400, migrasi orang India (Tamil) menyebarkan agama Hindu ke Kalimantan, bersamaan dengan migrasi orang Sumatera yang membawa bahasa Melayu dan mulai tumbuhnya Bahasa Banjararchais.
1025, migrasi suku Melayu dari Kerajaan Sriwijaya akibat serangan tentara Cola Mandala (India).
1355, Empu Jatmika mendirikan pemukiman dan Candi Laras (Margasari) dengan pondasi tiang pancang ulin yang disebut kalang-sunduk di wilayah rawa daerah aliran sungai Amas dan menobatkan dirinya sebagai raja Kerajaan Negara Dipa sebagai bawahan Raja Kuripan yang tidak memiliki keturunan. Kemudian Empu Jatmika menaklukan penduduk asli batang Tabalong, Balangan, Pitap, Alai, Labuan Amas, Amandit serta daerah perbukitan yang dihuni suku Bukit, selanjutnya mendirikan Candi Agung (Amuntai) sebagai ibukota yang baru, tetapi pelabuhan perdagangan tetap di Muara Rampiau. Ia menjadi penguasa Candi Agung, Candi Laras dan Kuripan.
1448, Bandar Muara Bahan ditetapkan sebagai Bandar kerajaan menggantikan Bandar Muhara Rampiau, ditunjuk Patih Arya Taranggana putera Aria Magatsari memimpin di bandar itu.
1448–1486, masa pemerintahan Raden Sekar Sungsang dengan gelar Maharaja Sari Kaburangan.
1486–1515, masa pemerintahan Raden Paksa dengan gelar Maharaja Sukarama.
1511, migrasi suku melayu akibat runtuhnya Kerajaan Malaka diserang Portugis, migrant ini mendiami sepanjang sungai Kuin.
1515, Maharaja Sukarama wafat, diwasiatkan yang menjadi raja adalah Pangeran Samudera.
1515-1519, masa pemerintahan Arya Mangkubumi yang kemudian dibunuh Sa’ban atas suruhan Pangeran Tumanggung. Pangeran Samudra melarikan diri ke hilir Barito.
1518-1521, Pati Unus, Sultan Demak menaklukan kerajaan-kerajaan Kalimantan, seperti Tanjungpura/Sukadana, Lawai dan Sambas sebelum menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1521.
1519–1526, masa pemerintahan Pangeran Tumanggung (Raden Panjang).
Masa Kesultanan Banjar
Tahun 1520-1668
1520, penobatan Raden Samudera oleh Patih Masih sebagai raja di Muara Kuin dengan gelar Pangeran Samudera.
6 September 1526, pertempuran antara Kerajaan Banjar dipimpin Pangeran Samudera dengan Kerajaan Negara Daha dipimpin Pangeran Tumenggung di Jingah Besar, Pangeran Samudra dibantu Kesultanan Demak.
24 September 1526, kemenangan Pangeran Samudra dan pembentukan Kesultanan Banjar, dengan memasukkan Kerajaan Nagara Daha.
14 Februari1606, Ekspedisi Belanda dipimpin Koopman Gillis Michaelszoon tiba di Banjarmasin, karena perangainya yang buruk Michaelszoon tewas terbunuh.
1612, Belanda membakar Istana Raja (kampung Keraton) di Kuin, sehingga ibukota kerajaan dipindahkan dari Banjarmasin ke Martapura.
1620 – 1637, masa pemerintahan Ratu Agung dengan gelar Sultan Inayatullah (Raja V).
1634, VOC-Belanda mengirim 6 kapal dibawah pimpinan Gijsbert van Londensteijn kemudian ditambah beberapa kapal di bawah pimpinan Antonie Scop dan Steven Batrentz.
29 November 1635, VOC Belanda mendirikan kantor dagang di Banjarmasin di bawah pimpinan Wollebrandt Gelenysen de Jonge.
1637 – 1642, masa pemerintahan Ratu Anom dengan gelar Sultan Saidulllah (Raja VI).
