Ahmad Syathibi
Mama Syathibi / Mama Gentur | |
---|---|
Gelar | Al-'Alim Al-'Allamah Al-Kamil Al-Wara` |
Nama | Ahmad Syathibi |
Nasab | bin Muhammad Sa'id bin Abdul Qodir |
Nisbah | Al-Qonturi, Asy-Syanjuri, Al-Jawi, Asy-Syafi'i |
Lahir | Gentur, Warungkondang, Cianjur, Hindia Belanda |
Meninggal | Gentur, Warungkondang, Cianjur, Indonesia |
Dimakamkan di | Gentur |
Etnis | Sunda |
Zaman | 13 Hijriyah |
Jabatan | Pengajar di Pesantren Gentur dan Masjid Agung Cianjur |
Firkah | Sunni |
Mazhab Fikih | Syafi'i |
Minat utama | Bilaghah |
Dipengaruhi oleh
|
Biografi
Mama Syathibi atau lebih dikenal dengan Mama Gentur adalah salah satu sosok Ulama Tanah Pasundan yang berpangkat Al-'Alim Al-'Allamah Al-Kamil Al-Wara. Beliau hidup pada pertengahan kurun ke 13 Hijriyah. tidak diketahui secara pasti tahun kelahirannya. tetapi, yang jelas beliau adalah masih keturunan dari Waliyullah Syekh Abdul Muhyi Pamijahan, Tasikmalaya.
Silsilah
- Mama Ahmad Syathibi bin
- Mama Muhammad Sa'id bin
- Mama Abdul Qodir bin
- Syekh Nur Hajid bin
- Syekh Nur Katim bin
- Syekh Dalem Bojong bin
- Syekh Abdul Muhyi
Nama Kecilnya
Nama sewaktu kecilnya adalah Agus, setelah pulang dari Mekkah namanya diganti menjadi Dagustani. Namun, nama masyhurnya sekarang yaitu Al-'alim Al-'allamah Syaikh Ahmad Syathibi atau Mama Gentur kata Orang Sunda yang jadi anak muridnya.
Murid-muridnya
Beliau memiliki banyak murid, antara lain :
- Syekh Ahmad Eumed (Mama Cimasuk), Kabupaten Garut
- Syekh Zinal 'Alim (Mama Haur Kuning)
- Syekh Muhammad 'Umar Bashri (Aceng Eumon) / (Mama Paujan), Kabupaten Garut
- Syekh 'Izzuddin (Mama Cibatu), Cisaat, Kabupaten Sukabumi
- Syekh Zain Abdusshomad (Mama Gelar), Cibeber, Kabupaten Cianjur
- Syekh Muhammad Hasbullah (Mama Babakan Bandung), Sukaraja, Kabupaten Sukabumi
- Syekh Fudholi (Mama Gentong), Cisaat, Kabupaten Sukabumi
- Syekh Abdusshobur (Mama Gunung Sumping), Palabuhanratu, Kota Palabuhanratu
- Syekh Ahmad 'Inayatullah (Mama Warudoyong), Warudoyong, Kota Sukabumi
- Syekh Hulaimi (Mama Darmaga), Bojongpicung, Kabupaten Cianjur
- Syekh Abdullah (Mama Jeungjing), Sukaraja, Kabupaten Sukabumi
- Syekh Ahamd Dimyathi (Mama Kedung), Ciranjang, Kabupaten Cianjur
- Syekh Muhammad Syuja'i (Mama Ciharashas), Cilaku Kabupaten Cianjur
- Syekh Ahmad 'Izzuddin (Mama Kubang), Cibeber, Kabupaten Cianjur
- Syekh Suyuthi (Mama Pawenang), Nagrak, Kabupaten Sukabumi
- Syekh Muhammad Syafi'i (Mama Cijerah), Bandung Kulon, Kota Bandung
- Syekh Fakhruddin (Mama Sungapan), Cibeureum, Kota Sukabumi
Riyadoh
Kabar dari Syekh Ahmad Eumed Cimasuk Garut bin Syekh Muhammad Rusdi Haurkuning, "Waktu saya ziarah ke Mama Gentur, beliau mengisahkan, "Dulu Mama ketika sangat mengiginginkan punya ilmu yang besar tapi Mama merasa bingung memilih guru untuk ngaji kepadanya? Akhirnya Mama berangkat ziarah kubur ke Wali Luar Batang Jakarta. Disitu Mama membaca Shalawat Nariyah 4444 kali dan tamat sebanyak 44 kali dalam waktu delapan bulan. Kemudian, setelah itu Mama mimpi bertemu dengan Wali Luar Batang (Habib Husain bin Abu Bakar Alaydrus). Wali tersebut berkata : "Kalau kamu benar-benar mau punya ilmu yang besar, segeralah pergi ke daerah Garut".
