Wanniee/Bak pasir
کوچيڠ
古晉
Dari kanan atas searah jarum jam: Astana, bangunan legislatif Serawak, Tugu Kucing, Jambatan Pending, Museum Serawak, dan Fort Margherita. Lambang-Lambang Resmi Bandaraya Kuching Majilis Bandaraya Kuching Utara Majilis Bandaraya Kuching Selatan
Dari kanan atas searah jarum jam: Astana, bangunan legislatif Serawak, Tugu Kucing, Jambatan Pending, Museum Serawak, dan Fort Margherita.
Lambang-Lambang Resmi Bandaraya Kuching
Majilis Bandaraya Kuching Utara Majilis Bandaraya Kuching Selatan
NegaraMalaysia
Negara bagianSerawak
BagianBagian Kuching
DaerahDaerah Kuching
Didirikan oleh Kesultanan Brunei1827
Dihuni oleh James Brooke18 Agustus 1842
Munisipaliti1 Januari 1934
Didirikan
(Menerima status kota)
1 Agustus 1988
Pemerintahan
 • JenisKuching Selatan : Pemerintahan wali kota–dewan
Kuching Utara : Pemerintah dewan–pengelola
 • Wali kota (Kuching Selatan)James Chan Khay Syn
 • Komisaris (Kuching Utara)Datuk Abang Wahap Abang Julai
Luas
 • Bandar Kuching431,02 km2 (136 sq mi)
Populasi
 (2010)
 • Bandar Kuching325.132 jiwa[2]
 • Metropolitan
684.112 jiwa
 Sumber dari Sensus Penduduk dan Perumahan Malaysia 2010. Wilayah Metropolitan Kuching (Greater Kuching) meliputi populasi 358,980 di Munisipaliti Padawan dan daerah Samarahan.
Zona waktuZWM (UTC+8)
Kode pos
93xxx
Situs webKuching Utara: www.dbku.gov.my
Kuching Selatan: www.mbks.gov.my

Kuching atau Kota Kuching merupakan ibukota Serawak yang terletak di Malaysia Timur. Kota ini juga merupakan ibukota Divisi Kuching. Kota ini terletak di Sungai Serawak di ujung barat daya negara bagian Serawak di pulau Kalimantan dan meliputi area seluas 431 kilometer persegi (166 sq mi) dengan populasi sekitar 165,642 di wilayah administratif Kuching Utara dan 159,490 di wilayah administrasi Kuching Selatan.[3][4][5] — dengan jumlah 325,132 orang.[3]

Kuching adalah ibukota ketiga Serawak pada tahun 1827 pada masa pemerintahan Kekaisaran Brunei. Pada tahun 1841, Kuching menjadi ibukota Serawak setelah Serawak diserahkan ke James Brooke untuk membantu kerajaan Brunei dalam menghancurkan pemberontakan. Kota ini terus mendapat perhatian dan pengembangan selama pemerintahan Charles Brooke seperti pembangunan sistem sanitasi, rumah sakit, penjara, benteng, dan bazar. Pada tahun 1941, pemerintahan Brooke memiliki Perayaan Centenary di Kuching. Selama Perang Dunia II, Kuching diduduki oleh tentara Jepang dari tahun 1942 sampai 1945. Pemerintah Jepang mendirikan kamp Batu Lintang dekat Kuching untuk menahan tawanan perang dan interniran sipil. Setelah perang, kota ini tetap masih bertahan utuh. Namun, Rajah terakhir Serawak, Sir Charles Vyner Brooke memutuskan untuk menyerahkan Serawak sebagai bagian dari Mahkota Inggris pada tahun 1946. Kuching tetap menjadi ibukota selama periode Mahkota Inggris. Setelah pembentukan Malaysia pada tahun 1963, Kuching juga tetap dikekalkan menjadi ibukota dan mendapat status resmi kota pada tahun 1988. Sejak itu, kota Kuching dibagi menjadi dua wilayah administratif yang dikelola oleh dua pemerintah daerah yang terpisah. Pusat administrasi pemerintahan negara Serawak terletak di Wisma Bapa Malaysia, Kuching.

