Kritik sastra
Artikel ini merupakan artikel yang dikerjakan oleh Peserta Kompetisi Menulis Bebaskan Pengetahuan 2014 yakni BP90Vincentius (bicara). Untuk sementara waktu (hingga 20 April 2014), guna menghindari konflik penyuntingan, dimohon jangan melakukan penyuntingan selama pesan ini ditampilkan selain oleh Peserta dan Panitia. Peserta kompetisi harap menghapus tag ini jika artikel telah selesai ditulis atau dapat dihapus siapa saja jika kompetisi telah berakhir. Tag ini diberikan pada 14 April 2014. Halaman ini terakhir disunting oleh BP90Vincentius (Kontrib • Log) 3870 hari 700 menit lalu. |
Kritik Sastra adalah salah satu cabang ilmu sastra untuk menghakimi suatu karya sastra.[1] Kritik sastra mencakup penilaian guna memberi keputusan bermutu tidaknya suatu karya sastra.[1] Kritik sastra biasanya dihasilkan oleh kritikus sastra. [1] Penting bagi seorang kritikus sastra untuk memiliki wawasan mengenai ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengan karya sastra, sejarah, biografi, penciptaan karya sastra, latar belakang karya sastra, dst.[1] Kritik sastra memungkinkan suatu karya dapat dianalisis, diklasifikasi dan akhirnya dinilai [1] Seorang kritikus sastra mengurai pemikiran, paham-paham, filsafat, pandangan hidup yang terdapat dalam suatu karya sastra. [1] Sebuah kritik sastra yang baik harus menyertakan alasan-alasan dan bukti-bukti baik langsung maupun tidak langsung dalam penilaiannya. [1]
Sejarah Kritik Sastra
Kritik berasal dari kata κριτεσ-krites (Yunani) yang artinya hakim.[2] Kata ini berasal dari kata kerja κρίνειν-krinein yang berarti menghakimi.[2] Selanjutnya muncul kata κρητικος-kritikos yang artinya hakim karya sastra.[2]
Kritik Sastra Awal
Kegiatan kritik sastra pertama kali di dunia dilakukan dua orang Yunani, yaitu Xenophanes dan Heraclitus sekitar tahun 500 SM. [2] Xenophanes dan Heraclitus mengecam keras seorang pujangga besar bernama Homerus yang sering bercerita tentang hal-hal yang tidak senonoh tentang dewa-dewi.[2] Hal inilah yang mengawali pemikiran Plato tentang "pertentangan purba antara puisi dan filsafat.[2] Pada tahun 405 SM Aristophanes secara lebih tebuka mengkritik Euripides yang begitu menjunjung nilai seni tanpa memperhatikan nilai sosial.[2] Aristoteles kemudian menulis buku mengenai kritik sastra yang mulai menemukan bentuk yang berjudul Poetica. [2] Pada masa ini Plato memunculkan tiga poin penting mengenai baiknya suatu karya sastra : memberikan ajaran moral yang lebih tinggi; memberikan kenikmatan; dan memberikan ketepatan dalam bentuk pengungkapannya.[2]
Kritik Sastra Renaissance
Pada abad pertengahan istilah kritik hilang sama sekali.[2] Barulah Polizianus pada tahun 1492 menggunakan istilah criticus dan grammaticus tanpa pembedaan. [2] Grammaticus artinya adalah ahli pikir sama dengan philosophicus.[2] Dengan demikian terjadi persamaan arti antara criticus, grammaticus, dan philosophicus yang kesemuanya ditujukan bagi orang-orang yang mempelajari sastra pustaka lama.[2] Kaspar Schopp (1576-1649) mengatakan tujuan para kritikus adalah menganalisa kesalahan dan cacat demi perbaikan naskah-naskah karya pujangga kuno baik dalam bahasa Yunani maupun Latin.[2] Erasmus menggunakan istilah seni kritik (ars critica) Buku yang dipandang menjadi sumber pengertian kritik modern adalah Criticus karya Julius Caesar Scaliger (1484-1558). [2] Buku ini adalah jilid ke-6 dari rangkaian bukunya berjudul Poetica.[2] Scaliger melakukan analisa dan perbandingan antara pujangga-pujangga Yunani dan Latin.[2] Dengan munculnya teori kritik modern disertai perkembangannya, para penyair mulai merasa terganggu.[2]
Kritik Sastra di Inggris
Di Inggris sampai abad-15 pada jaman pemerintahan Ratu Elizabeth istilah kritik sastra sama sekali belum dikenal.[2] Francis Bacon dengan bukunya "Advancement of Learning" adalah orang pertama yang kemungkinan besar menggunakan istilah kritik dalam Sastra Inggris pada tahun 1605.[2] Tahun 1607 Ben Johnson menggunakan ungkapan "kritikus terpelajar dan berhati besar", yang tugasnya secara jujur menentukan nilai karya sastra dan pengarangnya.[2] Akan tetapi sampai tahun 1670-an belum muncul banyak kritikus-kritikus di Inggris. Pada abad-17 istilah critic dipakai untuk menunjuk kritikus sastra maupun kritik itu sendiri.[2] Kemudian muncul Samuel Johnson yang menggunakan istilah critick untuk kritikus dan critic untuk kritik sastra, yang kemudian menjadi criticism.[2] Awal abad-18 menjadi saat meluasnya criticism atau kritik sastra.[2] Era ini ditandai dengan kemunculan buku-buku seperti "The Grounds of Criticm Poetry", "Essay on Criticism" juga "The Art of Criticism".[2]
Kritik Sastra di Indonesia
