Kritik sastra

kajian, evaluasi, dan interpretasi sastra
Revisi sejak 20 April 2014 16.25 oleh BP90Vincentius (bicara | kontrib) (menambah perkembangan kritik sastra di Indonesia)

Kritik Sastra adalah salah satu cabang ilmu sastra untuk menghakimi suatu karya sastra.[1] Kritik sastra mencakup penilaian guna memberi keputusan bermutu tidaknya suatu karya sastra.[1] Kritik sastra biasanya dihasilkan oleh kritikus sastra. [1] Penting bagi seorang kritikus sastra untuk memiliki wawasan mengenai ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengan karya sastra, sejarah, biografi, penciptaan karya sastra, latar belakang karya sastra, dst.[1] Kritik sastra memungkinkan suatu karya dapat dianalisis, diklasifikasi dan akhirnya dinilai [1] Seorang kritikus sastra mengurai pemikiran, paham-paham, filsafat, pandangan hidup yang terdapat dalam suatu karya sastra. [1] Sebuah kritik sastra yang baik harus menyertakan alasan-alasan dan bukti-bukti baik langsung maupun tidak langsung dalam penilaiannya. [1]

Sejarah Kritik Sastra

 
Aristophanes menjadi salah satu kritikus sastra paling awal

Kritik berasal dari kata κριτεσ-krites (Yunani) yang artinya hakim.[2] Kata ini berasal dari kata kerja κρίνειν-krinein yang berarti menghakimi.[2] Selanjutnya muncul kata κρητικος-kritikos yang artinya hakim karya sastra.[2]

Kritik Sastra Awal

Kegiatan kritik sastra pertama kali di dunia dilakukan dua orang Yunani, yaitu Xenophanes dan Heraclitus sekitar tahun 500 SM. [2] Xenophanes dan Heraclitus mengecam keras seorang pujangga besar bernama Homerus yang sering bercerita tentang hal-hal yang tidak senonoh tentang dewa-dewi.[2] Hal inilah yang mengawali pemikiran Plato tentang "pertentangan purba antara puisi dan filsafat.[2] Pada tahun 405 SM Aristophanes secara lebih tebuka mengkritik Euripides yang begitu menjunjung nilai seni tanpa memperhatikan nilai sosial.[2] Aristoteles kemudian menulis buku mengenai kritik sastra yang mulai menemukan bentuk yang berjudul Poetica. [2] Pada masa ini Plato memunculkan tiga poin penting mengenai baiknya suatu karya sastra : memberikan ajaran moral yang lebih tinggi; memberikan kenikmatan; dan memberikan ketepatan dalam bentuk pengungkapannya.[2]

Kritik Sastra Renaissance

 
Julius Caesar Scaliger penulis Poetica jaman Renaissance

Pada abad pertengahan istilah kritik hilang sama sekali.[2] Barulah Polizianus pada tahun 1492 menggunakan istilah criticus dan grammaticus tanpa pembedaan. [2] Grammaticus artinya adalah ahli pikir sama dengan philosophicus.[2] Dengan demikian terjadi persamaan arti antara criticus, grammaticus, dan philosophicus yang kesemuanya ditujukan bagi orang-orang yang mempelajari sastra pustaka lama.[2] Kaspar Schopp (1576-1649) mengatakan tujuan para kritikus adalah menganalisa kesalahan dan cacat demi perbaikan naskah-naskah karya pujangga kuno baik dalam bahasa Yunani maupun Latin.[2] Erasmus menggunakan istilah seni kritik (ars critica) Buku yang dipandang menjadi sumber pengertian kritik modern adalah Criticus karya Julius Caesar Scaliger (1484-1558). [2] Buku ini adalah jilid ke-6 dari rangkaian bukunya berjudul Poetica.[2] Scaliger melakukan analisa dan perbandingan antara pujangga-pujangga Yunani dan Latin.[2] Dengan munculnya teori kritik modern disertai perkembangannya, para penyair mulai merasa terganggu.[2]

Kritik Sastra di Inggris

Di Inggris sampai abad-15 pada jaman pemerintahan Ratu Elizabeth istilah kritik sastra sama sekali belum dikenal.[2] Francis Bacon dengan bukunya "Advancement of Learning" adalah orang pertama yang kemungkinan besar menggunakan istilah kritik dalam Sastra Inggris pada tahun 1605.[2] Tahun 1607 Ben Johnson menggunakan ungkapan "kritikus terpelajar dan berhati besar", yang tugasnya secara jujur menentukan nilai karya sastra dan pengarangnya.[2] Akan tetapi sampai tahun 1670-an belum muncul banyak kritikus-kritikus di Inggris. Pada abad-17 istilah critic dipakai untuk menunjuk kritikus sastra maupun kritik itu sendiri.[2] Kemudian muncul Samuel Johnson yang menggunakan istilah critick untuk kritikus dan critic untuk kritik sastra, yang kemudian menjadi criticism.[2] Awal abad-18 menjadi saat meluasnya criticism atau kritik sastra.[2] Era ini ditandai dengan kemunculan buku-buku seperti "The Grounds of Criticm Poetry", "Essay on Criticism" juga "The Art of Criticism".[2]