Kuching adalah tujuan pangan utama bagi wisatawan dan merupakan pintu gerbang utama bagi wisatawan mengunjungi Serawak dan Kalimantan.[5] Taman Nasional Lahan Basah Kuching terletak sekitar 30 kilometer (19 mi) dari kota dan terdapat banyak tempat wisata lainnya di dalam dan sekitar Kuching seperti Taman Nasional Bako, Pusat Satwa Liar Semenggoh, Festival Musik Hutan Hujan Dunia (RWMF), bangunan legislatif Serawak, Astana, Fort Margherita, Museum Kucing, dan Museum Serawak. Kota ini telah menjadi salah satu pusat industri dan komersial utama di Malaysia Timur.[6][7]

Sejarah

Serawak adalah bagian dari Kekaisaran Brunei sejak mengekangnya Sultan Brunei pertama, Sultan Muhammad Shah. Kuching adalah ibukota ketiga Serawak, yang didirikan pada tahun 1827 oleh perwakilan dari Sultan Brunei, Pengiran Indera Mahkota.[8] Sebelum berdirinya Kuching, dua ibukota masa lalu Serawak adalah Santubong, didirikan oleh Sultan Pengiran Tengah pada tahun 1599, dan Lidah Tanah, yang didirikan oleh Datu Patinggi Ali awal tahun 1820-an.[8]

Pengiran Muda Raja Hashimit kemudian menyerahkan wilayah ini untuk petualang Inggris, James Brooke sebagai hadiah karena membantunya melawan pemberontakan di Serawak pada saat itu.[9] Pemberontakan itu hancur pada bulan November 1840, dan pada tanggal 24 September 1841, Brooke diangkat sebagai Gubernur Serawak dengan gelar "Rajah".[9] Ia tidak diumumkan sampai 18 Agustus 1842 setelah Sultan Omar Ali Saifuddin II meratifikasi gubernur, dan membutuhkan Brooke membayar jumlah tahunan sebesar $2,500 kepada Sultan.[9] Sejak saat itu, Kuching menjadi pusat pemerintahan Brooke.[10]

Pemerintahan kemudian dilanjutkan oleh keponakannya, Charles Brooke. Sebagai ibukota administratif, ia menjadi pusat perhatian dan pembangunan.[11] Perbaikan termasuk sistem sanitasi.[11] Pada tahun 1874, kota ini telah menyaksikan beberapa perkembangan, termasuk pembangunan rumah sakit, penjara, Fort Margherita, dan banyak bangunan lainnya.[11]

Istri Charles Brooke menulis otobiografinya, (My Life in Sarawak), termasuk deskripsi tentang Kuching:

Kota kecil ini tampak begitu rapi, segar dan makmur di bawah yurisdiksi cermat dari Rajah dan petugas, bahwa hal ini mengingatkan saya pada sebuah kotak mainan yang tetap dijaga teliti dengan bersih oleh seorang anak. Bazar berada pada jarak tertentu di sepanjang tepi sungai, dan hampir semuanya dihuni oleh pedagang Cina, dengan pengecualian satu atau dua toko India .... Pelbagai barang eksotis yang diletakkan di meja dekat trotoar, di mana pembeli dapat membuat pilihan mereka. Di toko-toko India anda dapat membeli sutra dari India, sarung dari Jawa, teh dari Tiongkok, ubin dan porselen dari seluruh belahan dunia, tercantum dalam kebingungan yang indah, dan meluap ke jalan.[11][12]

