Siswondo Parman

pahlawan nasional Indonesia
Revisi sejak 29 September 2014 03.43 oleh Bozky (bicara | kontrib) (clean up, replaced: beliau → ia using AWB)

Letnan Jenderal TNI Anumerta Siswondo Parman (4 Agustus 1918 – 1 Oktober 1965) atau lebih dikenal dengan nama S. Parman adalah salah satu pahlawan revolusi Indonesia dan tokoh militer Indonesia. Ia meninggal dibunuh pada persitiwa Gerakan 30 September dan mendapatkan gelar Letnan Jenderal Anumerta. Ia dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.

Siswondo Parman
Lahir(1918-08-04)4 Agustus 1918
Wonosobo, Jawa Tengah
Meninggal1 Oktober 1965(1965-10-01) (umur 47)
Lubang Buaya, Jakarta
Sebab meninggalTerbunuh pada persitiwa Gerakan 30 September
PekerjaanTNI
Letnan Jendral (Anumerta)

Parman merupakan perwira intelijen, sehingga banyak tahu tentang kegiatan PKI. Dia termasuk salah satu di antara para perwira yang menolak rencana PKI untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani. Penolakan serta posisinya sebagai pejabat intelijen yang tahu banyak tentang PKI, membuatnya menjadi korban penculikan oleh Resimen Tjakrabirawa yang dipimpin Serma Satar. Penculikannya diduga diatur oleh kakak kandungnya sendiri, yaitu Ir. Sakirman yang merupakan petinggi di Politbiro CC PKI kala itu.[1]

Latar belakang

Pendidikan umum yang pernah diikutinya adalah sekolah tingkat dasar, sekolah menengah, dan Sekolah Tinggi Kedokteran. Namun sebelum menyelesaikan dokternya, tentara Jepang telah menduduki Republik sehingga gelar dokter pun tidak sampai berhasil diraihnya.

Setelah tidak bisa meneruskan sekolah kedokteran, ia sempat bekerja pada Jawatan Kempeitai. Di sana ia dicurigai Jepang sehingga ditangkap, namun tidak lama kemudian dibebaskan kembali. Sesudah itu, ia malah dikirim ke Jepang untuk mengikuti pendidikan pada Kenpei Kasya Butai. Sekembalinya ke tanah air ia kembali lagi bekerja pada Jawatan Kempeitai.

Awal kariernya di militer dimulai dengan mengikuti Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yaitu Tentara RI yang dibentuk setelah proklamasi kemerdekaan. Pada akhir bulan Desember 1945, ia diangkat menjadi Kepala Staf Markas Besar Polisi Tentara (PT) di Yogyakarta.

Selama Agresi Militer II Belanda, ia turut berjuang dengan melakukan perang gerilya. Pada bulan Desember 1949, ia ditugaskan sebagai Kepala Staf Gubernur Militer Jakarta Raya. Salah satu keberhasilannya saat itu adalah membongkar rahasia gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang akan melakukan operasinya di Jakarta di bawah pimpinan Westerling. Selanjutnya, pada Maret 1950, ia diangkat menjadi kepala Staf G. Dan setahun kemudian dikirim ke Amerika Serikat untuk mengikuti pendidikan pada Military Police School.

Sekembalinya dari Amerika Serikat, ia ditugaskan di Kementerian Pertahanan untuk beberapa lama kemudian diangkat menjadi Atase Militer RI di London, Inggris pada tahun 1959. Lima tahun berikutnya yakni pada tahun 1964, ia diserahi tugas sebagai Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) dengan pangkat Mayor Jenderal.

Ketika menjabat Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) ini, pengaruh PKI juga sedang marak di Indonesia. Partai Komunis ini merasa dekat dengan Presiden Soekarno dan sebagian rakyat pun sudah terpengaruh. Namun sebagai perwira intelijen, S. Parman sebelumnya sudah banyak mengetahui kegiatan rahasia PKI. Maka ketika PKI mengusulkan agar kaum buruh dan tani dipersenjatai atau yang disebut dengan Angkatan Kelima. Ia bersama sebagian besar Perwira Angkatan Darat lainnya menolak usul yang mengandung maksud tersembunyi itu. Dengan dasar itulah kemudian dirinya dimusuhi oleh PKI.Dan akhirnya pada saat terjadinya peristiwa G30S ,ia menjadi korban karena termasuk musuh PKI.S.Parman diculik dari rumahnya,dibunuh di Lubang Buaya,dan disembunyikan di sumur Lubang Buaya.

Pranala luar

Referensi

  1. ^ Kisah dua bersaudara dari Wonosobo, ditulis oleh kerabat Siswondo Parman dan Sakirman. Diakses 6 Juni 2013.