1638, seorang Asisten Belanda terbunuh di Benua Anyar, pertempuran juga menewakan 64 orang bangsa Belanda, selanjutnya 27 orang Martapura terbunuh, dibalas 40 orang Belanda tewas.
1642 – 1660, masa pemerintahan Pangeran Ratu dengan gelar Sultan Rakyat Allah (Raja VII).
1660 – 1663, masa pemerintahan Raden Bagus (Suria Angsa) dengan gelar Sultan Amrullah Bagus Kasuma (Raja VIII).
1660, diadakan perjanjian perdamaian antara Belanda dan Banjar; Pangeran Dipati Tuha (Suria Negara) bin Sultan Saidullah mengamankan wilayah Tanah Bumbu dari pendatang. [1]
1663 – 1679, masa pemerintahan Pangeran Suryanata II degan gelar Sultan Agung.
1664, perubahan nama Banjarmasih menjadi Banjarmassingh (dialek Belanda).
1668, Portugis mendatangkan pendeta Katolik bernama Jentigmilia ke wilayah Kesultanan Banjarmasin.[2]
Tahun 1680-1858
1680–1700, masa pemerintahan Sultan Tahlilullah/Amrulllah Bagus Kusuma kembali.
1734, VOC-Belanda membuat perjanjian monopoli lada dengan Sultan Banjar dan mendirikan benteng di Banjarmasin.[6]
1734, Puana Dekke meminjam tanah di wilayah Tanah Kusan kepada Sultan Tamjidullah I yang dinamakan kampung Pagatan, kemudian Sultan Sulaiman menganugerahi gelar kapitan (panglima) kepada Hasan La Pangewa, yaitu Kapitan Laut Pulo sebagai raja pertama Kerajaan Pagatan.
1759–1761, masa pemerintahan Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah dengan gelar Sultan Muhammadillah.
1761–1801, masa pemerintahan Sultan Tahmidullah II/Sunan Nata Alam
1780, Ratu Intan I menjabat Raja negeri Cantung dan Batulicin, sedangkan Pangeran Prabu menjadi raja negeri Sampanahan, Bangkalaan, Manunggul dan Cengal serta Pangeran Layah menjadi raja negeri Buntar Laut.[1]Kota Banjarmasin di bawah otoritas Pangeran Dupa, putera tertua Sultan Banjar[9]
14 Mei1787, Pangeran Amir (raja Kusan, kakek Pangeran Antasari) menyerang Martapura dengan tentara Bugis, namun ditangkap Belanda, selanjutnya diasingkan ke Srilangka.
13 Agustus1787, Sultan Tamjidullah I membuat kontrak perjanjian dengan VOC-Belanda.
1792, VOC menempatkan administrasi sipil (onderkoopman) di Banjarmasin seperti sebelumnya.[10]
1835, Zending dari Jerman mulai bekerja di selatan Kalimantan.[12]
1841, Pangeran Mangku Bumi (Gusti Ali) menjabat raja Sampanahan sebagai kerajaan mandiri setelah mangkatnya atasannya Raja Aji Jawi.
1846, Daerah koloni Belanda di pulau Kalimantan memperoleh pemerintahan khusus sebagai Dependensi Borneo.[13]
1849, Berdasarkan Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849 dibentuk wester-afdeeling van Borneo dan zuid-ooster-afdeeling van Borneo[14]
1855, Pemekaran dan pembentukan beberapa afdeeling baru[15]
1852, pengangkatan Pangeran Tamjidillah II sebagai Sultan Muda, merangkap Mangkubumi yang sudah dijabatnya sebelumnya menggantikan Ratu Anom Mangkubumi Kencana.
30 April 1856, Belanda menerima konsesi tambang batu bara yang ditandatangani Sultan Adam.
9 Oktober 1856, Pengangkatan Pangeran Hidayatullah sebagai Mangkubumi, sedangkan Sultan Muda tetap Pangeran Tamjidillah II.
