Bahasa Jawa Surabaya

bagian dari rumpun bahasa Austronesia

Bahasa Jawa Surabaya (bahasa Jawa: ꦱꦸꦫꦧꦪ​ꦲꦤ꧀, translit. Suroboyoan) adalah salah satu dialek dari bahasa Jawa dalam rumpun kontinum dialek Arekan yang dituturkan di wilayah Surabaya Raya (wilayah metropolitan yang mencakup Kota Surabaya dan sekitarnya), Indonesia.

Bahasa Surabaya
Suroboyoan
ꦱꦸꦫꦧꦪ​ꦲꦤ꧀
Jawa Surabaya
Pengucapanpengucapan bahasa Jawa: [sʊɾɔbɔjɔʷʌn]
Dituturkan diIndonesia
WilayahSurabaya Raya
EtnisMultietnis (mayoritas beretnis Jawa)
Penutur
± 3.5 juta (2019)[1]
Lihat sumber templat}}
Beberapa pesan mungkin terpotong pada perangkat mobile, apabila hal tersebut terjadi, silakan kunjungi halaman ini
Klasifikasi bahasa ini dimunculkan secara otomatis dalam rangka penyeragaman padanan, beberapa parameter telah ditanggalkan dan digantikam oleh templat.
Posisi bahasa Jawa Surabaya dalam harap diisi Sunting klasifikasi ini 

Catatan:

Simbol "" menandai bahwa bahasa tersebut telah atau diperkirakan telah punah
Bentuk awal
Dialek
Surabaya Nyel
Surabaya Peranakan
Status resmi
Bahasa resmi di
Surabaya (semi resmi)
Diakui sebagai
bahasa minoritas di
Diatur oleh Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan
  • Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur
Kode bahasa
ISO 639-3Mencakup:
- – Surabaya Nyel
pea – Surabaya Peranakan
Glottologsura1245[2]
Linguasfer31-MFM-ahg
Lokasi penuturan
Frameless
Peta
Peta
Perkiraan persebaran penuturan bahasa ini.
Koordinat: 7°15′26.888″S 112°45′7.520″E / 7.25746889°S 112.75208889°E / -7.25746889; 112.75208889 Sunting ini di Wikidata
Artikel ini mengandung simbol fonetik IPA. Tanpa bantuan render yang baik, Anda akan melihat tanda tanya, kotak, atau simbol lain, bukan karakter Unicode. Untuk pengenalan mengenai simbol IPA, lihat Bantuan:IPA.
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  Lihat butir Wikidata  Info templat

Bahasa ini merupakan bahasa perantara yang telah dituturkan oleh masyarakat multietnis wilayah Surabaya Raya sejak zaman dahulu kala.

Klasifikasi

Secara genealogis, bahasa Jawa Surabaya merupakaan variasi dari bahasa Jawa Timur yang bergolong kedalam rumpun kontinum dialek Arekan (serumpun dengan bahasa Jawa Malang-Pasuruan) yang merupakan sebuah rangkaian dialek berserumpun yang secara umum penuturnya dapat ditemui di wilayah Surabaya Raya dan Malang Raya hingga ke Pasuruan.

Fonologi

Bahasa Jawa Surabaya memiliki keunikan fonologi yang membedakannya dengan berbagai macam dialek bahasa Jawa lainnya. Beberapa karakteristik fonologis dapat ditengarai dalam ragam bahasa ini, diantaranya meliputi:

  • Penebalan bunyi */aː/ dalam Proto-Jawanik menjadi [ɔ] dalam suku kata akhir kata terbuka
    • asta menjadi asto [ʔast̪ɔ], artinya "tangan"
    • sida menjadi sido [sɪd̪ʰɔ], artinya "berhasil"
  • Penebalan bunyi */aː/ dalam Proto-Jawanik menjadi [ɔ] dalam suku kata akhir kata terbuka dan vowel sebelumnya
    • sanga menjadi songo [sɔŋɔ], artinya "sembilan"
    • landa menjadi londo [lɔnd̪ʰɔ], artinya "Belanda"
  • Penipisan bunyi */uː/ dalam Proto-Jawanik menjadi [oː] dan */iː/ menjadi [ɛ] dalam suku kata tertutup terakhir, dengan asimilasi regresif:
    • gunung menjadi gonong [gʊnoːŋ → goːnoːŋ], artinya "gunung"
    • tikus menjadi tekos [t̪ɛkoːs], artinya "tikus"
  • Pelemahan bunyi /aː/ menjadi [ə]
    • cedakcedek [cəd̪əʔ], artinya "dekat"
    • patangpeteng [pət̪əng], artinya "empat ..."
    • Tetapi pelemahan bunyi tidak bersifat alofon: contohnya pada terminologi arang-arang [ʔaːɾaːŋ-ʔaːɾaːŋ] tidak berubah menjadi areng-areng [ʔaːɾəŋ-ʔaːɾəŋ] karena adanya kata serupa yang bermakna beda
  • Konsonan letup celah-suara paragoge dalam kata akhir vokal
    • aja menjadi ojok [ʔɔd͡ʒʰɔʔ], artinya "jangan"
    • tuwa menjadi tuek [t̪ʊʷɛʔ], artinya "tua"
  • Konsonan letup celah-suara menggantikan konsonan suku kata terakhir
    • nonton menjadi nontok [nɔntɔʔ], artinya "melihat"
    • dhuwit menjadi duek [d̪ʰʊʷɛʔ], artinya "uang"
  • Penghilangan bunyi /w/ di depan dan di tengah kata
    • weruh menjadi ero [əɾɔ], artinya "tahu"
    • wae menjadi ae [aːeː], artinya "saja"
    • gawe menjadi gae [gaːɛ], artinya "buat, untuk, bagi"
    • kawit menjadi kaet [kaɛt], artinya "sejak, barusan"
  • Stop bilabial digantikan dengan stop velar
    • buwang menjadi guwak [gʰʊʷaːʔ], artinya "buang"
    • durung menjadi gorong [goːɾoːŋ], artinya "belum"

dan seterusnya.