Astana (Istana), yang sekarang merupakan kediaman resmi Gubernur Serawak, dibangun di samping rumah pertama Brooke. Bangunan ini dibangun pada tahun 1869 sebagai hadiah pernikahan untuk istrinya.[13][14] Kuching terus berkembang di bawah Charles Vyner Brooke, yang menggantikan ayahnya sebagai Rajah Ketiga Serawak.[9] Pada tahun 1941, perayaan Centenary diadakan di Kuching.[15] Beberapa bulan kemudian, pemerintahan Brooke hampir tamat apabila Jepang menduduki Serawak.[9]

Selama Perang Dunia II, enam peleton infanteri dari 2/15 Resimen Punjab ditempatkan di Kuching pada April 1941.[16] Resimen ini mempertahan Kuching dan lapangan terbang Bukit Stabar dari dihancurkan oleh Jepang. Pertahanan utama terkonsentrasi di Kuching dan Miri.[16] Namun pada tanggal 24 Desember 1941, Kuching ditakluk oleh tentara Jepang. Serawak diperintah sebagai bagian dari Kekaisaran Jepang selama tiga tahun dan delapan bulan, sampai Jepang menyerah resmi pada tanggal 11 September 1945. Penyerahan resmi ditandatangani pada HMAS Kapunda di Kuching.[17][18][19] Dari Maret 1942, Jepang mengoperasikan kamp Batu Lintang, untuk tawanan perang dan interniran sipil, tiga mil (5 km) di luar Kuching.[20]

Setelah akhir Perang Dunia II, kota ini selamat dan tidak sepenuhnya rusak.[21] Rajah Serawak yang ketiga dan terakhir, Sir Charles Vyner Brooke kemudian menyerahkan Serawak ke Mahkota Inggris pada 1 Juli 1946.[22][23] Selama periode Mahkota Inggris, pemerintah Inggris giat berusaha untuk mengembangkan dan meningkatkan infrastruktur di Serawak.[18] Kuching direvitalisasi sebagai ibukota Serawak di bawah pemerintahan Mahkota Inggris.[24] Ketika Serawak, bersama-sama dengan Borneo Utara, Singapura dan Federasi Malaya, membentuk Federasi Malaysia pada tahun 1963,[25] Kuching terus dikekalkan statusnya sebagai ibukota dan diberikan status resmi kota pada 1 Agustus 1988.[26][27]

Etimologi

Nama "Kuching" sudah digunakan untuk kota ini pada saat Brooke tiba pada tahun 1839.[4][11] Ada banyak teori mengenai derivasi dari kata "Kuching". Itu mungkin berasal dari kata Melayu untuk kucing, atau dari Cochin, sebuah pelabuhan perdagangan India di Pantai Malabar dan istilah generik di Cina dan India Britania untuk perdagangan pelabuhan.[4] Beberapa artefak Hindu dapat dilihat hari ini di Museum Serawak.[28] Namun, sumber lainnya melaporkan bahwa kota Kuching sebelumnya dikenal sebagai "Serawak" sebelum Brooke tiba. Pemukiman ini berganti nama menjadi "bagian Serawak" selama ekspansi kerajaan. Barulah pada tahun 1872 bahwa pemukiman ini berganti nama menjadi "Kuching" semasa administrasi Charles Brooke.[28][29]

Ada satu teori tidak didasarkan pada kisah miskomunikasi. Menurut suatu cerita, James Brooke tiba di Kuching pada kapal pesiar nya "royalis". Dia kemudian bertanyakan pemandu lokal yang membawanya mengenai nama kota tersebut. Pemandu lokal itu berpikir bahwa James Brooke sedang menunjuk ke arah seekor kucing, lantas ia mengatakan ia adalah "Kuching". Namun, etnis Melayu di Serawak biasanya merujuk nama kucing sebagai "pusak" bukannya kata Melayu "kucing".[28]

