Raja Lear

pementasan drama karya William Shakespeare
Revisi sejak 15 April 2022 14.27 oleh Lalune.choline (bicara | kontrib) (Memperbaiki susunan kata)

King Lear adalah sandiwara tragedi karya William Shakespeare yang terbaik. Sandiwara ini didasarkan atas legenda Raja Leir dari Britania. Terjemahan buku ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Raja Lear dilakukan oleh Trisno Sumardjo.[1]

Sampul muka cetakan Raja Lear tahun 1608.

Sandiwara ini menceritakan kisah seorang raja yang menyerahkan tahtanya, putri-putri yang menipu sang ayah, seorang ayah yang memutuskan hubungan dengan putri yang disayanginya, istri yang berencana melawan suaminya, perkelahian antar saudara, dan saudari yang mengejar iri hati hingga kematiannya. Raja Lear menampilkan keadaan keluarga yang mengenaskan. Keluarga yang saling melukai satu sama lain. Luka terdalam dapat ditimbulkan melalui tangan orang-orang yang paling disayangi.

Kisah Raja Lear

Tokoh utama

  • Lear, raja Britania
  • Goneril, putri sulung Lear
  • Adipati Albany, suami Goneril
  • Regan, putri kedua Lear
  • Adipati Cornwall, suami Regan
  • Cordelia, putri bungsu Lear
  • Pangeran Kent, bangsawan penasehat setia Lear
  • Pangeran Gloucester, bangsawan terkemuka Lear
  • Edgar, putra tertua Gloucester
  • Edmund, putra termuda Gloucester
  • Si Bodoh, pelawak istana

Waktu dan tempat

Britania Kuno

Sinopsis

Raja Lear membagikan kerajaannya

Raja Lear berniat untuk memberikan kedua anak tertuanya, Goneril dan Regan, dua bagian dari kerajaannya yang sama besarnya dan sama kayanya. Sedangkan bagian ketiga dari kerajaannya, daerah yang paling besar, paling baik, dan lebih subur dari dua lainnya, telah Lear siapkan untuk putri kesayangannya, Cordelia. Cordelia adalah anak termuda Lear. Namun, ia paling bijaksana di antara kedua saudaranya.

Cordelia akan dinikahkan dengan Adipati Burgundy atau Raja Prancis. Artinya ia akan tinggal di seberang lautan dan memerintah daerahnya dari jauh. Lear tidak bisa berpisah dengan Cordelia. Ia ingin menghabiskan sisa hidupnya anak bungsunya. Inilah saat yang tepat untuk membagikan kerajaannya.

Untuk membuat pembagiannya tampak adil, sang raja mengumumkan suatu ujian untuk menguji rasa sayang anak-anaknya. Ia memanggil seluruh pejabat kerajaanya, para pangeran yang ingin melamar Cordelia, dan ia memanggil ketiga putrinya. Raja Lear mengumumkan bahwa ia akan membagikan kerajaanya sesuai dengan cara anaknya menunjukkan rasa cinta mereka kepada ayah mereka. Lear percaya bahwa Cordelia akan memberikan jawaban terbaik.

Goneril adalah yang pertama menjawab, ia meletakkan tangannya di dadanya, dan ia berkata bahwa ia mencintai ayahnya lebih dari segalanya, demikian juga Regan yang menambahi bahwa tidak ada kecintaan lain selain rasa cintanya kepada ayahnya. Lear lalu menunggu jawaban Cordelia, tetapi Cordelia hanya diam. Ia sangat mencintai ayahnya, tetapi merasa bahwa ujian ini tidak benar. Ia tidak dapat membual seperti kakak-kakaknya. Ia berusaha keras untuk memberikan jawaban, "Tidak ada, rajaku".

Sang raja marah hingga darahnya memuncak sampai ke ubun-ubun. "Tidak ada tidak akan menghasilkan apa pun. Coba jawab lagi." Cordelia menjawab bahwa sang raja telah memperanakannya, membesarkannya, mencintainya. Ia telah membalas cintanya dengan mematuhinya, mencintainya kembali, dan menghormatinya. Cordelia lalu menunjuk kepada kedua kakaknya seraya berkata bahwa jika mereka mencintai ayah mereka, mengapa mereka menikah dengan orang lain?

