkurat katelu, har. 'mangkurat tiga', dikenal juga sebagai Sunan Mas; tanggal lahir tidak diketahui, wafat di Sri Lanka tahun 1734), adalah raja Mataram yang memerintah antara tahun 17031705.

Mangkurat III
ꦩꦁ​ꦏꦸꦫꦠ꧀꧇꧓꧇
Sunan Mas
Lukisan Mangkurat III (paling kiri)
Susuhunan Mataram
ke-6
Bertakhta17031705
PendahuluMangkurat II
PenerusPakubuwana I
KelahiranRaden Mas Sutikna
?
Kesultanan Mataram Kartasura, Mataram
Kematian1734
Sailan Belanda
Pemakaman
Nama takhta
Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Prabu Mangkurat Senapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping III
Nama anumerta
Sunan Mas
Bahasa Jawaꦩꦁ​ꦏꦸꦫꦠ꧀꧇꧓꧇
WangsaMataram
AyahMangkurat II
AgamaIslam

Silsilah

Sunan Mangkurat III atau Sunan Mas memiliki nama asli Raden Mas Sutikna. Dia adalah satu-satunya putra mendiang Susuhunan Mangkurat II. Ia juga dijuluki sebagai Pangeran Kencet, karena menderita sakit di bagian tumit.

Setelah wafatnya Susuhunan Mangkurat II pada 1703, timbul polemik di kalangan keluarga karaton dalam proses suksesi kepemimpinan Mataram selanjutnya. Adanya perbedaan pandangan dalam keluarga karaton Raden Mas Sutikna segera mengukuhkan diri sebagai penerus takhta Mataram selanjutnya dengan gelar Susuhunan Mangkurat III. Namun, timbul penolakan dari berbagai kalangan.

Sebagian pejabat karaton dan rakyat kebanyakan meyakini bahwa sejatinya yang lebih layak menjadi raja selanjutnya adalah Pangeran Puger, paman Raden Mas Sutikna atau adik kandung Susuhunan Mangkurat II.

Sebagai satu-satunya anak lelaki Mangkurat II, Raden Mas Sutikna tetap naik takhta dan dinobatkan sebagai raja Mataram. Ia menyandang gelar Mangkurat Mas atau Hamangkurat III, sering pula disebut dengan nama Sunan Mas.

Pemerintahan

Suksesi di Kartasura

Mangkurat III naik takhta di Karaton Kartasura menggantikan Mangkurat II, ayahnya yang meninggal tahun 1702. Menurut Babad Tanah Jawi, sebenarnya yang mendapat restu adalah pamannya, yaitu Pangeran Puger.

Dukungan terhadap Pangeran Puger pun mengalir dari para pejabat yang kurang menyukai kepemimpinan Mangkurat III. Hal ini membuat Mangkurat III resah. Ia menceraikan Raden Ayu Himpun dan mengangkat permaisuri baru, seorang gadis dari desa Onje.

Tekanan terhadap keluarganya membuat Raden Suryakusuma (putra Pangeran Puger) memberontak. Mangkurat III yang ketakutan segera mengurung Pangeran Puger sekeluarga. Mereka kemudian dibebaskan kembali atas bujukan Patih Sumabrata.[1]

Dukungan terhadap Pangeran Puger untuk menduduki takhta kembali mengalir. Akhirnya, pada tahun 1704, Mangkurat III mengirim utusan untuk memburu Pangeran Puger, tetapi sasarannya itu lebih dulu melarikan diri ke Semarang.

Meninggalkan Kartasura

Pangeran Puger di Semarang mendapat dukungan VOC, dengan kesepakatan yang telah ditentukan. Ia pun mengangkat dirinya sebagai raja bergelar Pakubuwana I. Gabungan pasukannya bergerak tahun 1705 untuk merebut Karaton Kartasura. Mangkurat III membangun pertahanan di Ungaran dipimpin pamannya, Arya Mataram yang diam-diam ternyata mendukung Pakubuwana I.

Arya Mataram berhasil membujuk Mangkurat III supaya meninggalkan Kartasura. Namun, akhirnya ia sendiri kemudian bergabung dengan Pakubuwana I, yang tidak lain adalah pamannya sendiri.

Pemerintahan Mangkurat III yang singkat ini bagi sebagian pendapat merupakan kutukan Susuhunan Mangkurat I terhadap Mangkurat II yang telah meracuni minumannya ketika melarikan diri saat Karaton Plered runtuh akibat pemberontakan Trunajaya tahun 1677 silam.

Konon, Mangkurat II dikutuk bahwa keturunannya tidak ada yang menjadi raja, kecuali satu orang (Mangkurat III) dan itu pun hanya sebentar. Kisah pengutukan ini terdapat dalam Babad Tanah Jawi.

Akhir pemerintahan

Rombongan Mangkurat III melarikan diri ke Ponorogo sambil membawa pusaka karaton. Untung Surapati bupati Pasuruan yang anti VOC segera mengirim bantuan untuk melindungi Mangkurat III. Gabungan pasukan Kartasura, VOC, Madura, dan Surabaya bergerak menyerbu Pasuruan tahun 1706. Dalam pertempuran di Bangil, Untung Surapati tewas. Putra-putranya kemudian bergabung dengan Mangkurat III di Malang.[2]

Sepanjang tahun 1707 Mangkurat III mengalami penderitaan karena diburu pasukan Pakubuwana I. Dari Malang ia pindah ke Blitar, kemudian ke Kediri, akhirnya memutuskan menyerah di Surabaya tahun 1708.

Pengasingan

Pangeran Balitar, putra Pakubuwana I, datang ke Surabaya meminta Mangkurat III supaya menyerahkan pusaka-pusaka karaton, tetapi ditolak. Mangkurat III hanya sudi menyerahkannya langsung kepada Pakubuwana I.

VOC kemudian memindahkan Mangkurat III ke tahanan Batavia. Dari sana ia diangkut untuk diasingkan ke Sri Lanka hingga wafat pada tahun 1734.

Konon, harta pusaka warisan Kesultanan Mataram ikut terbawa ke Sri Lanka. Namun, Pakubuwana I mengumumkan bahwa pusaka Tanah Jawa yang sejati adalah Masjid Agung Demak dan makam Sunan Kalijaga di Kadilangu, Demak.

Referensi

  1. ^ Adrisijanti, Inajati (2000). Arkeologi Perkotaan Mataram Islam. Yogyakarta: Jendela. 
  2. ^ Ricklefs, M.C. (2007). Sejarah Indonesia Modern 1200 - 2004. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. 

Kepustakaan

  • Abdul Muis. 1999. Surapati. cet. 11. Jakarta: Balai Pustaka* Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
  • M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
  • Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
  • Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu

Lihat pula


Amangkurat III
Lahir: Tidak diketahui Meninggal: 1734
Gelar
Didahului oleh:
Mangkurat II
Susuhunan Mataram
1703 ‒ 1705
Diteruskan oleh:
Pakubuwana I