Pengaringan, Pejagoan, Kebumen

desa di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah


Pengaringan adalah desa di kecamatan Pejagoan, Kebumen, Jawa Tengah, Indonesia.

Pengaringan
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenKebumen
KecamatanPejagoan
Kode Kemendagri33.05.13.2011 Edit nilai pada Wikidata
Luas-
Jumlah penduduk-
Kepadatan-
Peta
PetaKoordinat: 7°35′50″S 109°38′12″E / 7.59722°S 109.63667°E / -7.59722; 109.63667

Desa Pengaringan terletak di sebelah utara kota Kebumen. Jarak dari kota Kebumen sekitar 20 km. Sekitar 25-40 menit ditempuh dengan mobil pribadi atau motor. Sedangkan jika ditempuh dengan angkutan kota sekitar 1 jam. Jalur transportasi melalui Jembatan Tembana (pertigaan) ke utara melewati jalur Kebumen-Peniron dan turun di Curug ataupun Peniron. Dari Curug dan Peniron bisa ditempuh dengan jalan kaki, motor, atau mobil melalui jalur jalan non-aspal (peluran/beton).

Pengaringan berada di daerah pegunungan dengan pemandangan desa yang asri. Sawah ladang masih mendominasi wilayah desa. Penduduk Pengaringan mayoritas sebagai petani. Terdapat SD Negeri Pengaringan yang menjadi tempat menuntut ilmu anak-anak desa Pengaringan dan desa di sekitarnya seperti Peniron (Dusun Curug, Pranji), Kebagoran (Dusun Klantang, Cawangan), dan Condongcampur.

Penduduk Pengaringan tidak banyak karena wilayahnya yang cukup kecil dibandingkan desa-desa di sekitarnya. Dihuni oleh sekitar 100-an keluarga. Para pemuda desa banyak yang merantau dan berhasil meningkatkan taraf kehidupannya. PEWARING merupakan wadah silaturahmi warga Pengaringan di perantuan yang rutin mengadakan kegiatan di desanya, terutama saat mudik Idul Fitri.

Desa Pengaringan memiliki lokasi utama yang ramai yaitu GANG. Gang merupakan pusat desa dimana terdapat Balaidesa, Masjid Nurul Huda, Pasar (Gang), Gardu Desa, dan SDN Pengaringan. SDN Pengaringan sekarang dikepalai oleh "Putra Pengaringan" yaitu Bp. Warno. Selain masjid Nurul Huda, di Pengaringan terdapat Gereja Kristen Jawa (GKJ). Warga yang mayoritas beragama Islam dan sebagian Kristen hidup berdampingan dengan damai. Mereka hidup rukun, saling bantu-membantu, dan bekerjasama dalam kehidupan sehari-hari sebagai "keluarga" warga desa. Perbedaan agam tidak menjadi penghalang untuk hidup bersama di masyarakat. Bahkan, banyak di antara warga yang keluarga besarnya beda agama (Islam dan Kristen).

Konsep "kekeluargaan" masih menjadi pedoman dalam kehidupan warga Pengaringan. Gotong royong menjadi tradisi dalam menggarap sawah, ladang, membangun rumah, jalan, bangunan desa, hajatan (pernikahan, sunatan, kematian). Upacara dan kegiatan tradisi juga masih dilakukan seperti Becek (Memasak gulai kambing untuk dimakan bersama warga satu desa), kenduri sedekah bumi, kenduri saat Idul Fitri. Kesenian Ebeg (kuda lumping) juga dimiliki oleh warga Pengaringan dan masih eksis.

Dalam kesehariannya, warga Pengaringan berkomunikasi dengan bahasa Jawa dialek (logat) Ngapak (Banyumasan) yang identik dengan aksen "a" dalam vokal dan "k" di akhir kata. Seperti kata "sego" (nasi) dalam dialek Bandhek (Solo-Jogja) diucapkan "sega" dalam dialek Ngapak. Kata "bapak" diucapkan "bapa'" (huruf "k" tidak ditekan keras) dalam dialek Bandhek, diucapkan "bapak" (dengan huruf "k" diucapkan ditekan keras ("medhok").

Wilayah desa Pengaringan yang berada di pegunungan memiliki bukit Gligir (di wilayah Gang dan Gunung Pranji di sebelah utara desa. Gunung Pranji memiliki hidung dan mulut tampak seperti kepala menengadah jika dilihat dari kejauhan. Gunung Pranji merupakan salah satu keunikan dan pesona desa Pengaringan yang biasanya dikunjungi anak-anak muda untuk camping atau sekadar panjat gunung. Selain bukit dan gunung, desa pengaringan memiliki danau alami yang disebut Ceblungan dan bendungan buatan (DAM) atau sering disebut Cekdam yang cukup luas. Air Cekdam ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan air warga Pengaringan dan desa sekitarnya.