Kritik sastra, dari segi pengertian dan istilah bukan merupakan tradisi asli masyarakat Indonesia.[2] Istilah dan pengertian kritik sastra baru muncul ketika para sastrawan Indonesia mendapat pendidikan dengan sistem Eropa pada awal abad ke-20.[2] Sebelum itu, penilaian karya-karya sastra dalam bahasa daerah didasarkan pada kepercayaan, agama, dan mistik.[2] Kapan pertama kali kritik sastra dipergunakan di Indonesia tidak dapat diketahui dengan pasti.[2]. Namun demikian, kritik sastra mulai mendapat perhatian di Indonesia setelah terbitnya kumpulan karangan "Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Essay" karya H.B. Jassin.[2]
Aspek-aspek dalam Kritik Sastra
Fungsi Kritik Sastra
Kritik sastra merupakan studi sastra yang secara langsung berhadapan dengan karya sastra dengan fokus utama penilaian.[3] Sementara fungsi kritik sastra adalah :[3]
- Mengembangkan ilmu sastra sendiri.[3] Kritik sastra dapat mengembangkan teori sastra dan sejarah sastra.[3]
- Mengembangkan kesusastraan.[3] Kritik sastra mengembangkan kesusastraan suatu bangsa dengan penilaiannya.[3]
- Memberikan masukan terhadap masyarakat umum.[3] Hasil analisis kritik sastra dapat membantu masyarakat dalam memahami dan mengapresiasi suatu karya sastra.[3]
Teori Pendekatan dalam Kritik Sastra
Beberapa pendekatan yang ada dalam kritik sastra adalah : [4] [5]
- Pendekatan Stukturalis, tokoh-tokohnya : Ferdinand de Saussure, Levi-Strauss, Jonathan Culler.[5]
- Pendekatan Post-strukturalis, tokoh-tokohnya : Roland Barthes, Jaques Lacan, Jaques Derrida.[5]
- Pendekatan Feminis, tokoh-tokohnya :Simeone de Beauvoir, Michele Barrett, Kate Milett.[5]
Kritik Sastra dan Sejarah Sastra
Kritik sastra dan sejarah sastra memiliki hubungan yang erat, maka tidak ada kritik sastra tanpa sejarah sastra. [6] Akan tetapi, keduanya memiliki wilayahnya sendiri dalam dunia sastra dan memiliki perbedaan.[6] Sejarah sastra akan menjelaskan "A" berasal dari "B", sementara kritik sastra menilai "A" lebih baik dari "B".[6] Sejarah sastra berdasarkan pembuktian data-data historis, sementara kritik sastra berdasarkan pada pendapat dan keyakinan seorang kritikus sastra.[6] Kaitan yang pasti antara sejarah sastra dan kritik sastra adalah kritik sastra yang baik akan menganalisa suatu karya sastra dengan melibatkan pemikiran dan sikap orang-orang dalam suatu jaman lahirnya sebuah karya sastra.[6] Hal ini penting karena setiap periode sastra memiliki konsep dan pemikiran yang berbeda-beda.[6] Sementara itu, tidak ada sejarah sastra yang ditulis tanpa dasar penilaian dan seleksi yang menjadi ciri khas kritik sastra.[6] Sejarah sastra berperan menghasilkan kritik sastra yang melampaui penilaian atas dasar suka atau tidak suka.[6] Kritikus sastra yang sadar akan sejarah sastra mempunyai kemampuan untuk membedakan asli atau tidaknya sebuah karya sastra yang sedang dihadapi. [6]
Perkembangan Kritik Sastra di Indonesia
Ada beberapa istilah kritik sastra yang muncul di Indonesia dalam perkembangannya, yaitu kritik sastra impresionistis, akademis, dan sekretaris [7] Ketiga istilah tersebut muncul sebelum perang hingga tahun 1950-an.[7] Kritik sastra impresionistis tidak didasari pengetahuan ilmiah dan hadir sebagai pengetahuan elementer untuk pengajaran di sekolah menengah.[7] Barulah muncul kritik sastra akademis pada tahun 1950-an yang dimulai oleh para kritikus kompeten secara ilmiah dari Universitas Indonesia.[7] Pada tahun 1960-an muncul aliran kritik baru yang dipelopori oleh kalangan seniman dan pengarang sendiri.[7] Aliran ini memnggunakan pendekatan bercirikan pandangan yang sangat subjektif menurut kritik dari pengarang sendiri.[7] Hal ini berbeda dengan aliran sebelumnya yang menggunakan pendekatan akademis yang kritis analitis maupun strukturalis.[7] Aliran baru ini menggunakan pendekatan yang disebut Ganzeith-approach.[7] Seiring perkembangannya beberapa aliran kritik ini menuai banyak perdebatan mengenai kelebihan dan kekurangan yang sulit menemukan penyelesaian.[7] Setiap aliran memiliki ciri khas masing-masing untuk melakukan pendekatan.[7]
Rujukan
- ^ a b c d e f g Rachmat Djoko Pradopo (1997). Prinsip-prinsip Kritik Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hlm. 10,11,14-15. ISBN 979-420-298-3.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad Andre Hardjana (1981). Kritik Sastra, Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia. hlm. 1-6.
- ^ a b c d e f g h Rachmat Djoko Pradopo (1995). Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm. 93. ISBN 979-8581-15-6.
- ^ Peter Batty (2010). Beginning Theory. Yogyakarta: Jalasutra. ISBN 978-602-8252-31-7.
- ^ a b c d Raman Selden (1985). Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. hlm. 53-159. ISBN 979-420-207-X.
- ^ a b c d e f g h i Rene Wellek dan Austin Warren (2013). Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm. 36-41. ISBN 978-602-03-0126-6.
- ^ a b c d e f g h i j H.B. Jassin (1983). Sastra Indonesia sebagai Warga Sastra Dunia. Jakarta=publisher=Gramedia. hlm. 30-31.