Kangsa
Kangsa (Dewanagari: कंस; IAST: Kaṅsa ; kadang dieja Kamsa) adalah seorang tokoh dalam mitologi Hindu, yang dikisahkan sebagai musuh pertama Kresna. Kitab Hariwangsa menyebutkan bahwa ia adalah asura yang terlahir kembali dalam tubuh manusia.[1]) Ia terlahir dalam klan bangsawan yang disebut Bhoja; maka setelah menjadi pemimpin, ia menyandang gelar Bhojapati yang berarti "Pemimpin [Kaum] Bhoja".[2] Ia merebut takhta Mathura dari tangan ayahnya, Ugrasena, serta memenjarakan ayahnya itu. Ia juga memenjarakan sepupunya, Dewaki, beserta suaminya, Basudewa, karena suatu ramalan bahwa ia akan terbunuh di tangan putra Basudewa dan Dewaki.
कंस | |
---|---|
Tokoh dalam mitologi Hindu | |
Nama | Kangsa |
Ejaan Dewanagari | कंस |
Ejaan IAST | Kaṅsa |
Nama lain | Kangsadewa; Bhojapati |
Kitab referensi | Mahabharata, Purana |
Asal | Mathura |
Golongan | Yadawa |
Kasta | kesatria |
Klan | Bhoja |
Ayah | Ugrasena |
Ibu | Padmawati |
Dalam pewayangan Jawa, tokoh ini disebut dengan nama Kangsadewa (Hanacaraka: ꦏꦁꦱꦢꦺꦮ) dan merupakan anak tertua dari Basudewa.
Kelahiran
Menurut legenda dalam sastra Purana, Kangsa sesungguhnya bukan putra kandung Ugrasena.[3][4] Dalam Bhagawatapurana dikisahkan bahwa pada suatu hari, ada seorang rakshasa yang terbang di atas kota Mathura dan terpesona melihat Padmawati, istri Ugrasena. Raksasa itu kemudian menjelma menjadi Ugrasena dan bersetubuh dengan Padmawati. Dari hubungan itu lahirlah Kangsa.[5] Kitab Padmapurana menyebutkan bahwa Gobila, teman dewa Kuwera terpesona dengan Padmawati saat sang putri berada di Widarbha. Gobila menyamar menjadi Ugrasena, lalu merayu Padmawati. Mereka tinggal di Widarbha selama beberapa tahun. Saat Padmawati hamil, Gobila mengakui hal yang sebenarnya karena didesak Padmawati. Akhirnya ia meninggalkan Padmawati, sementara Padmawati kembali ke Mathura. Tidak ada seorang pun yang mengetahui kenyataan ini, termasuk Kangsa sendiri.
Politik
Setelah dewasa, Kangsa sangat berambisi untuk segera menggantikan Ugrasena sebagai raja di Mathura. Ia sering dihasut oleh orang kepercayaannya yang bernama Banasura. Penasihatnya yang lain, yaitu Canura menyarankan agar Kangsa menikahi dua orang putri Jarasanda, Raja Magadha, yang juga sahabat Banasura. Nama kedua putri itu adalah Asti dan Prapti. Karena pernikahan tersebut, Kangsa menjadi menantu dan sekutu Jarasanda. Pasukan Magadha yang dikirim Jarasanda untuk mengawal kedua putri digunakan Kangsa untuk memaksa Ugrasena turun dari takhta Mathura. Ugrasena kemudian dijebloskan ke dalam penjara istana.
Ramalan kematian
Kangsa memiliki sepupu bernama Dewaki yang dianggapnya sebagai adik kandungnya sendiri. Dewaki menikah dengan Basudewa dan pernikahan mereka dirayakan secara meriah oleh Kangsa. Tiba-tiba terdengar suara dari langit bahwa kelak Kangsa akan mati di tangan putra Dewaki.[6] Kangsa pun menjebloskan Basudewa dan Dewaki ke dalam penjara. Setiap kali Dewaki melahirkan anak laki-laki, maka Kangsa langsung membunuh bayi tersebut. Hal ini berlangsung sampai enam kali. Pada kehamilan ketujuh, istri pertama Basudewa yang bernama Rohini datang menjenguk. Secara ajaib, kandungan Dewaki berpindah ke dalam rahim Rohini.