Jawaban Cordelia adalah jawaban yang jujur, tetapi menyakitkan dan membuat raja sangat malu. Lear adalah raja yang biasa mendengar apa yang ia ingini, dan dengan menggelegar ia menyobek peta daerah yang akan diberikan ke Cordelia menjadi dua, dan masing-masing ditambahkannya ke daerah kakak-kakaknya. Sang raja lalu memutuskan hubungannya dengan Cordelia. Cordelia berlinangan dengan air mata, tetapi kepalanya tetap tegak. Patih Kent, penasihat paling setia sang raja, tidak dapat berdiam diri lagi. Ia menegur sang raja dengan mengatakan bahwa Cordelia-lah yang paling mencintai sang raja dari antara ketiganya, dan ia mengatakan bahwa sang raja telah berbuat kesalahan.

Kata-kata sang penasihat semakin membuat marah sang raja. Ia mengusir sang Patih dari kerajaannya dengan ancaman hukuman mati. Sang raja lalu memanggil kedua pangeran yang ingin melamar Cordelia, dan bertanya apakah mereka masih mau menikahi Cordelia setelah Cordelia tidak memiliki warisan apa-apa lagi. Adipati Burgundy segera mengundurkan diri tetapi Raja Prancis terkesan dengan kejujuran Cordelia. Ia berkata bahwa ia sekarang lebih mencintainya lagi dan akan menjadikannya ratu bagi kerajaannya.

Patih Gloucester dan kedua putranya

Setelah kejadian tersebut berakhir, Patih Gloucester (seorang Patih yang lain) berdiri tertegun. Sang Patih adalah salah satu bangsawan tertinggi di kerajaan. Ia tidak pernah melihat sang raja bertindak demikian. Gloucester juga memikirkan tentang kedua anaknya, Edgar, dari istrinya, dan Edmund, dari gundiknya. Ia berpikir bahwa tidak ada yang dapat memisahkannya dari kedua anaknya, atau benarkah demikian?

Sang Patih tidak menyangka bahwa disaat yang bersamaan Edmund sedang merencanakan suatu perbuatan jahat untuk memiiki tanah ayahnya. Ia berencana untuk mengadu domba antara ayahnya dan kakaknya, Edgar. Edmund masuk ke ruang kerajaan sembari membaca sebuah surat. Setelah yakin bahwa sang ayah melihatnya, ia segera menyembunyikan surat tersebut ke kantongnya. Gloucester yang tertarik segera menghampiri Edmund dan meminta surat tersebut, ia menyangkanya surat itu merupakan surat cinta atau semacamnya. Edmund berpura-pura menolak dengan berkata bahwa surat tersebut dari kakaknya dan ia tidak mau sang ayah membacanya karena berisi pesan yang tidak berkenan. Gloucester menjadi serius. Ia ingin membaca surat tersebut. Edmund memberikan surat yang telah ia palsukan agar menyerupai tulisan kakaknya. Di dalam surat tersebut dituliskan bahwa Edgar berencana untuk mendapatkan warisannya, membuat siasat untuk membunuh ayahnya.

Sang Patih sangat tertekan. Ia meminta Edmund mencari informasi lebih lanjut mengenai Edgar dan melapor kepadanya. Semuanya berjalan sesuai dengan rencana Edmund. Ia mencari Edgar dan dengan bersumpah setia kepadanya mengatakan bahwa ayah mereka berencana untuk membunuh Edgar karena alasan yang tidak diketahui. Edmund meminta Edgar melarikan diri dan bersembunyi. Ia berjanji untuk menengahi perkara mereka untuk Edgar. Edgar terkejut dengan peringatan tersebut, tapi ia percaya kepada adiknya dan lari ke luar kota.

