Perdagangan manusia

Revisi sejak 5 Februari 2023 03.28 oleh Arya-Bot (bicara | kontrib) (pembersihan kosmetika dasar)

Perdagangan manusia atau perdagangan orang adalah segala transaksi jual beli terhadap manusia. Menurut lembaga non-pemerintah yang menangani kasus perdagangan manusia di Amerika Serikat National Human Trafficking Hotline yang dimaksud perdagangan orang yaitu:

Perdagangan manusia merupakan salah satu kasus kejahatan yang terjadi di lintas negara ketika pelaku menggunakan kekerasan, penipuan, atau paksaan untuk mengendalikan orang lain dengan tujuan (untuk) melakukan tindakan komersialisasi seks atau meminta tenaga kerja atau layanan yang bertentangan dengan keinginannya. Untuk kasus pekerja seks di bawah umur 18 tahun, tidak diperlukan unsur kekerasan, penipuan, atau paksaan tetapi tetap dianggap sebagai tindak pidana perdagangan manusia.[1][2]

Sementara itu menurut Departemen Keamanan Pemerintah Amerika Serikat, Homeland Security perdagangan manusia kerap meiibatkan kekerasan dan paksaan yang tujuannya adalah eksploitasi, yang tujuannya satu, yakni untuk mendapatkan keuntungan ekonomi bagi pelaku. Selain menggunakan kekerasan dan paksaan, pelaku juga bisa menjerat korban dengan manipulasi dan penipuan dengan iming-iming keuntungan.[3][4]

Jill Coster van Voorhout, pengajar di Universitas Amsterdam sedang memberikan pemaparan terkait perdagangan manusia.

Dalam Protokol Palermo ayat tiga definisi aktivitas transaksi perdagangan manusia pada umumnya meliputi:

  • perekrutan
  • pengiriman
  • pemindah-tanganan
  • penampungan atau penerimaan orang
Skema yang menunjukkan perdagangan manusia global dari negara asal dan tujuan
Negara asal
  • Kuning: Menengah
  • Jingga: Tinggi
  • Merah: Sangat Tinggi

Negara tujuan
  • Biru muda: Tinggi
  • Biru: Sangat tinggi
Negara yang ditampilkan dalam warna abu-abu bukanlah negara asal atau negara tujuan
Sebuah peta dunia yang menunjukkan situasi legislatif di berbagai negara untuk mencegah perdagangan perempuan pada 2009 hingga 2009 according to WomanStats Project.
  • Abu-abu: Tidak ada data
  • Hijau: Perdagangan manusia illegal dan langka terjadi
  • Kuning: Perdagangan manusia illegal, tetapi masih kerap terjadi
  • Ungu: Perdagangan manusia illegal, tetapi masih cukup sering terjadi
  • Biru: Perdagangan manusia tidak sepenuhnya illegal dan masih dipraktekkan
  • Merah: Perdagangan manusia tidak illegal dan masih dipraktekkan secara umum[5]

Perdagangan manusia dapat menjadi tindak kriminal lintas negara, umunya berupa penyelundupan manusia melalui perbatasan tidak resmi. Dalam proses penyelundupan itu para korban dipaksa untuk meninggalkan tempat asalnya. Hal ini membuat perdagangan manusia menjadi tindak kriminal lintas negara ketiga terbesar di dunia setelah perdagangan narkoba dan senjata. Selain itu dalam beberapa penelitian, perdagangan manusia dikatakan sebagai aktivitas kriminal terorganisir paling pesat di dunia perkembangannya.[6]

Berdasarkan laporan tahunan yang dirilis Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat pada tahun 2018-2019, ada beberapa negara dengan predikat terbutuk dalam menangani kasus perdagangan manusia. Negara-negara dengan predikat terburuk dalam menangani perdagangan manusia antar lain: Belarusia, Rusia, Iran, dan Turkmenistan.[7]

Penyebab

Praktik perdagangan manusia seperti halnya konsep pasar pada umumnya, yaitu karena adanya prinsip dasar ekonomi, penawaran dan permintaan (supply and demand). Misalkan dalam pasar tenaga kerja yang melibatkan praktik perdagangan manusia dapat muncul karena beberapa latar belakang seperti kemiskinan, pendidikan rendah, dan pengangguran.[8]

Secara sederhana ada beberapa alasan mengapa perdagangan manusia dapat terwujudkan, hal ini dapat dilihat dari tiga karakteristik pasar berdasarkan permintaan dan penawaran itu sendiri, yaitu:[9]

  1. Tenaga kerja murah, semakin baik.
  2. Resiko rendah, imbalan tinggi.
  3. Permintaan atas kebutuhan seksual.

Dalam pasar perdagangan manusia ini para korban hanya dianggap sebagai komoditas oleh para pelaku. Selain itu adanya penawaran dan permintaan, faktor lainnya yang mendukung keberadaan pasar perdagangan manusia adalah pecahnya konflik dan krisis politik, korupsi yang terlembaga, hingga kemajuan teknologi dan pesatnya globalisasi.[8]