Pada saat kelahiran bayinya yang kedelapan—yang terjadi pada malam hari dan berjenis kelamin laki-laki—dewata memberikan bantuan kepada pasangan Basudewa dan Dewaki. Pintu penjara terbuka dan seluruh penjaga tertidur lelap. Dengan mudah, Basudewa membawa bayinya pergi untuk dititipkan kepada sahabatnya yaitu Nanda (Nandagopa) di Gokula. Setelah itu, Basudewa kembali ke penjara sambil membawa bayi perempuan anak Nandagopa.[6]
Esok paginya, Kangsa datang ke penjara untuk membunuh bayi Dewaki yang baru lahir. Saat hendak membunuhnya, bayi tersebut berubah menjadi Dewi Yogamaya, manifestasi Dewa Wisnu.[7] Sang dewi mengabarkan bahwa pembunuh Kangsa telah lahir, dan kini sedang berada dengan selamat di Gokula.[7] Bayi yang dilahirkan oleh Rohini dan Dewaki masing-masing tumbuh menjadi pemuda bernama Balarama dan Kresna. Keduanya dibesarkan oleh pasangan Nanda (mitologi) dan Yasoda di lingkungan pedesaan.[6]
Kematian
Dalam Bhagawatapurana dikisahkan bahwa Kangsa akhirnya mengetahui keberadaan dua putra Basudewa dan Dewaki yang selamat. Ia pun mengutus berbagai raksasa (antara lain Putana, Agasura, Kesin, Bakasura) untuk membunuh mereka, tetapi semuanya tidak berhasil. Pada akhirnya, Kangsa mengundang kedua anak tersebut ke Mathura dengan dalih menghadiri pesta perayaan. Ia mengutus Akrura untuk menjemput mereka. Ketika keduanya tiba di Mathura, Kangsa mencoba untuk membunuh mereka dalam suatu laga tarung melawan gajah dan pegulat. Namun ramalan dewata benar-benar menjadi kenyataan. Dalam sebuah perkelahian, justru Kresna yang berhasil membunuh Kangsa.
Pewayangan Jawa
Dalam pewayangan Jawa, Kangsa merupakan anak Basudewa raja Kerajaan Mandura. Adapun Ugrasena versi Jawa bukanlah mertua Basudewa, melainkan adik bungsunya. Dikisahkan bahwa Basudewa memiliki empat orang istri, yaitu Mahira, Rohini, Dewaki, dan Badraini. Suatu hari ketika Basudewa berburu di hutan, muncul seorang raja raksasa dari Kerajaan Guargra, bernama Gorawangsa yang menyamar sebagai dirinya dan bersetubuh dengan Mahira. Hal ini diketahui oleh Rukma adik Basudewa. Gorawangsa pun dibunuhnya. Basudewa yang mendengar laporan Rukma segera membuang Mahira ke hutan. Di sana ia melahirkan Kangsa dengan bantuan seorang pendeta raksasa bernama Anggawangsa. Mahira sendiri kemudian meninggal dunia.
Bayi Kangsa diubah menjadi dewasa dalam sekejap oleh Anggawangsa. Kangsa kemudian mendatangi Basudewa di Mandura untuk minta diakui sebagai anak. Kebetulan saat itu Mandura diserang oleh Suratrimantra adik Gorawangsa yang ingin menuntut balas. Kangsa berhasil mengalahkan Suratrimantra dan mendapat pengakuan dari Basudewa. Basudewa yang cemas melihat ambisi dan kesaktian Kangsa memutuskan untuk menitipkan anak-anaknya, yaitu Baladewa, Kresna, dan Subadra kepada pembantunya yang tinggal di desa Widarakandang, bernama Antagopa dan Sagopi.
