Museum Wajakensis
Museum Wajakensis adalah museum umum yang dibangun sebagai tempat penyimpanan fosil Homo wajakensis. Nama museum ini diambil dari penemuan fosil Wajak 1 dan Wajak 2. Pendirian museum dilakukan pada akhir tahun 1996. Kepemilikan museum diberikan kepada pemerintah daerah Kota Tulungagung, sedangkan pengelolaannya diserahkan kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tulungagung. Museum Wajakensis dibangun seiring ditemukannya benda cagar budaya dalam situs candi di Kota Tulungagung. Benda-benda tersebut awalnya disimpan di ruang kaca oleh Bupati pertama Tulungagung, RM A. Sosrodiningrat. Pengumpulan benda-benda tersebut dilakukan selama periode tahun 1856-186 M. Ruang kaca ini berada di dalam Pendopo Kongas Arum Tulungagung. Benda-benda tersebut dipindahkan ke museum pada tahun 1996. Jenis koleksi yang dipamerkan adalah benda arkeologi dan etnografi. Koleksi utamanya adalah replika Homo Wajakensis. Museum Wajakensis beralamat di Jalan Raya Boyolangu KM. 4, Boyolangu, Tulungagung, Jawa Timur.[1]
Pengelolaan
Pada tahun 2015 diterbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2015 tentang Museum. Pasal 5 dalam peraturan ini menetapkan standardisasi museum bagi setiap museum di Indonesia.[2] Standardisasi dikhususkan mengenai pengelolaan museum dan pelaksanaannya oleh menteri urusan kebudayaan setelah dua tahun sejak sebuah museum memperoleh nomor pendaftaran nasional. Dalam standardisasi ini nilai yang diberikan ialah A, B, dan C.[3] Pada tahun 2018, Museum Wajakensis merupakan salah satu museum di Provinsi Jawa Timur yang telah diadakan standardisasi. Dalam penilaiannya. Museum Wajakensis dikategorikan sebagai museum yang tidak memenuhi standar pengelolaan museum di Indonesia.[4]
Kegiatan
Pameran
Museum Wajakensis telah mengadakan pameran dengan dana alokasi khusus untuk memamerkan Homo wajakensis sebagai bagian dari sejarah Kabupaten Tulungagung.[5] Pameran ini pernah diadakan pada tanggal 25–28 September 2019 Dalam pameran ini, disajikan materi berupa pentingnya penemuan Homo wajakensis dalam studi di evolusi manusia. Selain itu, disajikan pula materi tambahan yaitu profil Museum Nasional Indonesia yang dilakukan oleh pihak Museum Nasional Indonesia. Materi tambahan ini ditujukan untuk mengenalkan Museum Nasional Indonesia ke masyarakat.[6]
Lihat pula
Referensi
Catatan kaki
- ^ Rusmiyati, dkk. (2018). Katalog Museum Indonesia Jilid II (PDF). Jakarta: Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman. hlm. 186. ISBN 978-979-8250-67-5.
- ^ Direktorat Pelestarian Cagar Budaya & Permuseuman 2019, hlm. 55.
- ^ Presiden Indonesia (19 Agustus 2015). "Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2015 tentang Museum" (PDF). Direktorat Jenderal Kebudayaan. hlm. 4.
- ^ Direktorat Pelestarian Cagar Budaya & Permuseuman 2019, hlm. 58.
- ^ Museum Nasional Indonesia 2020, hlm. 41.
- ^ Museum Nasional Indonesia 2020, hlm. 42.
Daftar pustaka
- Direktorat Pelestarian Cagar Budaya & Permuseuman (2019). "Hasil Standarisasi Museum 2018". Museografia. XIV (1): 55–59.
- Museum Nasional Indonesia (2020). Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Museum Nasional Tahun 2019 (PDF). Jakarta: Museum Nasional Indonesia.