Halim Ambiya

pendakwah, pendiri dan pengasuh Pondok Tasawuf Underground di Indonesia

Abdul Halim Ambiya atau biasa dikenal Halim Ambiya (lahir di Indramayu, Jawa Barat, 12 Juli 1974) adalah pendiri dan pengasuh Pondok Tasawuf Underground di Indonesia. Melalui gerakan dakwah yang merangkul dan membina kaum marjinal dari kalangan punk dan jalanan ini, namanya mulai dikenal luas. Ustadz Halim Ambiya menjadikan ilmu tasawuf dan psikoterapi sebagai pendekatan untuk mendidik anak-anak punk dan jalanan di sekitar Jabodetabek agar terbebas dari bahaya narkoba dan psikotropika. Dia masuk ke kolong-kolong jembatan, stasiun, terminal, dan lokasi tempat mereka berhimpun untuk diajak mengaji dan meninggalkan sisi gelap jalanan.

Halim Ambiya
Berkas:Halim Ambiya.jpg
Halim Ambiya di sela-sela pengajian Pondok Tasawuf Underground, 19 Desember 2020.[1]
Lahir12 Juli 1974 (umur 50)
Indramayu, Jawa Barat, Indonesia
KebangsaanIndonesia
PendidikanMadrasah Ibtidaiyyah Tarbiyah wa Ta'lim, Bugis, Anjatan, Indramayu
Madrasah Tsanawiyah GUPPI, Bugis, Anjatan, Indramayu
Pondok Pesantren Modern Gading Kroya, Cilacap
SMA Muhammadiyah Haurgelis, Indramayu
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
International Institute of Islamic Thought and Civilization, Kuala Lumpur, Malaysia
Dikenal atasPengasuh Pondok Tasawuf Underground, Direktur Salima Publika
Suami/istriHerlina Kamba
AnakMutiara Timur Baginda
Saka Lintang Pangeran
Fatih Bumi Paduka
PenghargaanPeople and Inspiration Awards 2022
Facebook: tasawufunderground Instagram: tasawufunderground Modifica els identificadors a Wikidata

Sebagai pengamal dan juru dakwah Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN) Pondok Pesantren Suryalaya, Kyai Halim Ambiya mengaku menggunakan "Konsep Inabah" yang diajarkan Guru Mursyid Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin (Abah Anom) dalam melakukan terapi ruhani terhadap santrinya. Dia menggunakan metode dzikir, shalat, dan hidroterapi untuk menyadarkan anak-anak binaannya dan melepas ketergantungan mereka pada narkoba dan psikotropika.

Halim Ambiya menamakan program dakwahnya dengan istilah Pengenalan Peta Jalan Pulang. Melalui program ini, santri binaannya tak hanya diajarkan pendidikan ruhani melalui shalat, dzikir, pembacaan Al-Quran dan kitab-kitab, tetapi juga dengan melakukan pemberdayaan ekonomi dan sosial. Anak-anak punk dan jalanan binaannya diberi pembekalan dan pelatihan, serta praktik kewirausahaan. Kini, Pondok Tasawuf Underground telah memiliki lini usaha kafe, laundry, sablon, bengkel motor, cucian mobil, penjualan buah-buahan, dan penjualan motor custom.

Tokoh agama yang inspiratif ini mengawali kariernya sebagai wartawan dan dosen, bahkan dia pun dikenal dikenal sebagai penulis dan editor buku-buku keislaman. Di tengah kesibukannya berdakwah dan membina santri-santri punk, Halim Ambiya hingga sekarang masih menggeluti dunia penerbitan buku.

Kehidupan Pribadi

Halim Ambiya, pendakwah yang mendedikasikan ilmu dan amalnya untuk merangkul, mendidik dan mengajar anak-anak punk dan jalanan ini terlahir dari keluarga santri. Sejak belia, putra kedua pasangan Abdul Wahid dan Muslihah ini mendapat pendidikan agama langsung dari kakek dan paman-pamannya; KH. Abdul Muin ZA, KH. Zaenal Arifin Said, Kyai Hasan Basyari, dan Kyai Tarmidzi.