Pendidikan
Pesantren Keresek
Maka kemudian Mama mulai berangkat ke Pesantren Keresek. Kata Mama Keresek : "Kalau Ananda mau punya ilmu yang besar besok mama antar ke paman mama yaitu Pangersa Mama Ajengan Muhammad Adzro'i di Bojong sebab dalam waktu sekarang ini para sepuh yang punya ilmu yang besar di tiap kabupaten juga kebanyakan adalah yang nyantri ke paman mama tersebut, yaitu Syekh Muhammad Adzro'i Bojong Garut. Mama Gentur menginap semalam di Keresek, besoknya kemudian diantarkan ke Pesantren Bojong.
Pesantren Bojong
Diceritakan waktu pertama masuk ke pesantren, oleh guru di pesantren disumpah jikalau tidak mempunyai ilmu sihir. Kemudian beliau melaksanakan sumpahnya tanda tidak memiliki ilmu sihir. Kemudian barulah beliau diterima sebagai murid di pesantren. Makanan yang biasa beliau makan selama di pesantren cukup dengan talas yang dicuilkan kedalam sambel roay , tidak pernah makan yang enak dengan rupa-rupa makanan. Ketika mendapati masalah kitab yang susah difaham, beliau langsung menghadiahi mualifnya dengan makanan dan aurod shalawat. Hanya dalam waktu 40 hari mondok di Bojong beliau sudah hafal kitab :
- Yaqulu (Nazom Maqsud)
- Kailany
- Amrithy
- Alfiyah
- Samarqondy
- Jauhar Maknun
Keunggulan Pesantren Bojong - Garut adalah para santri yang belajar di pesantren tersebut jika sudah belajar selama dua tahun biasanya akan jadi al-'Alim al-'Allamah. Mama Gentur menetap di Pesantren Bojong hanya selama satu tahun hingga akhir bulan Sya'ban, karena disuruh gurunya, Syekh Muhammad Adzro'i untuk menemani Kiyai Rusdi ngaji di Pesantren Gudang Tasikmalaya. Kiyai Rusdi adalah merupakan salahsatu santri Bojong yang waktu Mama Gentur mulai mondok di Pesantren Bojong disitu ada Kiyai Muhammad Rusdi yang sudah menetap selama 3 tahun. Padahal ketika sudah genap 2 tahun oleh Syekh Muhammad Adzro'i sudah disuruh muqim hanya saja ayahnya belum mengizinkan. Mama Gentur genap 1 tahun di Bojong sedangkan Ajengan Muhammad Rusdi genap 4 tahun. Dari situ disuruh ngaji ke Mama Syuja'i Gudang Tasikmalaya ditemani oleh Mama Gentur.
Pesantren Gudang
Kata Mama Gentur, Mama Gudang jika sedang mengajar dihadapan Kiyai Rusdi dagu dan badan beliau bergetar dikarenakan sungkan akan ilmunya Kyai Rusdi. Bahkan, Mama Gudang berkata kepada Mama Gentur "Katakan kepada Ki Rusdi segeralah bermukim. Bukankah Kang Adzro'i pun sudah menyuruhnya dan sudah ada dalam ridho guru?". Namun, tetap saja ayahnya belum juga menyetujuinya. Kemudian Kiyai Rusdi setelah mondok di Gudang selanjutnya pindah lagi ke Syekh Muhammad Shoheh Bunikasih Cianjur yang disebut Ba'dul Ikhwan oleh Syekh Ibrahim al-Bajuri dalam kitab Tijan. Syekh Muhammad Shoheh dan Syekh Muhammad Adzro'i adalah teman sepondok sewaktu ngaji di Syekh Ibrahim al-Baijuri. Mama Gentur terus menetap di Gudang hingga 9 tahun lamanya. Waktu mesantren di Gudang, beliau pernah ziarah ke makam kubur di Geger Manah. Sebelumnya beliau puasa dulu selama 40 hari baru berangkatlah ke Geger Manah dan langsung mendatangi juru kunci makam. Beliau disambut di rumah kuncen sembari ditanya perihal maksud dan tujuannya, yaitu hendak ziarah tabaruk di makam keramat. Kemudian diantarlah beliau menuju makam keramat tersebut. Kira-kira jam 4 Subuh beliau pulang dari makam dan balik lagi ke tempat kuncen, kemudian kuncen menjamunya