Beberapa sumber juga menyatakan bahwa ia berasal dari buah yang disebut "mata kucing" (Euphoria malaiense),[catatan 1][catatan 2] buah yang tumbuh secara luas di Malaysia dan Indonesia.[30] Ada juga sebuah bukit di kota itu yang dinamai selepas buah mata kucing, yang disebut "Bukit Mata Kuching". Sementara seperti yang telah ditulis oleh seorang wanita Inggris untuk anaknya di abad ke-19, dinyatakan bahwa nama itu berasal dari aliran sungai, yang disebut sebagai "Sungai Kuching" atau "Cat River" dalam bahasa Inggris.[4][31]

Sungai ini terletak di kaki Bukit Mata Kuching dan di depan Tokong Tua Pek Kong. Pada tahun 1950, sungai ini menjadi sangat dangkal karena endapan lumpur di sungai. Sungai itu kemudian diisi untuk membuat jalan.[28]

Ada lagi teori yang lebih kredibel bahwa Kuching sebenarnya berarti "Ku" (古) - Lama dan "Ching" (井) - "Sumur" atau "sebuah sumur tua" (古井) dalam bahasa Cina selama pemerintahan Brooke. Karena tidak ada pasokan air di kota itu, penyakit air pada saat itu menjadi hal yang biasa. Pada tahun 1888, sebuah epidemi melanda kota itu yang kemudiannya dikenal sebagai "Epidemi Wabah Kolera". Sebuah sumur yang terletak di atas Jalan Cina pada hari ini di Bazaar Utama membantu memerangi wabah itu dengan menyediakan pasokan air bersih, karena peningkatan permintaan untuk pasokan air, peran sumur tersebut kemudian digantikan oleh instalasi pengolahan air di Jalan Bau.[28][32]

Ibu kota

Sebagai ibukota Serawak, Kuching memainkan peran penting dalam kesejahteraan politik dan ekonomi bagi penduduk negara bagian ini karena menjadi pusat pemerintahan di mana hampir semua kantor pusat pemerintahan dan kementerian berada di sini. Bangunan legislatif Serawak terletak di pinggiran kota Kuching di Petra Jaya. Ada lima anggota Parlemen (MP) mewakili lima daerah pemilihan parlemen seperti: Mas Gading (P.192), Santubong (P.193), Petra Jaya (P.194), Kota Kuching (P.195) dan Stampin (P.196). Kota ini juga memilih 13 wakil untuk badan legislatif dari daerah majlis legislatif seperti Opar, Tasik Biru, Tanjung Datu, Pantai Damai, Demak Laut, Tupong, Samariang, Satok, Padungan, Pending, Batu Lintang, Kota Sentosa, dan Batu Kawah.[33]

Otoritas lokal dan definisi kota

Kuching merupakan satu-satunya kota di Malaysia yang dikelola oleh dua walikota,[8] kota ini terbagi kepada Kuching Utara dan Kuching Selatan.[34] Masing-masing dikelola oleh seorang walikota Kuching Selatan dan komisaris Kuching Utara.[7] Komisaris Kuching Utara saat ini adalah Datuk Abang Wahap Abang Julai, yang mengambil alih dari Abang Atei Abang Medaan pada 1 Agustus 2011 sementara James Chan Khay Syn menjadi walikota baru untuk Kuching Selatan pada 2008 setelah kematian mendadak Chong Ted Tsiung.[35][36] Kota ini memperoleh status kota pada tanggal 1 Agustus 1988,[26] dan sejak itu ia diperintah oleh Majilis Bandaraya Kuching Utara (DBKU) dan Majilis Bandaraya Kuching Selatan (MBKS).