Selain mengikuti pendidikan Sekolah Dasar (SD) di pagi hari di Desa Bugis, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu, Halim kecil juga menempuh pendidikan agama di lembaga yang didirikan oleh sang kakek (KH. Abdul Muin)—sebuah lembaga yang dikenal dengan "Yayasan Dewi Sartika." Di sore hari, dia pun mengikuti pelajaran agama di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Tarbiyah wa Ta'lim yang didirikan keluarganya tersebut. Setelah menamatkan SD dan MI sekaligus, Halim melanjutkan Madrasah Tsanawiyah (MTs) GUPPI Bugis pada yayasan serupa.

Saat ditanya mengenai keberaniannya untuk berdakwah di kalangan preman bertato, Halim menyebut bahwa keberaniannya sudah didapat dari kakek dan pamannya. "Dulu di zaman Operasi Petrus, di sungai desa saya menjadi tempat pembuangan mayat para korban operasi itu, Hampir tiap minggu saya melihat mayat. Kebanyakan penjahat yang mati itu bertato. Maka, banyak preman bertato yang tidak ada sangkut pautnya dengan kejahatan berat merasa ketakutan. Nah, akhirnya ada saja preman bertato yang menjadi santri kakek saya. Jadi, saya sudah biasa bergaul dengan preman sejak kecil," aku Halim.

Kecintaannya terhadap ilmu agama pun kian berlanjut. Halim Ambiya melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Gading, Kroya, Cilacap di bawah asuhan KH. Amin Ma'mun Basya. Pesantren yang menggabungkan sistem pendidikan salaf (tradisional) dan khalaf (modern) ditempuh dari tahun 1989-1993. Halim tidak hanya mendapatkan pelajaran berbasis kurikulum ala Kulliatul Mua'limin Al-Islamiyah (KMI) Gontor, tetapi juga mendapat pengayaan pengajaran kitab-kitab thuras ala pesantren Nahdliyyin.

Di tahun 1994, Halim Ambiya mengikuti pendidikan formal di SMA Muhammadiyah, Haurgeulis, Indramayu. Bukan tanpa alasan dirinya menamatkan SMA di lembaga tersebut, sebab dirinya lahir di tengah keluarga aktivis NU dan Muhammadiyah. Halim Ambiya sering memberi ceramah di masjid-masjid Muhammadiyah dan NU di Indramayu. "Jadi, nenek saya ketua Muslimat NU di desa, kakek pengurus NU, ada paman yang jadi Ketua Ranting Muhammadiyah, ada juga yang menjadi kepala sekolah Muhammadiyah, Kita asyik saja. Bisa dikatakan saya ini Muhammad NU," kata Halim.

Pendidikan

Pada tahun 1994, Halim Ambiya memulai kuliahnya di Fakultas Ushuluddin, Jurusan Akidah dan Filsafat, IAIN/UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pengenalan pada ilmu tasawuf banyak ia dapatkan di bangku kuliah. Menurutnya, di masa itu kurikulum dan silabus di jurusannya banyak memuat matakuliah terkait tasawuf. Hampir 50 persen dari beban SKS di Jurusan Akidah dan Filsafat mengajarkan matakuliah Tasawuf, Akhlak, Aliran-aliran Pemikiran dalam Islam, Tafsir dan Hadis tentang tasawuf.

"Alhamdulillah saya bersyukur dapat menimba ilmu dari guru-guru mulia. Saya mendapatkan matakuliah Ilmu Tasawuf 2 semester dari Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siroj, M.A. Kuliah tafsir dari Prof. Dr. KH. Sayyid Aqil al-Munawwar dan Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Ya'qub. Ulumul-Quran dari Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar. Bahkan saya mendapat matakuliah Tafsir Tasawuf dari KH. Saepuddin Amsir. Begitu juga dengan matakuliah Ilmu Tasawuf dan Filsafat Islam, alhamdulillah saya mendapat dari Prof. Dr. Rd. Mulyadhi Kartanegara, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, dan Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer," ungkapnya.

Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Ciputat ini mendapat kesempatan menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Ushuluddin IAIN Jakarta di tahun 1997-1998, sebuah periode bersejarah bagi para aktivis ketika itu. Setelah meletus Reformasi '98 dan sebelum menamatkan pendidikanya, Halim Ambiya sudah memulai kariernya di dunia jurnalistik sejak tahun 1998. Dia bergabung menjadi wartawan Jawa Pos Group.

Kecintaannya pada ilmu tasawuf pun kian bertambah di akhir penyelesaian kuliahnya. Halim Ambiya merasa terpikat dengan KItab Risalah Al-Laduniyah karya Imam al-Ghazali hingga memperdalam filsafat ilmu dalam Islam pada penelitian ilmiahnya. Skripsinya berjudul "Epistemologi Islam; Suatu Gagasan Naquib Al-Atas tentang Islamisasi Ilmu," akhirnya menjadi jalan untuk mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah program pascasarjana di Negeri Jiran, yakni di ISTAC, Kuala Lumpur, Malaysia--sebuah institusi pendidikan tinggi yang didirikan oleh Sayid Muhammad Naquib al-Attas.

Halim Ambiya mengikuti program studi Sejarah dan Kebudayaan Islam di ISTAC selama 4 tahun. "Saya benar-benar seperti masuk pesantren lagi di ISTAC. Ini kampus internasional. Tradisi thuras di kampus ini luar biasa. Dan, perpustakaan ISTAC itu lengkap sekali. Bayangkan, manuskrip-manuskrip dari Perpustakaan Nasional Bosnia saja diboyong ke kampus ini. Di samping mendapat bimbingan langsung dari Prof Alattas dan Prof Dr Wan Mohammad Nor Wan Daud, kami banyak mendapat pengajaran profesor-profesor dari berbagai negara, seperti Turki, Sudan, Iran, Belanda, Jerman dan Amerika Serikat," tutur Halim.

"Saya merasa banyak mendapat berkah ilmu di Kuala Lumpur. Karena itu, pengalaman saya di Kuala Lumpur ini saya abadikan dalam novel saya berjudul Sor Baujan dan Novel Indon Menjerit," ujarnya lagi. Di ISTAC ini, Halim Ambiya merasa banyak belajar dan mengkaji tentang sejarah dan kebudayaan Islam di Nusantara, hal ini tampak jelas dalam cerita novelnya. Dirinya memiliki minat yang besar terhadap manuskrip-manuskrip Melayu mengenai tasawuf dan thariqah yang terdapat di Malaysia, yang tidak didapatkan di Indonesia.

Karier

Kecintaannya pada dunia penelitian dan penyuntingan buku-buku keislaman mulai berlanjut sepulang dari Malaysia. Halim Ambiya mulai terlibat dalam sejumlah penelitian, penerjemahan dan penyuntingan buku-buku keislaman. Sejak 2007, dia bergabung sebagai editor freelance di Hikmah, Mizan Publika. Lalu terus berkembang menjadi freelance editor di Yudisthira, RM Books, Ufuk Publishing House, Serambi, Penerbit buku Republika, dan Penerbit Buku Kompas.

Karya-karya penyuntingan buku-bukunya bertengger di rak buku-buku Gramedia, Gunung Agung, dan toko buku utama lainnya. Lebih dari 80 judul buku pernah disunting melalui kepiawaiannya. Halim Ambiya tak hanya menyunting buku-buku Islaman, namun juga buku-buku sosial-politik, ekonomi Islam, psikologi, dan sejarah.

Beberapa karya penyuntingannya antara lain; Psikologi Beragama (Komaruddin Hidayat), Soraya Clues; Jejak-jejak Perjalanan Jiwa (Soraya Haque), Opick; Oase Spiritual dalam Senandung (Opick), Bangkit dari Terpuruk (Masriyah Amva), Indahnya Doa Rasulullah Bagiku (Masriyah Amva), dll.