Sementara itu, Kangsa telah diberi kedudukan sebagai adipati di Sengkapura oleh Basudewa. Suratrimantra yang kini mengabdi sebagai patih memberi tahu Kangsa bahwa ia sebenarnya adalah anak kandung Gorawangsa. Kangsa pun memutuskan untuk merebut takhta dari tangan Basudewa. Kangsa juga mengetahui kalau anak-anak Basudewa disembunyikan di Widarakandang. Ia mengirim prajurit untuk membunuh mereka. Namun karena tidak ada, yang jadi sasaran adalah Antagopa, yang ditangkap dan dibawa ke tempat Kangsa. Sedangkan Sagopi dan Subadra berhasil meloloskan diri. Sagopi dan Subadra yang dikejar prajurit Kangsa berhasil diselamatkan oleh Arjuna keponakan Basudewa. Mereka juga bertemu Baladewa dan Kresna yang masing-masing baru saja berguru ilmu kesaktian. Bersama-sama mereka menuju tempat Kangsa untuk membebaskan Antagopa.
Kangsa sendiri menantang Basudewa untuk mengadu jagoan, dengan syarat bahwa pihak yang jagoannya kalah harus menyerahkan takhta Mandura. Jagoan Kangsa tidak lain adalah Suratrimantra, sementara jagoan Basudewa adalah Bima (Bimasena), kakak Arjuna. Dalam pertandingan di atas panggung, Bima berhasil mengalahkan Suratrimantra. Namun begitu melihat Baladewa datang, Suratrimantra segera turun untuk membunuhnya. Baladewa dengan cepat lebih dulu membunuh raksasa itu. Melihat kematian pamannya, Kangsa segera menangkap Baladewa. Kresna mencoba menolong tetapi ikut tertangkap pula. Keduanya dicekik sampai lemas. Untuk menolong kedua kakaknya, Subadra berdiri di hadapan Kangsa, membuatnya terpesona sehingga lengah. Arjuna pun memanah dada Kangsa, sehingga Baladewa dan Kresna terlepas. Pada saat itulah Baladewa dan Kresna bangkit menyerang Kangsa dengan senjata masing-masing sehingga Kangsa tewas. Peristiwa ini dalam pewayangan dikenal dengan kisah Kangsa Adu Jago.
Kangsa meninggalkan gada yang sangat berat bernama Rujakpolo dan tidak ada seorang pun yang bisa memindahkannya, kecuali Bimasena. Oleh karena itu, gada pusaka tersebut kemudian menjadi milik Bima.
Silsilah
Silsilah keturunan Yadu (bangsa Yadawa) dalam Mahabharata dan Purana | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
|
Referensi
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaAiyangar1901
- ^ Madan Gopal (1990). K.S. Gautam, ed. India through the ages. Publication Division, Ministry of Information and Broadcasting, Government of India. hlm. 78.
Bhojapati. An epithet of Kamsa.
- ^ George M. Williams (2008). Handbook of Hindu Mythology. Oxford University Press. hlm. 178. ISBN 978-0-19-533261-2.
- ^ John Stratton Hawley; Donna Marie Wulff (1982). The Divine Consort: Rādhā and the Goddesses of India. Motilal Banarsidass. hlm. 374. ISBN 978-0-89581-102-8.
- ^ Devdutt Pattanaik (2018). Shyam: An Illustrated Retelling of the Bhagavata. Penguin Random House India. ISBN 978-93-5305-100-6.
- ^ a b c Alo Shome; Bankim Chandra Chattopadhyaya (2011). Krishna Charitra. V&S Publishers. ISBN 9789381384879.[rujukan terbitan sendiri]
- ^ a b Dev Prasad (2010). Krishna: A Journey through the Lands & Legends of Krishna. Jaico Publishing House. ISBN 9788184951707.