Amniosentesis

uji diagnosis sampel cairan ketuban untuk mendeteksi kelainan janin
Revisi sejak 15 Maret 2024 18.17 oleh Losstreak (bicara | kontrib) (Membalikkan revisi 25437911 oleh WanaraLima (bicara))

Amniosentesis adalah tes prenatal yang dapat mendiagnosis kelainan genetik (seperti Down Sindrom dan Spina Bifida) dan masalah kesehatan lainnya pada janin. Tes menggunakan jarum untuk mengeluarkan sejumlah kecil cairan ketuban dari dalam rahim, dan kemudian dilakukan uji laboratorium untuk mengetahui kondisi tertentu.[1]

Prosedur amniosentesis dilakukan pada usia kehamilan 15 dan 20 minggu (selama trimester kedua kehamilan). Tes amniosentesis yang dilakukan pada awal kehamilan berpotensi menimbulkan lebih banyak risiko, seperti keguguran. Dalam beberapa kasus, penyedia layanan kesehatan melakukan tes amniosentesis di akhir kehamilan.[1]

Tujuan dan indikasi amniocentesis

Beberapa tujuan dari dilakukannya amniocentesis adalah:

1. Mengidentifikasi kelainan kromosom janin seperti sindrom patau dan sindrom turner.

2. Mengidentifikasi chorioamnionitis, yaitu infeksi bakteri pada lapisan kantung janin (amnion) dan lapisan pembentuk ari-ari (chorion).

3. Dapat mengetahui organ perkembangan janin seperti paru-paru..

4. Mendeteksi ketidakcocokan Rhesus ibu-janin (Rhesus incompatibility) atau penimbunan cairan yang tidak normal pada tubuh janin ( hydropsfetalis),

5. Bila cairan ketuban menumpuk maka kuarkan kelebihan cairan (polihidramnion) untuk mengurangi tekanan pada rahim.

Lalu tidak semua ibu hamil memerlukan amniosentesis. Namun, prosedur ini disarankan untuk wanita hamil dengan kondisi berikut:

1, Berusia di atas 35 tahun.

2. Jika memiliki riwayat keluarga dengan kelainan kromosom atau genetik (seperti sindrom Down atau sindrom Tay) atau pernah melahirkan seorang anak penyakit Sachs, anemia sel sabit, cystic fibrosis, thalasemia atau spina bifida, dan kelainan metabolik seperti fenilketonuria.

3. Kelainan janin yang dapat dideteksi melalui USG selama kehamilan.[2]

Prosedur amniocentesis

Dokter meminta pasien untuk berbaring dengan nyaman di tempat tidur pemeriksaan. Selanjutnya, dokter menempatkan pasien dalam posisi litotomi, berbaring telentang dengan lutut dan pinggul ditekuk serta kedua kaki ditopang.  Setelah pasien sudah berbaring dengan nyaman, dokter akan melakukan USG untuk memeriksa kondisi janin, detak jantung janin, serta letak plasenta dan cairan ketuban. Dalam beberapa kondisi, dokter mungkin akan menyuntikkan obat bius (pembiusan) di sekitar perut untuk mengurangi rasa sakit.

Kemudian USG digunakan sebagai panduan untuk memasukkan jarum ke dinding perut hingga ujung jarum berada di tengah kantung ketuban. Dokter mengambil 30 ml atau sekitar 2-4 sendok makan cairan ketuban. Penusukan jarum ini memerlukan waktu kira-kira2 menit. Bila jumlah cairan yang diminum mencukupi, dokter dengan hati-hati mencabut jarum dari perut. Setelah itu, dokter mengoleskan cairan antiseptik dan menutup bagian perut yang disuntik dengan perban.[2]

Setelah amniocentesis

Setelah pemeriksaan amniosentesis, dokter memeriksa denyut nadi janin dengan alat khusus dan memastikan janin tidak stres. Jika pasien dan janin memiliki perbedaan pada golongan darah dengan rhesus, dokter akan memberikan suntikan Rho setelah prosedur. Tujuan dari suntikan Rho yaitu untuk mencegah reaksi ketidakcocokan Rhesus antara pasien dan janin..

Setelah itu, dokter dapat memulangkan pasien dan menyarankannya untuk beristirahat di rumah. Namun, pasien tidak boleh melakukan aktivitas fisik gerakan berulang. Pasien juga disarankan untuk tidak melakukan hubungan seksual selama 1-2 hari setelah amniosentesis. Kemudian sampel cairan ketuban juga akan diperiksa lebih lanjut di laboratorium dan hasilnya akan keluar dalam 1-2 minggu. Hasil tes perkembangan paru-paru janin akan diketahui dalam beberapa jam. Pasien dapat mendiskusikan hasil amniocentesis dengan dokter. [2]

Keakuratan amniocentesis

Keakuratan amniocentesis sekitar 99% dalam mendeteksi kelainan. Namun, hal ini tidak mengukur tingkat keparahan kondisinya. Dalam beberapa kasus, faktor-faktor tertentu (seperti pengumpulan cairan yang tidak mencukupi selama tes) dapat menyebabkan laboratorium tidak menganalisis cairan ketuban seperti yang diharapkan. [1]

Komplikasi amniocentesis

Pada beberapa kasus, amniocentesis dapat menyebabkan beberapa komplikasi yaitu sebagai berikut:

1. Penularan infeksi

Wanita hamil yang menderita penyakit menular kronis (seperti hepatitis atau HIV) berisiko menularkan infeksi ke janin melalui amniosentesis.

2. Kebocoran cairan ketuban

Meski jarang terjadi, amniosentesis juga bisa menyebabkan kebocoran cairan ketuban. Jika hal ini terjadi, dokter akan terus memantau kondisi ibu dan janin, terutama jika terdapat infeksi. Dalam hal ini, risiko kelahiran prematur juga meningkat akibat berkurangnya cairan ketuban..

3. Keguguran

Amniosentesis diketahui meningkatkan kemungkinan keguguran.Meski begitu, proporsi kasus ini sangat kecil yaitu 0.1-0.3% dari seluruh kehamilan.

4.Cedera janin

Amniosentesis membawa risiko cedera pada janin, seperti masalah paru-paru, dislokasi pinggul, atau kaki bengkok.

Referensi

  1. ^ a b c "Amniocentesis: Purpose, Procedure, Risks, Recovery & Results". Cleveland Clinic (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-03-14. 
  2. ^ a b c "Amniocentesis, Ini yang Harus Anda Ketahui". Alodokter. 2018-12-21. Diakses tanggal 2024-03-15.