Berkat kepiawannya dalam penyuntingan buku, di tahun 2009-2010, Halim Ambiya dipercaya menjadi Redaktur Pelaksana di Rakyat Mereka Magazine, sebuah majalah bulanan yang memuat biografi tokoh-tokoh nasional.

Halim Ambiya pun pernah mengabdikan dirinya untuk membantu mengajar di almamaternya. Namun, tidak di fakultas dimana dia kuliah dulu. Dia menjadi asisten Prof Dr. Salam Harun,MA untuk mengajar mata kuliah tafsir di Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyar, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dari tahun 2007-2012.

Pada tahun 2012 akhir, Halim Ambiya mendirikan perusahaan penerbitan sendiri yang dia namakan Salima Publika. Dia mulai fokus menerbitkan buku-buku keislaman. Diantara buku yang diterbitkan oleh penerbit ini antara lain; Dahsyatnya Doa (Muhammad Agus Syafii), Mukjizat Huruf - Huruf Al-Qur'an (Didik Suharyo), Sunan Gunung Djati (Dadan Wildan), Sirrul Asrar; Rasaning Rasa (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, terj KH Zezen Zaenal Abidin Bazul Asyhab), Tafsir Al-Jailani (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani-terjemah), Wisdom Traveler (Imam Arkananto), DISC; The Soul of Selling (Evilin Kumala Warangian), dll.


Perjalanan Karier:

Tasawuf Underground

Komunitas Tasawuf Underground

Komunitas Tasawuf Underground adalah sekumpulan orang yang ingin belajar ilmu tasawuf di media sosial secara underground. Komunitas ini di media sosial Facebook dan Instagram oleh Ustaz Halim pada tahun 2012. Halim mengunggah kalimat-kalimat hikmah dari para tokoh sufi terdahulu seperti Syekh Abdul Qadir al-Jailani, Syekh Ibnu Arabi, Syekh Ibnu Atha'illah, Imam al-Ghazali, Imam al-Qusyairi, Imam Syafi'i, dan Maulana Jalaluddin Rumi di akun media sosial Tasawuf Underground.

Selain berdakwah melalui media sosial, Halim kerap mengadakan pengajian dari kafe ke kafe di Jakarta. Pengajian ini dinamakan "Sufi After Hours".

Mendekati Anak Punk dan Jalanan

Dia tidak menduga, anak punk dengan penampilannya yang atraktif itu ternyata juga baik hati. Sejak saat itu, dia tidak mau melihat orang dari penampilan fisik belaka.[2]

Halim menyadari bahwa berdakwah hanya melalui media sosial saja akan menjadi sia-sia jika tidak berinteraksi langsung dengan orang-orang sekitarnya. Dari pemikiran itu, ia mencoba memacu adrenalin untuk melakukan pendekatan terhadap anak punk dan jalanan, yang cara berpakaiannya berbeda, gaya rambut mohawk, bertindik, bertato di sekujur tubuh, bahkan hingga wajah dan mata sekalipun.

Halim tidak menjadikan dirinya sebagai ustaz atau kiai di depan para anak punk dan jalanan, melainkan sebagai sosok sahabat, ayah, dan guru bagi mereka. Pertemuan awal lazimnya banyak dihabiskan dengan ngobrol sambil minum kopi. Setelah merasa nyaman, anak-anak diberi cerita-cerita sederhana yang menggugah, seperti kisah teladan dari para sufi yang menyiratkan semangat ikhlas, tawakkal, belajar, sabar, atau ridha. Begitu batinnya tersentuh, disitulah mulai tumbuh komitmen untuk belajar dan memperbaiki diri.[3]

Pengajian di Kolong Jembatan

Pada tahun 2018, Komunitas Tasawuf Underground yang dipimpin oleh Ustaz Halim Ambiya rutin menggelar pengajian di kolong-kolong jembatan sekitar Jabodetabek, Ada sekitar 120 anak punk dan jalanan binaan Tasawuf Underground di seluruh Jabodetabek, untuk kolong jembatan Tebet, Jakarta Selatan, ada sebanyak 40 anak.[4]

Ia dan para relawan mendidik puluhan anak punk dan jalanan untuk belajar membaca Iqra hingga Al-Quran, tata cara wudhu, dan memahami makna bacaan shalat beserta makna geraknya.