3 November 1857 – 25 Juni 1859, masa pemerintahan Sultan Tamjidillah II yang disetujui Belanda sebagai raja Banjar.
3 November 1857, pertemuan rencana perang melawan Belanda di Martapura, antara Pangeran Hidayatullah, Pangeran Prabu Anom dan Nyai Ratu Kamala Sari (permaisuri Sultan Adam).
23 Februari 1858, Pangeran Prabu Anom (anak Sultan Adam) dibuang ke Bandung.
September 1858, Tumenggung Jalil tidak mau lagi membayar pajak kepada Belanda.
Masa Perang Banjar
Tahun 1859
2 Februari 1859, kedatangan bantuan tentara Belanda dengan Kapal Arjuna, namun 3 hari kemudian dipulangkan lagi ke Batavia.
Februari 1859, Ratu Kemala Sari dan anak-anaknya menyerahkan kerajaan dengan Pangeran Hidayatullah.
28 April1859, pecahnya Perang Banjar, Pasukan Antasari dengan 300 prajurit menyerang tambang batubara milik Belanda di Pengaron. Serangan di Marabahan, Gunung Jabuk dan Tabanio, dipimpin Demang Lehman, H. Buyasin dan Kyai Langlang. Serangan di Pulau Petak, Pulau Telo dan disepanjang Sungai Barito, dipimpin Tumenggung Surapati dan Pambakal Sulil. Sweeping di Banua Lima, dipimpin Tumenggung Jalil, Pambakal Gafur, Duwahap, Dulahat dan Penghulu Abdul Gani serta serangan terhadap Kapal Cipanas di Martapura.
29 April 1859, tambang batu bara Oranye Nassau diserbu.
1 Mei 1859, pasukan Antasari menyerang tambang batu baru Juliana Hermina, serangan di Kalangan, Banyu Irang dan Bangkal dipimpin Pangeran Arya Ardi Kesuma.
Juni 1859, pertempuran di Sungai Besarah dipimpin Pambakal Sulil.
8 Juni 1859, Belanda mengumumkan keadaan darurat perang.
12 Juni 1859, bantuan tentara Belanda datang dengan Kapal Arjuna, Celebes, Montrado, Bone dan van Os.
14 Juni 1859, pertemuan Pangeran Hidayat dengan Andressen, namun buntu.
15 juni 1859, Sweeping oleh Belanda di Martapura.
17 Juni 1859, pertempuran di Sungai Raya.
25 Juni 1859, Sultan Tamjidillah II dimakhzulkan oleh Belanda, terjadi pertempuran di Cempaka.
30 Juni 1859, serangan ke Martapura dipimpin Demang Lehman, 10 pejuang gugur.
Juli 1859, tenggelamnya Kapal Cipanas di Pulau Kanamit.
16 Juli 1859, Sultan Tamjidillah II dan Pangeran Adipati Panoto Negoro Adiprojo di buang ke Jawa.
Agustus 1859, serangan ke Banjarmasin dipimpin Kyai Mangun Karsa, pertempuran di benteng Tabanio, dipimpin Demang Lehman dan H. Buyasin.[16]
September 1859, pertemuan Pangeran Hidayat dengan panglima-panglima, Pangeran Hidayat dinobatkan menjadi Raja.
27 September 1859, pertempuran di Gunung Lawak, dipimpin Demang Lehman, Aminullah, Antaludin dan Ali Akbar.
28 September 1859, bantuan tentara Belanda dari Surabaya.
13 November 1859, Verspyck mengeluarkan ultimatum agar Pangeran Hidayatullah menyerah dalam 20 hari.
14 November 1859, gugurnya Pambakal Sulil di Sungai Basarah.
23 Desember 1859, pertempuran di Kuala Kapuas oleh suku Dayak.
26 Desember 1859, tenggelamnya Kapal Onrust oleh Tumenggung Surapati di Lontontour.
Desember 1859, Tumenggung Antaluddin bersama dengan Demang Lehman, Pangeran Aminullah, Kusin dan Ali Akbar, mempertahankan Benteng Munggu Tayur.