Kota ini didefinisikan dengan perbatasan daerah, sebelumnya munisipaliti Kuching. Dengan luas 1,868.83 kilometer persegi, ia adalah daerah paling padat penduduknya di Serawak.[37] Daerah ini kemudiannya dibagi menjadi tiga sub-daerah, yaitu bagian Kuching, Padawan dan Siburan. Bagian Kuching termasuk kawasan kota dan munisipaliti Padawan,[catatan 3] sementara Siburan dan Padawan adalah sub-daerah. Gabungan dari Majilis Bandaraya Kuching Utara, Majilis Bandaraya Kuching Selatan, Majilis Bandaraya Padawan dan Majilis Daerah Samarahan dikenal sebagai Greater Kuching.[1][38]

Hubungan Internasional

Beberapa negara telah mendirikan konsulat mereka di Kuching, antaranya termasuk Australia,[39] Brunei,[40] Tiongkok,[41] Denmark,[42] Perancis,[43] Indonesia,[44] Polandia[45] dan Britania Raya.[46]

Kuching kini mempunyai enam kota kembar dan satu provinsi kembar.

Negara Kota / Provinsi Status pembagian Sumber
  Tiongkok Kunming Kota kembar [47]
  Tiongkok Xiamen Kota kembar [48]
  Tiongkok Zhenjiang Kota kembar [49]
  Indonesia Kota Pontianak Kota kembar [50]
  Malaysia Johor Bahru Kota kembar [50]
  Arab Saudi Jeddah Kota kembar [50]
  Korea Selatan Guro-gu Provinsi kembar [51]