dengan rupa-rupa makanan. Selesai makan, beliau bertanya kepada kuncen, "Mang, malem tadi ada hujan kesini gak?" Jawab kuncen "Ah, gak ada. Memangnya ada apa Ajengan....? Kuncen agak heran. "Waktu saya di makam sedang ziarah tiba-tiba ada hujan yang besar sekali, petir menyambar-nyambar disertai angin yang sangat kencang. Saya melihat pohon kayu yang amat besar merunduk-runduk ke tanah seperti mau runtuh." Kuncen bertanya, "Terus ada apa lagi? "Jawab Mama Gentur , "Ah rahasia, saya gak sanggup menceritakannya." Dimalam itu kata penduduk kampung ada suara ayam berkokok yang terdengar jelas oleh semuanya, sedangkan di kampung tersebut tidak ada yang punya ayam yang suaranya seperti itu. Semuanya kaget akan suara ayam tersebut, kemudian diselidiki darimana sumbernya suara. Ternyata yakin bahwa suara ayam tersebut berasal dari atas pasir, tempat makam yang diziarahi oleh Pangersa Mama Gentur. Kata Mama Gentur, "Setelah 9 tahun di Gudang kemudian Mama berangkat ke Mekkah ngaji ke Syekh Hasbullah.
Pesantren di Mekkah
Pertama ngaji di Syekh Hasbullah banyak yang menyepelekannya. Suatu hari, Syekh Hasbullah berkata kepada murid-muridnya, kira-kira begini artinya, "Besok hari Rabu kita akan mulai ngaji kitab Tuhfah Muhtaj, tapi sebelumya kalian muthala'ah dulu kitabnya. Hasil muthala'ah tuliskan dalam buku masing-masing. Besok semua harus hadir dan bawalah hasil tulisan tersebut. Besoknya Syekh Hasbullah memeriksa buku murid-muridnya. Ketika melihat buku tulisan Mama, Syekh Hasbullah tertegun, kemudian buku Mama dipisahkan, kemudian melanjutkan pemeriksaannya. Setelah selesai, Syekh Hasbullah berkata, "Ngaji Tuhfah batal sebab gak pantas Syatibi ngaji ke saya, bahkan seharusnya saya yang ngaji ke Syatibi. Masalah yang belum sampai saya muthala'ah, dalam buku Syatibi sudah ada. Saya gak sanggup mentaswirkan kitab dihadapan Syatibi. Tetapi, oleh sebab semuanya meminta untuk diteruskan, dan juga Mama memohon supaya diteruskan biarpun dibaca hanya lafadzna, maka barulah Syekh Hasbullah bersedia walaupun cuma lafadznya hingga tamat. Kata Mama Gentur, "Ilmu yang dipakai muthala'ah kitab tuhfah tersebut adalah sebagian ilmu yang diterima dari Syaikhuna Bojong". Waktu di Mekkah, Mama Gentur suka shalat didepan baitullah, para askar sudah pada tahu dan memberi isyarat kepada jamaah yang lain supaya ada tata hormat kepada beliau sembari berkata, "Hadza 'ulamaul jawa".
Pesantren di Mesir
Setelah sekian lama di Mekkah, kemudian beliau berangkat ke Mesir dengan maksud mau melanjutkan thalab ilmunya. Namun, Ulama Mesir sama berkata, "Sudah tidak ada guru buat Ahmad Syathibi". Hanya ada satu ulama ahli qiro'at Qur'an yang berasal dari Indonesia juga yang bermuqim di Mekkah, yaitu dari Pulau Bawean. Selanjutnya mereka saling menggurui. Mama Gentur ngajar ilmu Mantiq, Ulama Bawean ngajar ilmu Qiro'at. Sesudah Mama Gentur mukim di Mekkah selama 3 tahun, kata satu riwayat kemudian ada utusan dari Syekh Muhammad Shoheh Bunikasih Cianjur. Amanatnya, "Katakan kepada Syatibi segeralah pulang kemudian mukim di Cianjur, sebab di daerah pasundan sudah tidak ada lagi yang kuat untuk jadi pemimpin dan tauladan dari pengamalan ilmu yang sebenarnya.
Pesantren Bunikasih
Kemudian Mama Gentur pulang ke Cianjur melanjutkan ngaji ke Syeikh Shoheh Bunikasih kemudian mukim di Gentur.