Tahun 1860
2 Januari 1860, serangan terhadap Kapal van Os di Pulau Petak
9 Februari 1860, serangan terhadap Kapal Suriname di Lontontour hingga mengalami kerusakan dan pertempuran Masjid Amuntai.
22 Februari 1860, serangan terhadap Kapal Montrado di Lontontour.
31 Maret 1860, penyerbuan Benteng Amawang, dipimpin Demang Lehman.
15 Mei 1860, pertempuran di Tanjung, dipimpin Tumenggung Jalil.
11 Juni 1860, Kesultanan Banjar dihapuskan secara sepihak oleh Belanda dengan proklamasi yang ditandatangani Residen Surakarta FN. Nieuwenhuijzen yang merangkap Komisaris Pemerintah Belanda untuk Daerah Afdeeling Kalimantan Selatan-Timur.
9 Agustus 1860, serangan terhadap Benteng Kelua, dipimpin Pangeran Antasari.
April 1861, penangkapan dan hukuman mati untuk Pangeran Kasuma Ningrat (paman Pangeran Hidayat), Kyai Nakut dan Pambakal Mataminserta pertempuran di Binuang, Tumpakan Mati, Karang Jawa, Kandangan dan Nagara.
4 Mei1861, pertempuran Paringin antara pasukan Antasari melawan Belanda.
13 Mei 1861, pertempuran di Gunung Wowong, Karau, Dayu dan Sihong.
16 Mei 1861, serangan di Paringin, dipimpin H. Dulgani.
1 Agustus 1861, pertempuran di benteng Limpasu, tewasnya Letnan Hoyyel.
10 Agustus 1861, pertempuran di benteng Pagger, dipimpin Pangeran Singa Terbang.
2 September 1861, pertempuran di benteng Batu Putih, gugurnya Pangeran Singa Anum dan Gusti Matali.
24 September 1861, gugurnya Tumenggung Jalil pada pertempuran Benteng Tundakan.
2 Oktober 1861, Demang Lehman masuk Martapura menemui Regent Martapura.
6 oktober 1861, Demang Lehman ke Banjarmasin berunding dengan Resident Verpyck, perundingan secara empat mata, selesai perundingan rombongan kembali ke Martapura.
8 Oktober 1861, pertempuran di Habang dan Kriniang, dipimpin H. Badur.
18 Oktober 1861, pertempuran di Banua Lawas dipimpin H. Badur.
Oktober 1861, pertempuran di Banua Lawas dan Teluk Pelaeng, gugur 18 orang.
6 November 1861, pertempuran di Pelari, dipimpin Pangeran Antasari dan Tumenggung Surapati.
8 November 1861, pertempuran di Gunung Tungka dipimpin Pangeran Antasari, Tumenggung Surapati dan Gusti Umar, tewasnya Kapten Van Vloten.
9 November 1861, serangan di Teluk Selasih, tewasnya Regent Amuntai.
25 Nopember 1861, pertemuan Pangeran Hidayatullah dengan Demang Lehman dan diputuskan Pangeran Hidayatullah menemui Ibu Ratu Siti di Martapura.
November 1861, pertempuran di Gunung Marta Niti Biru dan Kria Wijaya Bepintu, dipimpin Kyai Karta Nagara.
5 Desember 1861, pertempuran di Jatuh dipimpin Penghulu Muda, tewasnya Opsir Koch.
15 Desember 1861, pertempuran di Banua Lawas, tewasnya Letnan Ajudan I Cateau van Rosevelt.
16 Desember 1861, terbunuhnya Kontrolir Fujick di Margasari dan Letnan Croes juga tewas di Sungai Jaya, oleh Tagab Obang.
Tahun 1862-1905
28 Januari 1862, Pangeran Hidayatullah dan Ratu Siti masuk Martapura, berdiam di rumah Residen Martapura.
30-31 Januari 1862, perundingan antara Pangeran Hidayatullah dengan Regent Letnan Kolonel Verpyck di pendopo rumah Asisten Resident, Pangeran Hidayatullah tertipu oleh janji Belanda.