Raja Lear dan kedua putrinya

Seminggu kemudian, Raja Lear mengunjungi putrinya Goneril di istana putrinya. Ia membawa seratus ksatria dengannya dan seorang badut kerajaan. Sang raja dan pengikutnya menghabiskan waktu dengan berburu dan berpesta. Hal itu menghabiskan tenaga para pelayan istana dan menghabiskan kesabaran Goneril. Goneril meminta para pelayannya untuk mengabaikan permintaan ayahnya karena dialah yang berkuasa atas sebagian kerajaannya. Goneril menjadi besar kepala. Ia mengabaikan janjinya untuk merawat sang ayah pada hari tuanya.

Lear terkejut dengan perlakuan putrinya, dan menceritakan perbuatan putrinya kepada badut kerajaan. Di sore hari, seseorang yang berpakaian sederhana memohon untuk menjadi pelayan sang raja. Ia menjadi orang yang dapat memaksa para pelayan melakukan tugas mereka. Raja Lear tidak mengenal orang tersebut, yang ternyata adalah sang Patih Kent yang telah diusir, ia ingin tetap melayani sang raja dengan sembunyi-sembunyi.

Goneril merasa marah dengan pegawai baru ayahnya, ia memerintahkan ayahnya untuk mengusir lima puluh kesatrianya. Raja Lear marah. Ia meminta Kent untuk pergi ke putri keduanya, Regan, untuk menceritakan kejahatan kakaknya. Goneril kemudian mengirimkan utusan ke Regan dengan membawa cerita versinya sendiri.

Raja Lear keluar dari istana Goneril. Ia hampir gila karena amarahnya. Ia berteriak menghadap langit, meminta agar ia tidak menjadi gila.

Sementara itu, Regan dan suaminya, Adipati Cornwall, sedang dalam perjalanan mengunjungi Patih Gloucester yang istananya terletak di antara istananya Regan dan Goneril. Kent dan utusan Goneril tiba di saat yang bersamaan di istana Gloucester. Ketika Kent melihat bahwa utusan Goneril membawa surat yang jahat kepada Regan, ia hilang kesabaran menyerang sang pesuruh. Cornwall tidak menyukai hal ini. Ia meminta pengawalnya mengurung Kent sebagai hukuman. Sang tuan rumah, pada saat yang bersamaan, sedang bermasalah dengan tuduhan pengkhianatan anaknya, Edgar, sehingga ia tidak melerainya.

Tidak lama, Raja Lear tiba di istana Gloucester. Belum sempat ia berjumpa dengan anaknya, Goneril tiba. Kedua putri tertuanya bersama-sama menghadap ayah mereka. Raja Lear yang marah berteriak dan berjalan cepat menuju hutan. Awan hitam tampak di kejauhan pertanda akan turun badai. Kent dan sang badut pergi mencari sang raja karena mengkhawatirkan keadaannya. Raja Lear menerjang badai sembari berteriak. Kilat dan guntur menggelegar sebagai balasannya. Kent berhasil menemukan sang raja dan menuntunnya ke gubuk kecil terdekat.

Selagi berteduh, sang raja membayangkan kehidupan sebelumnya yang bergelimang kekayaan sementara banyak rakyatnya yang menderita kemiskinan. Sang raja teringat akan kesalahannya. Di dalam gubuk tersebut mereka bertemu dengan seseorang yang berpakaian dari karung. Orang rang tersebut adalah Edgar, anak Gloucester yang baik. Edgar tidak dapat pergi dari Inggris, semua prajurit mencari dia di pelabuhan-pelabuhan. Lebih aman baginya bersembunyi di dekat istana. Ketika ditanya oleh Kent, Edgar memperkenalkan dirinya sebagai Tom, seorang pengemis gila.

Di dalam istananya, Gloucester bersiap untuk menerjang badai guna menyelamatkan rajanya. Sang Patih juga mendapat kabar bahwa Cordelia dan bala tentara Prancis telah mendarat di Dover. Mereka berencana untuk menyelamatkan Lear dan membalaskan segala penghinaan yang diterimanya. Gloucester bersiap untuk berangkat. Edmund, anaknya yang jahat, segera pergi mengabari tamunya, Goneril, Regan dan suaminya Cornwall tentang informasi yang diterima ayahnya. Sebagai ucapan terima kasih, Cornwall mencabut kedudukan Gloucester dan memberikan jabatan serta tanah Gloucester kepada Edmund. Kemudian ia menyuruh Edmund untuk menemani Goneril kembali ke istananya untuk memperingati suaminya, Adipati Albany, agar bersiap menghadapi invasi Prancis.

