Berita palsu di Malaysia telah diupayakan dihentikan penyebarannya oleh Pemerintah Malaysia melalui komunikasi strategis, penyediaan jaringan pengecekan fakta, koordinasi antarlembaga, kolaborasi lintas fungsi dan legislasi serta penegakan hukum.

Strategi penghentian

Komunikasi strategis

Komunikasi strategis dilakukan dengan melawan informasi dengan informasi. Perdana Menteri dan setiap Menteri di Malaysia diberi kewenangan sebagai juru bicara Pemerintah Malaysia dalam membahas is-isu spesifik sesuai bidang pemerintahannya masing-masing. Juru bicara melalui konferensi pers atau pernyataan publik mengadakan pengakuan, klarifikasi dan sanggahan atas suatu berita palsu. Penyampaian dilakukan oleh juru bicara melalui media arus utama dan saluran media sosial yang terverifiikasi.[1]

Jaringan pengecekan fakta

Pemerintah Malaysia telah menyediakan layanan pengecekan fakta untuk memeriksa kebenaran suatu informasi dan mencegah penyebaran berita palsu yaitu melalui Sebenarnya.my dan MyCheck Malaysia.[1] Sebenarnya.my merupakan hasil kerja sama antara Kementerian Komunikasi dan Multimedia Malaysia dengan Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia. Peluncuran perdana untuk Sebenarnya.my dilakukan pada tahun 2017 .[2] Sedangkan MyCheck Malaysia merupakan situs web pengecekan fakta secara independen yang dibuat pada bulan Maret 2020.[1]

Pada Sebenarnya.my, pengguna disediakan platform untuk memeriksa konten yang tidak diverifikasi yang mereka terima dan untuk menyalurkan atau berbagi berita yang tidak diverifikasi ke Portal. Verifikasi keakuratan berita dilakukan oleh Portal terhadap lembaga yang sesuai dengan yurisdiksi atas masalah tertentu. untuk mengecek suatu berita palsu atau misinformasi. Pengecekan fakta di MyCheck Malaysia berdasarkan inisiatif dari Kantor Berita Nasional Malaysia (Bernama). Bernama melakukan pembuatan berita faktual yang andal sesuai dengan pedoman standar Jaringan Pengecekan Fakta Internasional (IFCN).[1]

Koordinasi antar lembaga dan penegakan hukum

Penegakan hukum terhadap berita palsu dapat dilaksanakan setelah suatu kementerian atau lembaga penegak hukum di Malaysia menerbitkan pernyataan publik yang memberi penjelasan, klarifikasi dan/atau bantahan atas suatu konten berita yang salah dan menyesatkan. Proses penetapan suatu konten berita sebagai berita palsu atau disinformasi berdasarkan kepada hasil pemantauan dari satuan koordinasi yang ditugaskan pada masing-masing kementerian atau lembaga penegak hukum di Malaysia. Pelaksanaan penegakan hukum atas berita palsu di Malaysia dilakukan oleh Kepolisian Kerajaan Malaysia dan Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia. Penegakan hukum dipertimbangkan berdasarkan pelanggaran hukum setempat yang relevan.[3]

Menetapkan undang-undang

Instrumen hukum utama di Malaysia yang membahas mengenai hukuman bagi pembuatan berita palsu ialah Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia Malaysia yang disahkan pada tahun 1988.[4] Status Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia Malaysia sebagai instrumen hukum utama kemudian tergantikan oleh Undang-Undang Anti-Berita Palsu 2018 yang disahkan oleh Pemerintah Malaysia pada bulan April 2018.[4][5] Salah seorang menteri dalam Sekretariat Perdana Menteri Malaysia ketika itu yakni Azalina Othman Said, menyatakan bahwa pengesahan Undang-Undang Anti-Berita Palsu 2018 bertujuan menghentikan penyebaran berita palsu yang dianggap sebagai ancaman bagi keamanan nasional dan ketertiban umum di Malaysia.[6] Namun pada bulan Desember 2019, Parlemen Malaysia melakukan pencabutan status undang-undang terhadap Undang-Undang Anti-Berita Palsu 2018.[7][8]

Pada bulan Maret 2020, Koalisi Perikatan Nasional melakukan pengenalan kembali terhadap Undang-Undang Anti-Berita Palsu. Tujuannya untuk menangani berita palsu yang menyebar selama Pandemi COVID-19 di Malaysia.[9] Namun penerapan kembali atas Undang-Undang Anti-Berita Palsu 2018 mengalami penundaan setelah terjadi penangguhan fungsi Parlemen Malaysia sejak bulan Januari 2021 akibat penetapan keadaan darurat di Malaysia terhadap Pandemi COVID-19.[10][8] Namun Koalisi Perikatan Nasional selaku perwakilan Pemerintah Malaysia akhirnya mengesahkan sebuah ordinansi darurat bernama Ordinansi Darurat (Kekuasaan Esensial) (No. 2) 2021 pada bulan Maret 2021 tanpa persetujuan dari Parlemen Malaysia.[8] Ordinansi Darurat (Kekuasaan Esensial) (No. 2) 2021 disebut juga sebagai Ordinansi Berita Palsu.[11]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ a b c d Irwansyah 2024, hlm. 61.
  2. ^ Leong 2021, hlm. 10.
  3. ^ Irwansyah 2024, hlm. 60.
  4. ^ a b Asia Centre 2022, hlm. 13.
  5. ^ Ambardi, K., dkk. (ed.). Jurnalisme, “Berita Palsu’’, & Disinformasi: Buku Pegangan untuk Pendidikan dan Pelatihan Jurnalisme [Journalism, ‘Fake News’ & Disinformation]. Diterjemahkan oleh Wendratama, Engelbertus. Paris: Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa. hlm. 22. ISBN 978-92-3-000076-9. 
  6. ^ Leong 2021, hlm. 11.
  7. ^ Chen, dkk. 2023, hlm. 1280.
  8. ^ a b c ARTICLE 19 2021, hlm. 3.
  9. ^ Leong 2021, hlm. 12.
  10. ^ Leong 2021, hlm. 12-13.
  11. ^ Asia Centre 2022, hlm. 1.

Daftar pustaka