Geografi

Pranala luar

Referensi

  1. ^ a b "Briefing By The Mayor of Kuching North". Kuching North City Hall. Economic Planning Unit (Prime Minister's Department Malaysia). Diakses tanggal 19 Desember 2013. 
  2. ^ Ringkasan statistik penting bagi daerah oleh Departemen Statistik, Malaysia, 2010, hlm. 1 dan 8
  3. ^ a b "Population Distribution by Local Authority Areas and Mukims, 2010 (halaman 1 & 8)" (PDF). Department of Statistics, Malaysia. Diakses tanggal 19 Juli 2013. 
  4. ^ a b c d Trudy Ring; Robert M. Salkin; Sharon La Boda (Januari 1996). International Dictionary of Historic Places: Asia and Oceania. Taylor & Francis. hlm. 497–498. ISBN 978-1-884964-04-6. 
  5. ^ a b Britt Bunyard (6 Maret 2000). Walking to Singapore. iUniverse. hlm. 223–. ISBN 978-0-595-00086-9. 
  6. ^ Raymond Frederick Watters; T. G. McGee (1997). Asia-Pacific: New Geographies of the Pacific Rim. Hurst & Company. hlm. 311–. ISBN 978-1-85065-321-9. 
  7. ^ a b Oxford Business Group (2008). The Report: Sarawak 2008. Oxford Business Group. hlm. 30, 56, 69 & 136. ISBN 978-1-902339-95-5. 
  8. ^ a b c Pat Foh Chang (1999). Legends and History of Sarawak. Chang Pat Foh. ISBN 978-983-9475-06-7. Diakses tanggal 13 Juli 2012. 
  9. ^ a b c d e Faisal S. Hazis; Mohd. Faisal Syam Abdol Hazis (2012). Domination and Contestation: Muslim Bumiputera Politics in Sarawak. Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 5–25–26–29. ISBN 978-981-4311-58-8. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  10. ^ Borneo. Ediz. Inglese. Lonely Planet. 2008. hlm. 162–. ISBN 978-1-74059-105-8. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  11. ^ a b c d e Trudy Ring; Noelle Watson; Paul Schellinger (12 November 2012). Asia and Oceania: International Dictionary of Historic Places. Routledge. hlm. 866–. ISBN 978-1-136-63979-1. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  12. ^ Margaret Brooke (Januari 2010). My Life in Sarawak. General Books LLC. ISBN 978-1-152-19241-6. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  13. ^ Charles De Ledesma; Mark Lewis; Pauline Savage (2003). Malaysia, Singapore and Brunei. Rough Guides. hlm. 414–. ISBN 978-1-84353-094-7. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  14. ^ Brian Row McNamee (4 November 2009). With Pythons and Head-Hunters in Borneo: The Quest for Mount Tiban. Xlibris Corporation. hlm. 38–. ISBN 978-1-4500-0279-0. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  15. ^ Steven Runciman (3 Februari 2011). The White Rajah: A History of Sarawak from 1841 to 1946. Cambridge University Press. hlm. 248–. ISBN 978-0-521-12899-5. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  16. ^ a b Patricia Pui Huen Lim; Diana Wong (2000). War and Memory in Malaysia and Singapore. Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 125–127. ISBN 978-981-230-037-9. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  17. ^ "HMAS Kapunda". Angkatan Laut Australia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 Juni 2014. Diakses tanggal 4 Juni 2014. 
  18. ^ a b Keat Gin Ooi (1 Januari 2004). Southeast Asia: A Historical Encyclopedia, from Angkor Wat to Timor. R-Z. volume three. ABC-CLIO. hlm. 1177–. ISBN 978-1-57607-770-2. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  19. ^ Jackson (9 Maret 2006). British Empire and 2ND Ww (E). Continuum. hlm. 445–. ISBN 978-0-8264-4049-5. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  20. ^ Keat Gin Ooi (1998). Japanese Empire in the Tropics: Selected Documents and Reports of the Japanese Period in Sarawak, Northwest Borneo, 1941 - 1945. Ohio Univ. Center for Internat. Studies. hlm. 6–11. ISBN 978-0-89680-199-8. 
  21. ^ Yvonne Byron (1995). In Place of the Forest; Environmental and Socio-Economic Transformation in Borneo and the Eastern Malay Peninsula. United Nations University Press. hlm. 215–. ISBN 978-92-808-0893-3. 
  22. ^ James Stuart Olson; Robert Shadle (1996). Historical Dictionary of the British Empire: A-J. Greenwood Publishing Group. hlm. 200–. ISBN 978-0-313-29366-5. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  23. ^ Gerard A. Postiglione; Jason Tan (2007). Going to School in East Asia. Greenwood Publishing Group. hlm. 210–. ISBN 978-0-313-33633-1. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  24. ^ Pat Foh Chang (1999). Legends and history of Sarawak. Chang Pat Foh. ISBN 978-983-9475-07-4. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  25. ^ Boon Kheng Cheah (2002). Malaysia: The Making of a Nation. Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 93–. ISBN 978-981-230-175-8. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  26. ^ a b "History". Council of the City of Kuching South. 14 Mei 2014. Diakses tanggal 16 Mei 2014. 