Pondok Tasawuf Underground

Setelah melakukan pendekatan dan pendampingan bagi anak punk dan jalanan di kolong jembatan Tebet, Stasiun Gondangdia, Stasiun Tanah Abang, Stasiun Pondok Ranji, Cipinang, dan Ciputat, Halim memutuskan untuk mendirikan central base untuk mereka. Awalnya, ia menjadikan kantor pribadinya sebagai tempat singgah bagi santri punk dan jalanan binaannya.

Saat ini, Pondok Tasawuf Underground berada di sebuah ruko di Komplek Ruko Ciputat, Kota Tangerang Selatan. Di ruko tiga lantai itu, ada puluhan anak punk dan jalanan yang 'mondok'. Mereka tinggal di sana sekaligus mengaji layaknya di pondok pesantren.[5]

Konsep Pengenalan "Peta Jalan Pulang"

Konsep Pengenalan Peta Jalan Pulang adalah sebuah metode dakwah yang diinisiasi oleh Ustaz Halim Ambiya dalam melakukan pendekatan terhadap para anak punk dan jalanan binaannya. Jalan pulang yang dimaksud adalah jalan pulang kepada Allah SWT dan jalan pulang kepada keluarga. Jalan pulang kepada Allah SWT yakni melalui pendidikan ruhani, dzikir, dan hidroterapi. Jalan pulang kepada keluarga yakni melakukan pemberdayaan sosial dan ekonomi dengan memberikan lapangan pekerjaan layak yang sesuai dengan hobi dan potensi mereka masing-masing.

Karya Tulis dan Penyuntingan

Penghargaan

Juli 2022, Halim Ambiya meraih penghargaan People and Inspiration Awards 2022 dalam kategori pendidikan oleh BeritaSatu Media Holdings (BSMH). Para pemenang yang dipilih dalam ajang People and Inspiration Awards 2022 telah melalui proses penilaian yang ketat dari lima orang juri yang berkompeten, yakni Ketua Dewan Juri People and Inspiration Awards 2022, Prof. Komaruddin Hidayat selaku akademisi dan budayawan, dengan jajaran anggota Primus Dorimulu (Direktur Pemberitaan BeritaSatu Media Holdings), Dr. Alexander Sonny Keraf (Menteri Lingkungan Hidup RI periode 1999--2001), Triawan Munaf (Kepala Bekraf periode 2015--2019), dan Sha Ine Febriyanti (Penggiat Seni).[6]

Referensi

  1. ^ Halim Ambiya di sela-sela pengajian di Pondok Tasawuf Underground, 19 Desember 2020.
  2. ^ Ma'arif, Khairul (10 April 2022). "Cerita Pendiri Pondok Tasawuf Diselamatkan Anak Punk dari Kerusuhan". detiknews. Diakses tanggal 28 Juli 2023. 
  3. ^ Afdhal, Muhammad (12 Januari 2021). "Halim Ambiya, Ustadnya Anak Jalanan". JATMAN Online. Diakses tanggal 28 Juli 2023. 
  4. ^ Saputra, Andrian (2 Desember 2020). "Apa Jadinya Jika Anak-Anak Punk Mengaji di Kolong Jembatan". Republika. Diakses tanggal 27 Juli 2023. 
  5. ^ Nurmansyah, Rizki (22 April 2021). "Mengenal Tasawuf Underground, Pesantrennya Anak Punk Jalanan di Tangsel". suarajakarta.id. Diakses tanggal 28 Juli 2023. 
  6. ^ Fikri, Chairul (14 Juli 2022). "BeritaSatu Media Holdings Sukses Gelar People and Inspiration Awards 2022". BeritaSatu Media Holdings (BSMH). Diakses tanggal 27 Juli 2023.