Muqim
Sebelum mukim, beliau membaca Shalawat Nariyyah terlebih dahulu sebanyak 4444 kali dengan maksud supaya mukimnya ditambah-tambah ilmu dan tambah-tambah manfaatnya. Cara Mama Gentur dalam menyebarkan ilmunya yaitu beliau tidak pernah mengajarkan suatu ilmu kepada murid- muridnya kecuali telah ia amalkan terlebih dahulu. Beliau mengijazahkan shalawat untuk umum sesudah diamalkan terlebih dahulu selama 40 tahun. Beliau pernah diminta ngaji kitab Tuhfah Muhtaj, sebelum diaji beliau puasa dulu selama 40 hari. Jika makan, beliau cukup dimangkok dengan garam. Beliau tidak pernah makan enak sebagaimana keadaan beliau pada waktu nyantri di pesantren.
Undangan
Suatu ketika, beliau khusus diundang makan-makan oleh Om Muharam. Ia adalah seorang saudagar kaya raya di Cianjur. Segala makanan dan minuman disediakan. Namun, yang dimakan beliau cuma sedikit nasi yang dicuilkan ke garam saja. Begitulah menu beliau makan selamanya. Cuma pernah sesekali makan agak beda, termasuk mewah menurut beliau yaitu waktu makan dengan pepes burayak (ikan kecil) hasil ternak beliau, sebab kasab beliau yaitu ternak telur ikan hingga jadi burayak.
Kasab
Malah, suatu ketika Mama Gentur nernak telur ikan di kolam. Ketika sudah jadi burayak, tidak biasanya waktu itu bibit telur jadi dan mulus semuanya. Dari situ Mama memanggil pekerjanya yang bernama Ki Yusuf. Kata beliau, "Suf, coba kesini bawa cangkul!" Ki Yusuf menjawab, "Ada apa, Kang?" Kata Mama Gentur, "Kamu lobangi pinggir kolam ini, kemudian buanglah sebagian airnya!" Ki Yusuf heran, "Kalau begitu bukankah burayaknya pasti pada kabur, Kang?" Kata Mama Gentur, "Iya sengaja biar pada kabur ikan-ikannya takutnya ini istidraj karena sadar diri belum bisa ibadah". Setelah terbuang sebagian air dan ikan-ikannya, barulah Ki Yusuf disuruh menutup kembali lubang air tadi.
Penghargaan dari Belanda
Suatu hari, ketika Mama Gentur sedang ngajar para santrinya dan khalayak yang biasa ngaji rutinan, datanglah utusan dari pemerintah Kolonial Belanda. Beliau diminta hadir dalam diskusi program perpolitikan Belanda. Mama genturpun menyempatkan diri dulu menghadiri undangan tersebut tanpa didampingi seorangpun. Tidak lama, Mamapun sudah hadir kembali ke madrasah dan melanjutkan kembali pengajarannya. Para santri yang sudah menunggu-nunggu ingin tahu tentang pembicaraan yang didiskusikan oleh kaum Belanda, tapi Mama Gentur tak membahasnya sedikitpun. Inilah ciri Mama Gentur tidak ikut-ikutan dalam soal politik, hingga beliau mendapat penghargaan keamanan tanda bulan-bintang tiga dari Wihalminak, yaitu Gubernur Hindia Belanda.
Penghargaan dari Jepang
Dizaman pemerintahan Jepang, Mama Gentur mendapat hadiah dari Kaisar Tenoheka dikarenakan ideologinya yang murni hanya mengamalkan ajaran agama, tanpa ada maksud menyampuradukan politik dan agama
Karya Tulis
Semasa hidupnya beliau mengarang rupa-rupa kitab kurang lebih sekitar 80 kitab berbahasa Arab dan Sunda. Diantaranya adalah :
- Sirojul Munir (dalam ilmu fiqih)
- Tahdidul 'Ainain (dalam ilmu fiqih)
- Nadzom Sulamut Taufiq (dalam ilmu fiqih)
- Muqadimah Samarqandiyah (dalam ilmu bayan)
- Fathiyah (dalam ilmu bayan)
- Dahlaniyah (dalam ilmu bayan)
- Nadzom 'Addudiyah (dalam ilmu munadzoroh)
- Nadzom Ajurumiyah (dalam ilmu nahwu)
- Muntijatu Lathif (dalam ilmu shorof)
- Dan Lain-lainnya.[1].[2]