  27. ^ Kuching: towards a new horizon. Kuching Municipal Council. 1988. Diakses tanggal 18 Juli 2013. 
  28. ^ a b c d e "Origin of Name - Kuching". Asia Tourism Alliance. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 Februari 2015. Diakses tanggal 4 Februari 2015. 
  29. ^ Rowthorn C, Cohen M, Williams C. (2008). In Borneo. Ediz. Inglese. Lonely Planet. hlm. 162. Carian Google Book. Retrieved 4 Februari 2015.
  30. ^ Paulo Alcazaren (17 September 2011). "Truly cool Kuching". The Philippine Star. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 Juni 2014. Diakses tanggal 6 Juni 2014. 
  31. ^ Sarawak Museum (1993). A brief history of Kuching. Sarawak Museum. 
  32. ^ Francis Chan, The Borneo Post, 1 September 2013
  33. ^ "List of Parliamentary Elections Parts and State Legislative Assemblies On Every States". Ministry of Information Malaysia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 Mei 2014. Diakses tanggal 19 Mei 2014. 
  34. ^ Tamara Thiessen (2012). Borneo: Sabah - Brunei - Sarawak. Bradt Travel Guides. hlm. 244–246–266. ISBN 978-1-84162-390-0. Diakses tanggal 20 Juli 2013. 
  35. ^ Geryl Ogilvy Ruekeith (2 Agustus 2011). "Ex-cop sworn in as Sixth North Kuching Datuk Bandar". The Borneo Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 Mei 2014. Diakses tanggal 19 Mei 2014. 
  36. ^ Jack Wong (29 Mei 2008). "Chan appointed mayor of Kuching". The Star. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 Mei 2014. Diakses tanggal 19 Mei 2014. 
  37. ^ "Sarawak : Population By Administrative District 2000 & 2010" (PDF). Sarawak Fact and Figures by State Planning Unit, Chief Minister's Department. Sarawak State Government. 2012. hlm. 11/16. Diakses tanggal 6 Juni 2014. 
  38. ^ "Various Studies Aiming To Develop A Better Kuching (Greater Kuching Urban and Regional Study)". Shankland Cox Ltd. Sarawak State Government. Diakses tanggal 6 Juni 2014. 
  39. ^ "Australian Consulate in Kuching, Sarawak, Malaysia". Department of Foreign Affairs and Trade, Australia. Diakses tanggal 3 Juni 2014. 
  40. ^ "Consulate General of Brunei Darussalam in Kuching, Sarawak Malaysia". Ministry of Foreign Affairs and Trade, Brunei. Diakses tanggal 3 Juni 2014. 
  41. ^ "Chinese Consulate-General in Kuching (Malaysia)". Ministry of Foreign Affairs, China. Diakses tanggal 3 Juni 2014. 
  42. ^ "Danish Consulates". Ministry of Foreign Affairs, Denmark. Diakses tanggal 3 Juni 2014. 
  43. ^ "Consulate". Embassy of France in Kuala Lumpur. Diakses tanggal 3 Juni 2014. 
  44. ^ "Consulate General of the Republic of Indonesia, Kuching". Consulate General of Indonesia, Kuching, Sarawak, Malaysia. Diakses tanggal 4 Juni 2014. 
  45. ^ "Honorary Consulates in Malaysia" (PDF). European External Action Service. Diakses tanggal 2 Juni 2013. 
  46. ^ "Supporting British nationals in Malaysia". Government of the United Kingdom. Diakses tanggal 4 Juni 2014. Working with local partners and honorary representatives in Penang, Langkawi, Kota Kinabalu and Kuching to assist British nationals 
  47. ^ InKunming (4 Juni 2014). "Kunming and Kuching build sister city relations". en.kunming.cn. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 Juni 2014. Diakses tanggal 9 Agustus 2012. 
  48. ^ Matthew Hoekstra (26 April 2012). "Richmond to become 16th sister of Xiamen". Richmond Review. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 Juni 2014. Diakses tanggal 4 Juni 2014. Richmond will be Xiamen's first Canadian sister city and fourth in North America, where Xiamen's other friends are Baltimore, Md., Sarasota, Fla. and Guadalajara, Mexico. Its other sister cities are Cardiff, Wales; Sasebo, Japan; Cebu, Philippines; Wellington, New Zealand; Penang, Malaysia; Marathon, Greece; Sunshine Coast, Australia; Kaunas, Lithuania; Zoetermeer, Netherlands; Kuching, Malaysia; Surabaya, Indonesia; and Mokpo, South Korea. 
  49. ^ "Cities abroad keen to forge ties with Kuching". New Straits Times. 2 Agustus 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 Juni 2014. Diakses tanggal 4 Juni 2014. 
  50. ^ a b c "Kuching bags one of only two coveted 'Tourist City Award' in Asia". The Star. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 Juni 2014. Diakses tanggal 27 Agustus 2011. 
  51. ^ Eve Sonary Heng (30 Agustus 2012). "MBKS establishes relationship with Korean city". The Borneo Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 Juni 2014. Diakses tanggal 4 Juni 2014. 

Catatan kaki

  1. ^ Mata Kucing adalah kerabat dekat bagi Longan (Euphoria longana).
  2. ^ Mata Kucing mirip dengan buah Longan.
  3. ^ Tidak perlu dikelirukan dengan Munisipaliti Padawan.