Kategorisasi

Jenis Pasar

Menurut Interstate Commision for Juvenile tindakan kriminal perdagangan manusia memiliki konsep yang sistematis dan terstruktur. Setidaknya ada dua jenis pasar utama dalam praktik perdagangan manusia, antara lain:[10]

  1. Perdagangan seksual, yaitu suatu tindakan yang termasuk di dalamnya perekrutan, pengiriman, penyerahan, penguasaan korban dengan tujuan untuk dieksploitasi secara seksual, secara paksa dan dengan kekerasan.
  2. Perdagangan tenaga kerja, yaitu suatu tindakan yang termasuk di dalamnya perekrutan, pengiriman, penyerahan penguasaan korban dengan tujuan eksploitasi sebagai sumber tenaga kerja murah atau dijadikan sebagai budak.

Selain dua jenis pasar di atas, ada satu konsep lainnya yang sering dijelaskan secara terpisah, yaitu perdagangan anak. Secara singkat, perdagangan anak dapat dikatakan sebagai tindakan berupa perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian, atau penerimaan anak untuk tujuan eksploitasi guna mendapatkan keuntungan bagi para pelaku perdagangan manusia. Eksploitasi yang dapat terjadi pada anak seperti dijadikan Pekerja Seks Komersial (PSK), buruh gratis, pornografi anak, adopsi ilegal, pengantin paksa, tentara anak-anak, atlet ilegal, hingga penjualan organ tubuh.[4]

Jangkauan Wilayah

Menurut United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) alur perdagangan manusia dapat dikategorikan menjadi dua jenis sesuai dengan kapasitas dan jangkauan wilayahnya, yaitu:[9]

  1. Intraregional, artinya asal dan tujuan korban perdagangan manusia berada dalam wilayah yang sama atau subregion yang sama. Umumnya lebih sulit dideteksi pusat operasinya. Korbannya cenderung diperdagangkan dari negara yang miskin ke negara yang relatif lebih makmur.
  2. Transregional, artinya asal dan tujuan korban perdagangan manusia sudah berada di luar wilayahnya atau lintas regional. Arus perdagangan ini terdeteksi di negara-negara kaya di Timur Tengah, Eropa Barat, dan Amerika Utara. Korbannya biasanya didatangkan dari regional yang cenderung lebih miskin, seperti Asia Selatan dan Sub-Sahara Afrika.

Perdagangan Manusia di Indonesia

Dalam kasus perdagangan manusia, Indonesia dapat dikatakan sebagai salah satu negara yang menjadi tujuan sekaligus tempat asal para korban. Salah satu lembaga negara yang menjadi garda terdepan dalam memerangi perdagangan manusia adalah Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemenlu RI), khususnya untuk mencegah dan menanggulangi perdagangan manusia lintas negara.

Berdasarkan data yang dihimpun bersama antara Kemenlu RI dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat (Kedubes AS), Kemenlu RI berhasil menerima laporan beberapa kasus perdagangan manusia di Indonesia.[11] Berikut ini adalah grafik data kasus perdagangan manusia dari dan ke Indonsia yang diterima oleh Kemenlu RI dan dihimpun dalam laporan tahunan perdagangan orang Kedubes AS. Tabel diatas menunjukkan jumlah kasus perdagangan manusia secara umum yang dicatat oleh Kemenlu RI dan Kedutaan Besar Amerika Serikat (Kedubes AS) untuk Indonesia. Jumlah tersebut menunjukkan data dari tahun 2016 hingga 2021 secara general atau tidak terbagi-bagi dalam kategori atau jenis perdagangan manusianya. Pada 2016 ada 478 kasus yang diterima oleh Kemenlu, kemudian menurun pada 2017 di angka 340 dan pada 2018 sempat menyentuh angka 164. Namun angkanya naik lagi pada 2019 menjadi 259 dan pada 2020 menjadi 383.[12]

Perdagangan Anak

Sementara itu untuk kasus perdagangan manusia khusus kategori perdagangan anak, Indonesia juga terbilang cukup tinggi. Berikut ini adalah data perdagangan anak-anak yang telah dihimpun oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mulai dari 2016 hingga Januari-April 2021.[13]Tabel diatas merupakan jumlah kasus perdagangan manusia yang menjadikan anak-anak sebagai objek eksploitasi. Pada tahun 2016 ada 340 kasus yang diterima oleh KPAI, jumlah tersebut naik sedikit di tahun 2017 menjadi 347. Di tahun 2018 angkanya turun menjadi 329 kasus, kemudian turun lagi pada 2019 menjadi 244 dan turun lagi di tahun 2020 menjadi 149 kasus. Namun jumlah kasus kembali naik menjadi 234 pada medio 2021 silam.[14]