Nasib Gloucester

Sementara itu, Gloucester melintasi badai untuk mencari rajanya. Ia menemukan rajanya berteriak tidak keruan dengan seseorang yang gila yang kotor di dalam sebuah liang. Lear bertingkah seolah-olah sedang berada di istananya. Ia membayangkan Tom dan badutnya sebagai kedua putrinya. Lear mengadili kedua putrinya karena perlakuan mereka yang tidak manusiawi. Khawatir dengan keadaan rajanya, Gloucester meminta Kent dan sang badut untuk membawa raja ke Dover agar bertemu dengan Cordelia, lalu Gloucester diam-diam kembali ke istananya. Setibanya di gerbang istana, dua orang penjaga menangkapnya dan mengikatnya di kursi. Regan menyebutnya pengkhianat karena membantu sang raja dan tidak memberitahunya tentang kedatangan tentara Prancis.

Cornwall maju dan mencungkil satu mata Gloucester. Regan memintanya mencungkil satu mata lainnya. Bawahan Cornwall terkejut dengan perlakuan biadab tuannya, dan satu orang mencabut pedangnya untuk menghentikan tuannya. Bawahan tersebut berhasil melukai Cornwall dengan parah namun akhirnya ditusuk mati oleh Regan. Cornwall tertatih-tatih lalu berdiri dan mencungkil mata Gloucester yang lainnya. Gloucester berteriak memanggil Edmund, anaknya, untuk membalas dendamnya. Regan berbisik di telinga Gloucester yang telah buta dan memberitahunya bahwa Edmundlah yang mengkhianatinya. Lalu ia melepaskan Gloucester agar ia dapat mengembara sampai Dover. Regan berlutut di samping suaminya yang sekarat.

Setelah dibebaskan, Tom menemukannya, tetapi Gloucester tidak mengenalinya sebagai Edgar, anaknya. Edgar yang sangat terpukul dengan kondisi ayahnya berteriak layaknya orang gila. Sang Patih yang buta meminta Tom untuk menuntunnya ke tebing yang tinggi di dekat Dover, sambil berjalan, Gloucester mengeluhkan nasib yang menimpanya. Edgar, yang mengetahui bahwa ayahnya berencana untuk melompat dari tebing, menuntunnya ke bukit yang rendah dan meyakinkannya bahwa mereka telah tiba di tebing yang tinggi.

Sebelum melompat, Gloucester berteriak memanggil Edgar, anaknya yang baik, lalu ia melompat ke depan; Gloucester jatuh pingsan ke tanah yang lunak. Edgar lalu membangunkan ayahnya dan berpura-pura menjadi orang lain serta bersumpah bahwa ia melihatnya jatuh dari ketinggian yang sangat tinggi. Sang Patih tua terkesima karena Tuhan masih melindunginya. Ia bersumpah tidak akan lagi berusaha untuk bunuh diri.

Tiba-tiba, seorang pria melompat dengan pedang terangkat untuk membunuh mereka. Edgar menghunuskan pisaunya dan membunuh orang tersebut. Orang itu adalah utusan Goneril untuk membunuh Gloucester. Setelah Edgar memeriksa tubuhnya ia menemukan dua gulungan surat. Yang satu dialamatkan untuk Edmund dari Regan. Regan memintanya untuk menikahinya karena suaminya telah mati. Sedangkan surat kedua dari Goneril yang meminta Edmund untuk membunuh suaminya, Albany, sehingga ia dapat menjadi istrinya. Edgar menyimpan surat tersebut.

Tidak disangka seseorang yang lain muncul, ia berbaju kotor, tidak bersenjata, dan penuh dengan duri semak belukar. Ia menggerutu. Gloucester yang mendengar suaranya tahu itu adalah sang raja. Dari kejauhan terdengar suara yang ternyata adalah prajurit di bawah komando Cordelia. Pasukannya berkemah di dekat situ, sebelum Edgar atau Gloucester sempat bertindak, sang raja telah lari dengan berteriak-teriak.Keduanya berhasil mengejar sang raja dan membawanya ke tenda Cordelia.