3 Februari 1862, Pangeran Hidayatullah menuju ke Pasayangan.
4 Februari 1862, Pangeran Hidayatullah meninggalkan Pasayangan menuju Pamaton serta Masjid Pasayangan yang berumur 140 tahun dibakar Belanda.
22 Februari 1862, tertangkapnya Ratu Siti serta dibawanya Pangeran Wira Kasuma ke Banjarmasin.
28 februari 1862, Pangeran Hidayatullah masuk Martapura menemui Ratu Siti di pendopo Regent Martapura.
3 Maret 1862, Pangeran Hidayatullah dibawa dengan Kapal Bali menuju Batavia, dikawal Kontrolir Kuin Letnan Verstege.
14 Maret1862 (13 Ramadhan 1278 H), Pangeran Antasari di dinobatkan sebagai Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin, sebagai kepala pemerintahan, pemimpin agama, dan panglima tertinggi pengganti Sultan Banjar.
11 Oktober 1862, wafatnya Pangeran Antasari di Tanah Kampung Bayan Begok Sampirang, Murung Raya.
1862 – 1905, masa pemerintahan Sultan Muhammad Seman.
1938: Hindia Belanda mendirikan tiga provinsi atas eilandgewest yaitu Sumatera beribukota di Medan, Borneo beribukota di Banjarmasin, dan Timur Besar beribukota di Makassar.[20]
Februari1942, dengan persetujuan walikota Banjarmasin H. Mulder dibentuk Pimpinan Pemerintahan Civil (PPC), diketuai Mr. Rusbandi, sebagai pemerintahan sementara.
12 Februari1942, tentara Jepang mengeluarkan maklumat kota Bajarmasin dan daerahnya diserahkan kepada PPC (Pimpinan Pemerintahan Civil).
5 Maret1942, A.A. Hamidhan menerbitkan surat kabar Kalimantan Raya.
17 Maret 1942, Gubernur A. Haga menyerah dengan Jepang di Puruk Cahu, kemudian ditahan di Benteng Tatas.
17 April1945, rakyat Banjarmasin mulai diwajibkan memberi hormat dengan membungkukkan badan kepada setiap tentara Jepang, baik yang naik sepeda, mobil dan sebagainya.
6 Mei1945, pembentukan TRI pasukan MN 1001, MKTI (MN adalah singkatan dari Mohamad Noor).
23 Agustus1945, berdirinya organisasi kelaskaran GEMIRI (Gerakan Rakyat Mempertahankan Republik Indonesia) di Kandangan.
Agustus1945, berdirinya organisasi kelaskaran Badan Pemberontak Rakyat Kalimantan di Kandangan.
23 September 1945, berdirinya organisasi kelaskaran Pasukan Berani Mati di Alabio.
November1945, berdirinya organisasi kelaskaran Laskar Syaifullah di Haruyan.
9 November 1945, pertempuran di Banjarmasin melawan Sekutu.
20 November1945, berdirinya organisasi kelaskaran Gerakan Rakyat Pengajar/Pembela Indonesia Merdeka di Amuntai, Hulu Sungai Utara.
1945, berdirinya organisasi kelaskaran GERPINDOM (Gerakan Pemuda Indonesia Merdeka) di Birayang, Barisan Pelopor Pemberontakan (BPPKL) di Martapura dan Banteng Borneo di Rantau, serta Laskar Hasbullah di Martapura, Pelaihari, Rantau dan Hulu Sungai.
30 Oktober 1945, penyusupan Hasan Basry dan kawan-kawan dari Surabaya dengan kapal Bintang Tulen.
24 September 1946, penangkapan laskar Saifullah oleh Belanda di Kandangan pada saat pasar malam.
18 November 1946, pembentukan Batalyon TNI AL RI DIVISI IV (A) oleh Hasan Basry dengan melebur Banteng Indonesia dan organisasi kemiliteran lainnya.
