Villa Isola

Revisi sejak 27 Agustus 2007 16.49 oleh Jagawana (bicara | kontrib) (ganti gambar dari commons)

Villa Isola terletak di kawasan pinggiran utara kota Bandung. Berlokasi pada tanah tinggi, di sisi kiri jalan menuju Lembang (Jln. Setiabudhi) yang dikenal sebagai gedung IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung, sekarang Universitas Pendidikan Indonesia-UPI).

Villa Isola tampak depan

Villa Isola dibangun pada tahun 1933, milik seorang hartawan Belanda bernama D.W. Berrety. Kemudian bangunan mewah yang dijadikan rumah tinggal ini dijual dan menjadi bagian dari Hotel Savoy Homann. Kemudian dijadikan Gedung IKIP (sekarang UPI) sesuai fungsinya sekarang sebagai kantor rektorat. Suatu publikasi khusus pada masa Hindia Belanda untuk Vila Isola ini ditulis oleh Ir. W. Leimei seorang arsitek Belanda. Dalam publikasi ini, Leimei mengatakan bahwa di Batavia ketika urbanisasi mulai terjadi, banyak orang mendirikan villa di pinggiran kota dengan gaya arsitektur klasik tetapi selalu beradaptasi baik dengan alam dan ventilasi, jendela dan gang-gang yang berfungsi sebagai isolasi panas matahari. Hal ini juga dianut oleh Villa Isola di Bandung. Pada masa pendudukan Jepang, Gedung ini sempat digunakan sebagai kediaman sementara Jendral Hitoshi Imamura saat menjelang Perjanjian Kalijati dengan Pemerintah terakhir Hindia Belanda di Kalijati, Subang, Maret 1942. Gedung ini dibangun atas rancangan arsitek Belanda yang bekerja di Hindia Belanda C.P. Wolff Schoemaker.

Gedung ini berasitektur modern dengan memasukkan konsep tradisional dengan filsafat Arsitektur Jawa bersumbu kosmik Utara Selatan seperti halnya Gedung Utama ITB dan Gedung Sate. Orientasi kosmik ini diperkuat dengan taman memanjang di depan gedung ini yang tegak lurus dengan sumbu melintang bangunan kearang Gunung Tangkuban Perahu. Bangunan berlantai tiga, dengan lantai terbawah lebih rendah dari permukaan jalan raya, disebabkan karena topografinya tidak rata. Ranah sekeliling luas terbuka, dibuat taman yang berteras-teras melengkung mengikuti permukaan tanahnya. Sudut bangunan melengkung-lengkung membentuk seperempat lingkaran. Secara keseluruhan bangunan dan taman bagaikan air bergelombang yang timbul karena benda jatuh dari atasnya, sehingga gedung ini merupakan penyesuaian arsitektural antara bangunan terhadap lingkungan.

Bagian villa yang menghadap Utara dan Selatan digunakan untuk ruang tidur, ruang keluarga dan ruang makan yang masing-masing dilengkapi jendela dan pintu berkaca lebar, sehingga penghuni dapat menikmati pemandangan indah di sekitarnya. Pemandangan indah ini juga dapat diamati dari teras yang memanfaatkan atap datar dari beton bertulang di atas lantai tiga.

Pada taman belakang terdapat kolam dengan pergola untuk bunga anggrek, mawar dan dilengkapi dengan lapangan tenis. Di depan sebelah utara jauh terpisah dari bangunan utama ditempatkan unit pelayanan terdiri dari garasi untuk beberapa mobil, rumah sopir, pelayan, gudang dan lain-lain.

Untuk masuk ke dalam kawasan Villa Isola ini, melalui pintu gerbang yang berarsitektur modern, terbuat dari batu yang dikombinasikan dengan besi membentuk bidang horisontal dan vertikal. Kemudian setelah melalui gapura dan jalan aspal yang cukup lebar, terdapat pintu masuk utama yang dilindungi dari panas dan hujan dengan portal datar dari beton bertulang. Mengikuti lengkungan-lengkungan pada dinding, denah portal juga melengkung berupa bagian dari lingkaran pada sisi kanannya. Di ujung perpotongan kedua lengkungan disangga oleh kolom tunggal yang mirip dengan bagian rumah Toraja (tongkonan). Setelah melalui pintu utama terdapat vestibule sebagaimana rumah-rumah di Barat umumnya.

