Kesunanan Surakarta Hadiningrat

kerajaan di Asia Tenggara
Revisi sejak 28 Maret 2011 05.39 oleh Ariyanto (bicara | kontrib) (←Membatalkan revisi 4196746 oleh 180.243.92.200 (Bicara))

Kasunanan Surakarta Hadiningrat adalah sebuah kerajaan di Jawa Tengah yang berdiri tahun 1755 sebagai hasil dari perjanjian Giyanti 13 Februari 1755. Perjanjian antara VOC dengan pihak-pihak yang bersengketa di Kesultanan Mataram, yaitu Sunan Pakubuwana III dan Pangeran Mangkubumi, menyepakati bahwa Kesultanan Mataram dibagi dalam dua wilayah kekuasaan yaitu Surakarta dan Yogyakarta.

Kasunanan Surakarta

1745–1945
{{{coat_alt}}}
Radya Laksana, Lambang Kasunanan Surakarta
Wilayah Kasunanan Surakarta pada 1830 (berwarna merah tua dan berada di sebelah utara)
Wilayah Kasunanan Surakarta pada 1830 (berwarna merah tua dan berada di sebelah utara)
Ibu kotaKota Surakarta
Bahasa yang umum digunakanJawa
Agama
mayoritas Islam
PemerintahanMonarki
Susuhunan (Sunan) 
• 1745-1749; t. 1726
Paku Buwono II
• 1945-1946; w. 2004
Paku Buwono XII
Sejarah 
• Hadeging Nagari Surakarta (berdiri)
1745
• Pendirian Provinsi Surakarta
Agustus 1945
• Pengundangan Penetapan Pemerintah No. 16/SD Tahun 1946 (pembubaran)
16 Juni 1946
Didahului oleh
Digantikan oleh
Kasunanan Kartasura
kslKesultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat
Praja Mangkunagaran
Provinsi Surakarta
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Kasunanan Surakarta umumnya tidak dianggap sebagai pengganti Kesultanan Mataram, melainkan sebuah kerajaan tersendiri, walaupun rajanya masih keturunan raja Mataram. Setiap raja Kasunanan Surakarta yang bergelar Sunan (demikian pula raja Kasultanan Yogyakarta yang bergelar Sultan) selalu menanda-tangani kontrak politik dengan VOC atau Pemerintah Hindia Belanda.

Latar belakang

Kesultanan Mataram yang runtuh akibat pemberontakan Trunajaya tahun 1677 ibukotanya oleh Sunan Amral dipindahkan di Kartasura. Pada masa Sunan Pakubuwana II memegang tampuk pemerintahan keraton Mataram mendapat serbuan dari pemberontakan orang-orang Tionghoa yang mendapat dukungan dari orang-orang Jawa anti VOC tahun 1742. Kerajaan Mataram yang berpusat di Kartasura itu mengalami keruntuhannya. Kota Kartasura berhasil direbut kembali berkat bantuan Adipati Cakraningrat IV penguasa Madura barat yang merupakan sekutu VOC, namun keadaannya sudah rusak parah. Pakubuwana II yang menyingkir ke Ponorogo, kemudian memutuskan untuk membangun istana baru di desa Sala sebagai ibukota kerajaan Mataram yang baru.

Perkembangan

Kerajaan Mataram yang berpusat di Surakarta sebagai ibukota pemerintahan kemudian dihadapkan pada pemberontakan yang besar karena Pangeran Mangkubumi adik Pakubuwana II tahun 1746 yang meninggalkan keraton menggabungkan diri dengan Raden Mas Said. Di tengah ramainya peperangan, Pakubuwana II meninggal karena sakit tahun 1749. Namun, ia sempat menyerahkan kedaulatan negerinya kepada VOC, yang diwakili oleh Baron von Hohendorff. Sejak saat itu, VOC lah yang dianggap berhak melantik raja-raja keturunan Mataram.

Pada tanggal 13 Februari 1755 pihak VOC yang sudah mengalami kebangkrutan berhasil mengajak Pangeran Mangkubumi berdamai untuk bersatu melawan pemberontakan Raden Mas Said yang tidak mau berdamai. Semula Pangeran Mangkubumi bersekutu dengan Raden Mas Said. Perjanjian Giyanti yang ditanda-tangani oleh Pakubuwana III, Belanda, dan Mangkubumi, melahirkan dua kerajaan baru yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Pangeran Mangkubumi sebagai raja di separuh wilayah Mataram mengambil gelar Sultan Hamengkubuwana, sedangkan raja Kasunanan Surakarta mengambil gelar Sunan Pakubuwana. Seiring dengan berjalannya waktu, negeri Mataram yang dipimpin oleh Hamengkubuwana kemudian lebih terkenal dengan nama Kasultanan Yogyakarta, sedang negeri Mataram yang dipimpin oleh Pakubuwana terkenal dengan nama Kasunanan Surakarta.

Selanjutnya wilayah Kasunanan Surakarta semakin berkurang, karena Perjanjian Salatiga 17 Maret 1757 menyebabkan Raden Mas Said diakui sebagai seorang pangeran merdeka dengan wilayah kekuasaan berstatus kadipaten, yang disebut dengan nama Praja Mangkunegaran. Sebagai penguasa, Raden Mas Said bergelar Adipati Mangkunegara. Wilayah Surakarta berkurang lebih jauh lagi setelah usainya Perang Diponegoro pada tahun 1830, di mana daerah-daerah mancanegara diberikan kepada Belanda sebagai ganti rugi atas biaya peperangan.

Masa Kemerdekaan

Di awal masa kemerdekaan Republik Indonesia (1945 - 1946), Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaran sempat menjadi Daerah Istimewa. Akan tetapi karena kerusuhan dan agitasi politik saat itu maka pada tanggal 16 Juni 1946 oleh Pemerintah Indonesia statusnya diubah menjadi Karesidenan, menyatu dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Daftar sunan Surakarta

Galeri

Lihat pula

Didahului oleh:
Kasunanan Kartasura
Kasunanan Surakarta
1742–1755
Diteruskan oleh:
Kasunanan Surakarta
Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat
Didahului oleh:
Kasunanan Surakarta
Kasunanan Surakarta
1755–1757
Diteruskan oleh:
Kasunanan Surakarta
Praja Mangkunegaran
Didahului oleh:
Kasunanan Surakarta
Kasunanan Surakarta
1757–1945
Diteruskan oleh:
Provinsi Surakarta