Unggah-ungguh

Bahasa Jawa secara umum memiliki tiga tingkatan kebahasaan yang digunakan berdasarkan perbedaan hirarki dalam sistem sosiokultural masyarakat Jawa, yakni krama/inggil (tingkat tinggi), madya (tingkat menengah), dan ngoko (tingkat rendah). Akan tetapi, dalam bahasa Jawa Surabaya tingkatan kebahasaan tersebut mengalami penyederhanaan menjadi dua tingkat yakni madya (tingkat menengah) dan ngoko (tingkat rendah) saja, atau bahkan dalam beberapa konteks ekstrim hanya tingkatan ngoko (rendah) saja yang digunakan dalam perbincangan.

Fenomena kebahasaan yang tidak lazim bagi para penutur bahasa Jawa pada umumnya tersebut menjadikan bahasa Jawa Surabaya kerap dipandang sebagai bentuk bahasa Jawa paling tidak sopan bila dibandingkan dengan rumpun bahasa Jawa Timur lainnya, atau terlebih lagi bila dibandingkan dengan rumpun bahasa Jawa Tengah. Namun demikian, taraf penerimaan akan bahasa Jawa Surabaya bagi masyarakat etnis Jawa di Malang Raya (dan juga mencakup Pasuruan) masih dapat ditolerir dan dilazimkan dikarenakan ragam bahasa Jawa yang dituturkan di daerah-daerah tersebut masih berserumpun dengan bahasa Jawa Surabaya, yakni tergolong ke dalam rumpun kontinum dialek Arekan.

Bila dibandingkan dengan rumpun bahasa Jawa Tengah secara umum, pemaknaan akan tingkat ngoko (rendah) itu sendiri dalam bahasa Jawa Surabaya dan rumpun bahasa Jawa Tengah dapatlah mempunyai perbedaan yang mencolok. Misalnya, apa yang dianggap sebagai tingkatan ngoko di Jawa Tengah mungkin dapat dipresepsikan sebagai tingkatan yang sopan (madya maupun krama) bagi masyarakat Surabaya; salah satu contohnya yakni kata ndeleng (yang berarti "melihat") dapat dianggap sebagai suatu kata dalam tingkat madya ataupun krama oleh penutur bahasa Jawa Surabaya, sedangkan penutur bahasa Jawa Surakarta akan menganggap kata tersebut sebagai varian kata paling kasar atau tidak sopan (ngoko).

Lihat juga

Referensi

  1. ^ "Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surabaya". 
  2. ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Surabaya". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History. 

Catatan

Bibliografi

Buku

  • An Inscription from the Kawi Or Ancient Javanese Language, Taken from a Stone Found in the District of Surabaya on Java [Prasasti Bahasa Kawi Atau Jawa Kuno, Diambil dari Batu yang Ditemukan di Kabupaten Surabaya di Pulau Jawa] (dalam bahasa Inggris). Bataviaasch Genootschap der Kunsten en Wetenschappen. 1816. 
  • Morfofonemik Bahasa Jawa Dialek Surabaya [Morphophonemic of Surabaya Javanese]. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1999. ISBN 9794599670. 

Jurnal

  • "Bahasa Jawa Dialek Surabaya: Warisan Jati Diri Masa Lalu, Kini, dan Kelak" [Surabaya Javanese: Cultural Identity Heritage of the Past, Present, and Future]. Mabasan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 6 (1). 2012. 
  • Daniel Krauße (2015). "Features of Surabaya Javanese (Suroboyoan)" [Fitur-fitur Bahasa Jawa Surabaya (Suroboyoan)] (dalam bahasa Inggris). Bandung: International Symposium on the Languages of Java 5. 
  • D. Krausse (2018). "Polite Vocabulary in Surabaya Javanese" [Vokabuler Sopan Santun dalam Bahasa Jawa Surabaya] (dalam bahasa Inggris). doi:10.17510/WACANA.V19I1.615. 
  • Lexical and Phonological Differences in Javanese of Probolinggo, Surabaya, and Ngawi [Perbedaan Leksikal dan Fonologis dalam Bahasa Jawa Probolinggo, Bahasa Jawa Surabaya, dan Bahasa Jawa Ngawi]. Journal of Language Teaching and Research (dalam bahasa Inggris). 11. Academy Publication Co., LTD. 2020. 
  • "The Role of Surabaya Javanese" [Peranan Bahasa Jawa Surabaya]. Proceeding Of Conference On English Language Teaching, Applied Linguistics, And Literature (dalam bahasa Inggris). 2021. 

Pranala luar