Ruang penerima ini terdapat di balik pintu masuk utama selain berfungsi untuk tempat mantel, payung tongkat dan lain lain juga sebagai ruang peralihan antara ruang luar dengan ruang di dalam. Dari vestibule ke kiri dan ke kanan terdapat tangga yang melingkar mengikuti bentuk gedung secara keseluruhan. Tangga ini terus-menerus sampai ke atap.

Ruang-ruang seperti diekspresikan pada wajah gedung bagian utara (depan) maupun selatan (belakang) juga simetris. Ruang-ruang yang terletak di sudut, dindingnya berbentuk 1/4 lingkaran. Lantai paling bawah digunakan untuk rekreasi, bermain anak-anak dilengkapi dengan mini bar langsung menghadap ke teras taman belakang. Selain itu pada bagian ini, terdapat juga ruang untuk kantor, dapur, kamar mandi dan toilet.

Di atasnya adalah lantai satu yang langsung dicapai dari pintu masuk utama. Pada lantai ini, di belakang vestibule terdapat hall cukup besar, permukaannya sedikit lebih rendah, karena itu dibuat tangga menurun. Kemudian setelah tangga langsung ke salon atau ruang keluarga yang sangat luas. Antara hall dan salon dipisahkan oleh pintu dorong sehingga bila diperlukan, kedua ruangan ini dapat dijadikan satu ruang yang cukup luas. Jendela pada ruangan ini juga mengikuti dinding yang berbentuk lingkaran sehingga dapat leluasa memandang kota Bandung. Ruang makan terletak di sebelah kiri (barat) salon. Di sebelah kanan (timur) ruang makan terdapat ruang kerja lengkap dengan perpustakaan dan ruang ketik di belakangannya (utara). Semua ruang berjendela lebar kecuali untuk menikmati pemandangan luar, juga sebagai ventilasi dan saluran sinar matahari. Pembukaan jendela, pintu yang lebar merupakan penerapan konsepsi tradisional yang menyatu dengan alam.

Semua ruang tidur ditempatkan pada lantai dua berjejer dan berhadapan satu dengan lainnya yang masing masing dihubungkan dengan gang ditengah. Pembagian ruang tidur dilakukan secara simetris. Di sebelah selatan terdapat ruang tidur utama, tengah utara untuk ruang keluarga dan di sebelah barat dan timur terdapat lagi kamar tidur. Masing-masing kamar mempunyai teras atau balkon. Kamar tidur utama sangat luas dengan ruang pakaian dan toilet di kiri kanannya. Antara ruang tidur utama dan teras terdapat pintu dorong selebar dinding sehingga apabila dibuka teras menyatu dengan kamar tidur, menghadap ke arah kota Bandung. Untuk melindungi teras dan ruang tidur dari air hujan, dibuat tritisan dari kaca disangga dengan rangka baja.

Bentuk ruang keluarga identik dengan ruang tidur utama, ke arah bertolak belakangnya yaitu Utara dimana Gunung Tangkuban Perahu berada. Di atas ruang-rung tidur terdapat lantai tiga yang terdiri atas sebuah ruang cukup luas untuk pertemuan atau pesta, kamar tidur untuk tamu, sebuah bar, dan kamar mandi serta toilet tersendiri. Sama dengan ruang lainnya. ruang ini memiliki teras, jendela dan pintu dorong lebar.

Di atas lantai tiga berupa atap datar yang digunakan untuk teras. Semua perabotan dan kaca tritisan diimpor dari Paris, Perancis.

Bangunan ini ada tendensi horisontal dan vertikal yang ada pada arsitektur India yang banyak berpengaruh pada candi candi di Jawa. Dikatakannya dalam arsitektur candi maupun bangunan tradisional, keindahan ornamen berupa garis garis molding akan lebih terlihat dengan adanya efek bayangan matahari yang merupakan kecerdikan arsitek masa lampau dalam mengeksploitasi sinar matahari tropis.

Schoemaker banyak memadukan falsafah arsitektur tradisional dengan modern dalam bangunan ini. Secara konsisten, ia menerapkannya mulai dari kesatuan dengan lingkungan, orientasi kosmik utara selatan, bentuk dan pemanfaatan sinar matahari untuk mendapat efek bayangan yang memperindah bangunan.