Nazaruddin Sjamsuddin
Prof. Dr. Nazaruddin Sjamsuddin, MA (lahir 5 November 1944) adalah mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bertugas memantau jalannya Pemilu di Indonesia untuk periode 2001-2005, dimana Komisi Pemilihan Umum di Indonesia untuk pertama kalinya melakukan pemilihan presiden secara langsung pada tahun 2004 di bawah pimpinan Nazaruddin Sjamsuddin.
Setelah menyelesaikan SD, SMP, dan SMA di Aceh, Nazaruddin memasuki Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat (Bagian IPK yang kini dikenal sebagai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) Universitas Indonesia pada tahun 1963, dan meraih gelar sarjana ilmu politik pada tahun 1970. Tahun-tahun berikutnya ia habiskan di Monash University, Melbourne, Australia, dan memperoleh gelar M.A. dan Ph. D. dalam ilmu politik.
Selain bekerja sebagai Ketua KPU, Nazaruddin juga adalah seorang Guru Besar ilmu politik di Universitas Indonesia. Dia juga pernah menjadi anggota MPR.
Dia mempunyai empat orang anak dari perkawinannya dengan Nurnida.
Kasus korupsi
Meski Pemilihan Umum pada waktu itu dinilai sukses di kalangan internasional, ternyata para anggotanya yang kebanyakan berasal dari kalangan akademisi, terseret pada kasus korupsi. Pada 20 Mei 2005, Nazaruddin ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi di KPU. Oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, ia dituntut hukuman penjara selama delapan tahun enam bulan, membayar denda sebesar Rp. 450 juta, serta mengganti uang negara sebesar Rp 14,193 miliar. Jika uang negara tersebut tidak dapat dibayarkan, maka Nazaruddin akan dipenjara tambahan selama empat tahun.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi lalu menjatuhinya hukuman penjara selama tujuh tahun pada 14 Desember 2005. Ia juga diharuskan membayar denda sebesar Rp 300 juta. Dalam putusannya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan Nazaruddin terbukti korupsi dalam pengadaan asuransi kecelakaan diri sehingga merugikan keuangan negara Rp 5,03 miliar.
Pada 8 Februari 2006, para pengacara Nazaruddin melaporkan Majelis Hakim kepada Komisi Yudisial. Para pengacara tersebut mengatakan bahwa dalam memutus perkara, Majelis Hakim telah melanggar Kode Etik Perilaku Hakim. Antara lain disebutkan bahwa Majelis Hakim telah menyalahi ketentuan KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) serta Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 31 tahun 1999 dan KUHP. Laporan tersebut sampai kini (2011) tidak pernah ditanggapi oleh Komisi Yudisial.
Selain didenda, Nazaruddin juga diperintahkan untuk membayar uang pengganti Rp 5,03 miliar secara tanggung renteng dengan Hamdani Amin, Kepala Biro Keuangan KPU.
Pranala luar
- (Indonesia) Nazaruddin Sjamsuddin di TokohIndonesia.com
- (Indonesia) "Nazaruddin Divonis 7 Tahun", KOMPAS, 15 Desember 2005