Mei 1947, pertempuran di Hambawang Pulasan, Barabai, dipimpin H. Aberanie Sulaiman, 48 serdadu Belanda tewas sedangkan 1 orang pejuang gugur, yaitu Made Kawis.[21]
2 September 1949, perundingan antara TNI AL RI DIVISI (A), yaitu Hasan Basry dengan Belanda diwakili Mayor Jenderal Suharjo dan UNCI sebagai penengah di Munggu Raya, Kandangan.
2 September 1949, pengakuan Angkatan Perang Republik Indonesia terhadap TNI AL RI DIVISI (A) sebagai bagian dari angkatan perang dan mengangkat Hasan Basry sebagai Komandan Batalyon dengan pangkat Letnan Kolonel.
1 November 1949, peleburan TNI AL RI DIVISI (A) ke dalam TNI Angkatan Darat Divisi Lambung Mangkurat dengan panglima Letkol Hasan Basry dan Kepala Staf Mayor H. Aberani Sulaiman.
Masa Pembangunan
Tahun 1950-1965
4 April 1950, penghapusan daerah Banjar, Dayak Besar dan Kalimantan Tenggara dari Republik Indonesia Serikat, kemudian dimasukkan ke dalam Republik Indonesia Yogyakarta.
29 Juni 1950, Kepmendagri No. C/17/15/3 wilayah Kalimantan dibagi menjadi 6 Kabupaten Administratif dan 3 Swapraja. Salah satunya Afdeeling Van Hoeloe Soengai dibentuk menjadi Kabupaten Hulu Sungai dangan ibukota Kandangan.
14 Agustus 1950, pembentukan Propinsi Kalimantan serta pembentukan Kabupaten Banjar.
14 Agustus 1950 – 1953, masa Gubernur dr. Moerdjani.
2 Desember 1950, pembentukan Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dengan Bupati Syarkawi.
1958, musyawarah masyarakat Tapin di Balai Rakyat menghasilkan Badan Musyawarah Penuntut Kabupaten Tapin, yang diketuai H Isbat
15 Maret 1958, pembentukan Panitia Penuntutan Kabupaten Tabalong dengan ketua Juhri.
11 November 1958, pengangkatan kerangka Pangeran Antasari di Bayan Begak, Puruk Cahu untuk dimakamkan di Kompleks Makam Pahlawan Perang Banjar di Banjarmasin.
1959 – 1963, masa Gubernur Maksid.
24 Desember 1959, pembentukan Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
4 Januari 1960, pembentukan Kabupaten Barito Kuala.
22 Agustus 1960, pembekuan kegiatan PKI dan ormasnya oleh Kepala Penguasa Perang Daerah Kalimantan Selatan, Brigjen Hasan Basry.
3 Juni 1961, pembentukan Panitia Penuntutan Kabuapaten Tanah Laut (Panitia 17) dengan ketua Soeparjan.
1-2 Juli 1961, musyawarah besar Tanah Laut menghasilkan pembentukan Panitia Penyalur Hasrat Rakyat Tuntutan Daswati II Tanah Laut yang diketuai H.M.N. Manuar.
1963–1963, masa Gubernur Abu Jahid Bustami.
1963–1968, masa Gubernur Aberani Sulaiman.
30 November 1965, pembentukan Kabupaten Tapin.
1 Desember 1965, pembentukan Kabupaten Tabalong.
2 Desember 1965, pembentukan Kabupaten Tanah Laut.
Tahun 1968-2010
1968–1970, masa Gubernur Jasmani.
23 Maret 1968, pemberian Gelar Pahlawan Nasional untuk Pangeran Antasari.
1970–1980, masa gubernur Subarjo Sosroroyo.
10 November 1974 - Oktober 1979, pembangunan Masjid Raya Sabilal Muhtadin.
15 Januari 1979, wafatnya Ir. Pangeran M. Noor, Gubernur Kalimantan pertama dimakamkan di Jakarta.
1980–1984, masa Gubernur Mistar Cokrokusumo.
1984–1995, masa Gubernur Ir. H.M. Said.
15 Juli 1984, wafatnya Brigjen Hasan Basry, dimakamkan di Liang Anggang, Banjarbaru.