Di tenda itu sang raja tidur dengan pulas, sementara persiapan perang dilakukan. Ketika ia terbangun, ia melihat Cordelia di sampingnya, dan meminta maaf kepadanya. Cordelia memeluk ayahnya, bahagia karena ayahnya sudah sadar. Lear akhirnya mengenali Patih Kent, dan dengan bahagia berkumpul kembali dengan putri kesayangannya dan penasihat kepercayaannya, sang raja kembali tertidur.

Peperangan terakhir

Tidak jauh dari perkemahan pasukan Cordelia, tentara Regan dan Goneril serta Albany telah bersatu. Ketiganya bertemu dengan Edmund yang akan memimpin pasukan gabungan tersebut. Namun pikiran kedua saudari tersebut tidak terpusat pada peperangan di depan, melainkan mereka bertarung untuk memenangkan cinta Edmund. Sementara Regan dan Goneril berseteru, Edgar mengendap-endap memasuki perkemahan mereka. Ketika bertemu Albany, ia meminta izin untuk menantang Edmund. Sebagai bukti pengkhianatan Edmund, Edgar menawarkan surat Goneril yang berencana membunuh Albany. Albany setuju untuk memanggil Edgar pada saat yang tepat.

Edmund memimpin pasukan gabungan melawan tentara Prancis yang dikalahkannya dengan mudah. Cordelia dan Lear ditawan. Adipati Albany merasa jijik dengan perbuatan istrinya, Goneril, dan iparnya, Regan, terhadap cara mereka memperlakukan ayah mereka. Albany memerintahkan Lear dan Cordelia supaya dilepaskan. Tetapi Edmund memiliki rencana lain untuk menjadi raja seluruh Britania. Diam-diam dia menyuruh orang untuk membunuh para tawanan tersebut.

Edgar lalu kembali menemui Gloucester yang tinggal di luar perkemahan. Ia bersujud dan mengungkapkan identitas aslinya. Sang ayah, yang sebelumnya sangat lemah karena kesakitan dan pengkhianatan anaknya, tiba-tiba disegarkan kembali oleh karena kabar baik tersebut. Hatinya meluap-luap. Patih tua tersebut mati dengan damai di pangkuan anaknya. Edgar dengan sedih melepaskan jasad ayahnya dan kembali ke perkemahan Britania untuk menantang saudaranya yang jahat.

Albany telah bertindak. Ia menyebut Edmund sebagai pengkhianat. Edmund dengan santai meminta saksi. Albany lalu mengundang Edgar dan kedua saudara tersebut pun bertarung. Sementara itu, Regan tiba-tiba terjatuh. Goneril menyembunyikan tawanya sambil berkata dalam hati bahwa racunnya telah bekerja. Sementara itu akhirnya sang kakak berhasil melukai parah sang adik. Begitu Edmund terjatuh, maka Goneril bersujud di kakinya. Albany lalu menunjukkan suratnya yang membuat Goneril ketakutan dan berlari ke tendanya.

Beberapa saat kemudian, seorang pelayan yang ketakutan melaporkan bahwa Regan telah mati karena racun Goneril, dan Goneril telah bunuh diri dengan pisau. Menghadapi kematian di ujung mata, Edmund mengakui kepada Albany bahwa ia telah menyuruh orang membunuh Cordelia dan Lear. Sang Adipati dengan segera menyuruh orang membatalkan perintah tersebut, tetapi terlambat. Sang raja berteriak dengan sedih sambil menopang tubuh Cordelia yang tidak bernyawa di tangannya. Kent dan Albany menghampirinya. Lear dengan lembut meraba bibir putrinya yang memutih dan memegang tangannya. Lalu ia menegakkan kepalanya dan mengutuki semua pengkhianat. Sang raja terlalu sedih untuk meneruskan hidupnya. Ia mengalungkan tangan Cordelia di lehernya. Lalu di tengah-tengah pelukan dingin anaknya yang paling mencintainya, ia menghampiri kematiannya sendiri.

Referensi