Kritik Sastra di Indonesia

Kritik sastra, dari segi pengertian dan istilah bukan merupakan tradisi asli masyarakat Indonesia.[2] Istilah dan pengertian kritik sastra baru muncul ketika para sastrawan Indonesia mendapat pendidikan dengan sistem Eropa pada awal abad ke-20.[2] Sebelum itu, penilaian karya-karya sastra dalam bahasa daerah didasarkan pada kepercayaan, agama, dan mistik.[2] Kapan pertama kali kritik sastra dipergunakan di Indonesia tidak dapat diketahui dengan pasti.[2]. Namun demikian, kritik sastra mulai mendapat perhatian di Indonesia setelah terbitnya kumpulan karangan "Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Essay" karya H.B. Jassin.[2]

Aspek-aspek dalam Kritik Sastra

Fungsi Kritik Sastra

Kritik sastra merupakan studi sastra yang secara langsung berhadapan dengan karya sastra dengan fokus utama penilaian.[3] Sementara fungsi kritik sastra adalah :[3]

  1. Mengembangkan ilmu sastra sendiri.[3] Kritik sastra dapat mengembangkan teori sastra dan sejarah sastra.[3]
  2. Mengembangkan kesusastraan.[3] Kritik sastra mengembangkan kesusastraan suatu bangsa dengan penilaiannya.[3]
  3. Memberikan masukan terhadap masyarakat umum.[3] Hasil analisis kritik sastra dapat membantu masyarakat dalam memahami dan mengapresiasi suatu karya sastra.[3]

Teori Pendekatan dalam Kritik Sastra

Beberapa pendekatan yang ada dalam kritik sastra adalah : [4] [5]

Kritik Sastra dan Sejarah Sastra

Kritik sastra dan sejarah sastra memiliki hubungan yang erat, maka tidak ada kritik sastra tanpa sejarah sastra. [6] Akan tetapi, keduanya memiliki wilayahnya sendiri dalam dunia sastra dan memiliki perbedaan.[6] Sejarah sastra akan menjelaskan "A" berasal dari "B", sementara kritik sastra menilai "A" lebih baik dari "B".[6] Sejarah sastra berdasarkan pembuktian data-data historis, sementara kritik sastra berdasarkan pada pendapat dan keyakinan seorang kritikus sastra.[6] Kaitan yang pasti antara sejarah sastra dan kritik sastra adalah kritik sastra yang baik akan menganalisa suatu karya sastra dengan melibatkan pemikiran dan sikap orang-orang dalam suatu jaman lahirnya sebuah karya sastra.[6] Hal ini penting karena setiap periode sastra memiliki konsep dan pemikiran yang berbeda-beda.[6] Sementara itu, tidak ada sejarah sastra yang ditulis tanpa dasar penilaian dan seleksi yang menjadi ciri khas kritik sastra.[6] Sejarah sastra berperan menghasilkan kritik sastra yang melampaui penilaian atas dasar suka atau tidak suka.[6] Kritikus sastra yang sadar akan sejarah sastra mempunyai kemampuan untuk membedakan asli atau tidaknya sebuah karya sastra yang sedang dihadapi. [6]

Perkembangan Kritik Sastra di Indonesia

 
H.B. Jassin, pelopor kritik sastra di Indonesia

Ada beberapa istilah kritik sastra yang muncul di Indonesia dalam perkembangannya, yaitu kritik sastra impresionistis, akademis, dan sekretaris [7] Ketiga istilah tersebut muncul sebelum perang hingga tahun 1950-an.[7] Kritik sastra impresionistis tidak didasari pengetahuan ilmiah dan hadir sebagai pengetahuan elementer untuk pengajaran di sekolah menengah.[7] Barulah muncul kritik sastra akademis pada tahun 1950-an yang dimulai oleh para kritikus kompeten secara ilmiah dari Universitas Indonesia.[7] Pada tahun 1960-an muncul aliran kritik baru yang dipelopori oleh kalangan seniman dan pengarang sendiri.[7] Aliran ini memnggunakan pendekatan bercirikan pandangan yang sangat subjektif menurut kritik dari pengarang sendiri.[7] Hal ini berbeda dengan aliran sebelumnya yang menggunakan pendekatan akademis yang kritis analitis maupun strukturalis.[7] Aliran baru ini menggunakan pendekatan yang disebut Ganzeith-approach.[7] Seiring perkembangannya beberapa aliran kritik ini menuai banyak perdebatan mengenai kelebihan dan kekurangan yang sulit menemukan penyelesaian.[7] Setiap aliran memiliki ciri khas masing-masing untuk melakukan pendekatan.[7]

Rujukan

  1. ^ a b c d e f g Rachmat Djoko Pradopo (1997). Prinsip-prinsip Kritik Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hlm. 10,11,14-15. ISBN 979-420-298-3. 
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad Andre Hardjana (1981). Kritik Sastra, Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia. hlm. 1-6. 
  3. ^ a b c d e f g h Rachmat Djoko Pradopo (1995). Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm. 93. ISBN 979-8581-15-6. 
  4. ^ Peter Batty (2010). Beginning Theory. Yogyakarta: Jalasutra. ISBN 978-602-8252-31-7. 
  5. ^ a b c d Raman Selden (1985). Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. hlm. 53-159. ISBN 979-420-207-X. 
  6. ^ a b c d e f g h i Rene Wellek dan Austin Warren (2013). Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm. 36-41. ISBN 978-602-03-0126-6. 
  7. ^ a b c d e f g h i j H.B. Jassin (1983). Sastra Indonesia sebagai Warga Sastra Dunia. Jakarta=publisher=Gramedia. hlm. 30-31.