Perdagangan Manusia Terhadap Pekerja Migran asal Indonesia

Jumlah aduan kasus perdagangan manusia terhadap pekerja migran Indonesia ke Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) selama periode 2016-2018 di 4 negara yang paling banyak menerima para Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Jumlah tersebut masih didominasi oleh Malaysia, yaitu sebanyak 1535 pada tahun 2016, 1704 pada 2017, dan meningkat pesat pada 2018 menjadi 3133 kasus. Sementara itu pengaduan dari Taiwan pada 2016 sebanyak 442, sempat naik pada 2017 di angka 622, tetapi kemudian turun lagi di tahun 2018 menjadi 272. Kemudian Arab Saudi sempat tinggi pada 2016 yaitu mencapai 1145 aduan, namun menurun drastis menjadi 874 di tahun 2017 dan penurunan aduan dilanjut lagi menjadi 441 di tahun 2018. Terakhir adalah Uni Emirat Arab (UEA) yang angkanya dapat dikatakan paling rendah diantara tiga negara lainnya, yaitu 314 aduan pada 2016, terus menurun pada 2017 di angka 199 dan kemudian pada 2018 hanya 28 aduan.[15][16]

Upaya Melawan Perdagangan Manusia

Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) membentuk sebuah unit yang bernama Counter Trafficking Unit. Di Indonesia sendiri, unit IOM ini tugas utamanya adalah mendampingi dan memberi bantuan bagi para korban perdagangan manusia agar bisa kembali pulang dan mendapatkan hak-haknya. Bahkan tidak hanya bertugas untuk memberikan perlindungan dan bantuan hukum saja, unit ini juga melakukan advokasi terhadap sistem perundang-undangan hingga peraturan daerah yang terkait pemberantasan perdagangan manusia.[17]

Pada 2016 IOM juga meluncurkan program kampanye untuk melawan perdagangan manusia yang disebut IOM X. Melalui IOM X, organisasi berinisiatif melalui multimedia berupa film yang diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat terkait keimigrasian, termasuk akan bahaya perdagangan manusia. Pusat kampanye yang terletak di Bangkok, Thailand ini memang ditujukan untuk kawasan Asia Tenggara, sehingga Indonesia turut berperan dalam kampanye ini. Melalui IOM X pula banyak pihak yang turut berkolaborasi aktif dalam tujuan-tujuan organisasi melawan perdagangan manusia, salah satunya adalah lembaga donor milik pemerintah Amerika Serikat, United States Agency for International Development (USAID).[18][19]

Referensi

  1. ^ "National Human Trafficking Hotline". National Human Trafficking Hotline (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-02-05. 
  2. ^ Khoirunnisa, Aroika (2022), hlm. 14.
  3. ^ "What Is Human Trafficking? | Homeland Security". www.dhs.gov. Diakses tanggal 2022-02-24. 
  4. ^ a b Khoirunnisa, Aroika (2022), hlm. 7.
  5. ^ WomanStats Maps, Woman Stats Project.
  6. ^ Shelley, Louise (2010). Human Trafficking: A Global Perspective (PDF). Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 2. 
  7. ^ "The Worst Countries For Human Trafficking". RadioFreeEurope/RadioLiberty (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-02-05. 
  8. ^ a b Khoirunnisa, Aroika (2022), hlm. 7-8.
  9. ^ a b Khoirunnisa, Aroika (2022), hlm. 8.
  10. ^ Khoirunnisa, Aroika (2022), hlm. 6.
  11. ^ Khoirunnisa, Aroika (2022), hlm. 36.
  12. ^ "2021 Trafficking in Persons Report". Kedutaan Besar dan Konsulat AS di Indonesia. Diakses tanggal 2022-02-05. 
  13. ^ Khoirunnisa, Aroika (2022), hlm. 37.
  14. ^ Rizaty, Monavia Ayu. "Kasus Eksploitasi dan Perdagangan Anak Kembali Meningkat hingga April 2021". Katadata. Diakses tanggal 2022-02-05. 
  15. ^ "The Profile of Trafficking in Persons in the Border Area of Kalimantan | IOM Indonesia". indonesia.iom.int. Diakses tanggal 2022-02-05. 
  16. ^ Khoirunnisa, Aroika (2022), hlm. 39.
  17. ^ Khoirunnisa, Aroika (2022), hlm. 46-47.
  18. ^ "IOM X Meluncurkan Video Untuk Mencegah Eksploitasi Terhadap Pekerja Rumah Tangga | Siaran Pers | Indonesia | U.S. Agency for International Development". www.usaid.gov. 2017-06-12. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-02-23. Diakses tanggal 2022-02-23. 
  19. ^ Khoirunnisa, Aroika (2022), hlm. 40.

Daftar Pustaka