Ranggalawe

Prajurit Majapahit
Revisi sejak 27 Februari 2008 11.23 oleh Antapurwa (bicara | kontrib)

Ranggalawe adalah salah satu pengikut Raden Wijaya yang berjasa besar dalam perjuangan mendirikan Kerajaan Majapahit, namun meninggal sebagai pemberontak pertama pada tahun 1295.

Peran Awal Ranggalawe

Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe menyebut Ranggalawe sebagai putra Arya Wiraraja bupati Sumenep. Ia sendiri tinggal di Tanjung, yang terletak di Madura sebelah barat.

Ranggalawe dikirim ayahnya untuk membantu Raden Wijaya membuka Hutan Tarik (Tarik, Sidoarjo) menjadi desa Majapahit. Nama Ranggalawe sendiri merupakan pemberian Raden Wijaya. Lawe merupakan sinonim dari Wenang, yang berarti benang, atau juga berarti kekuasaan. Maksudnya ialah, Ranggalawe diberi kekuasaan oleh Raden Wijaya untuk memimpin pembukaan hutan tersebut.

Selain itu Ranggalawe juga menyediakan 27 ekor kuda dari Sumbawa sebagai kendaraan perang Raden Wijaya dan para pembantunya untuk menghadapi Jayakatwang di Kadiri.

Penyerangan ke Kadiri terjadi tahun 1293, Ranggalawe berada dalam gabungan pasukan Majapahit dan Mongol yang menggempur benteng timur kota Kadiri. Pemimpin benteng bernama Sagara Winotan, mati dipenggal Ranggalawe.

Jabatan Ranggalawe

Setelah Kadiri runtuh, Raden Wijaya menjadi raja pertama Majapahit. Menurut Kidung Ranggalawe, atas jasa-jasanya, Ranggalawe diangkat sebagai bupati Tuban yang merupakan pelabuhan utama Jawa Timur saat itu.

Prasasti Kudadu (1294) yang memuat daftar nama para pejabat awal Majapahit, ternyata tidak mencantumkan nama Ranggalawe. Yang ada ialah nama Arya Adikara dan Arya Wiraraja. Menurut Pararaton, Arya Adikara adalah nama lain Arya Wiraraja. Namun prasasti Kudadu menyebutkan dengan jelas bahwa keduanya adalah nama dua orang yang berbeda.

Slamet Muljana dalam bukunya, Menuju Puncak Kemegahan (1965), mengidentifikasi nama Arya Adikara sebagai nama lain Ranggalawe. Dalam tradisi Jawa ada istilah nunggak semi, yaitu nama ayah dipakai anak. Jadi, nama Arya Adikara yang merupakan nama lain Arya Wiraraja, kemudian dipakai sebagai nama gelar Ranggalawe ketika diangkat sebagai pejabat Majapahit.

Dalam prasasti Kudadu, ayah dan anak tersebut menjabat sebagai pasangguhan. Masing-masing bergelar Rakryan Mantri Arya Wiraraja Makapramuka dan Rakryan Mantri Dwipantara Arya Adikara.

Pemberontakan Ranggalawe

Kisah pemberontakan Ranggalawe yang merupakan perang saudara pertama di Majapahit disebutkan dalam Pararaton terjadi tahun 1295, dan diuraikan panjang lebar dalam Kidung Ranggalawe.

Pemberontakan itu dipicu oleh ketidakpuasan Ranggalawe atas pengangkatan Nambi sebagai rakryan patih. Menurut Ranggalawe, jabatan patih sebaiknya diserahkan kepada Lembu Sora yang dinilainya jauh lebih berjasa dalam perjuangan dari pada Nambi.

Ranggalawe juga mendapat hasutan dari tokoh licik bernama Mahapati sehingga ia nekad menghadap Raden Wijaya di ibu kota menuntut penggantian Nambi oleh Lembu Sora. Namun Sora justru tetap mendukung Nambi.

Karena tuntutannya tidak dihiraukan, Ranggalawe membuat kekacauan di halaman istana. Sora keluar menasihati Ranggalawe, yang merupakan keponakannya sendiri, untuk meminta maaf kepada raja. Namun Ranggalawe memilih pulang ke Tuban.

Mahapati ganti menghasut Nambi dengan mengatakan kalau Ranggalawe sedang menyusun pemberontakan. Maka berangkatlah Nambi atas izin raja, memimpin pasukan menyerang Tuban. Dalam pasukan itu ikut serta Sora dan Kebo Anabrang.

Mendengar datangnya serangan, Ranggalawe segera menyiapkan pasukannya. Ia menghadang musuh di dekat sungai Tambak-beras. Perang pun terjadi di sana. Ranggalawe bertanding melawan Kebo Anabrang di dalam sungai. Kebo Anabrang yang pandai berenang berhasil membunuh Ranggalawe secara kejam.

Melihat keponakannya dianiaya sampai mati, Sora merasa tidak tahan. Ia pun membunuh Kebo Anabrang dari belakang. Pembunuhan terhadap rekan sepasukan inilah yang kelak menjadi penyebab kematian Sora tahun 1300.

Kisah pemberontakan Ranggalawe tidak terdapat dalam Nagarakretagama (1365). Hal itu dapat dimaklumi mengingat Nagarakretagama merupakan kitab pujian tentang kebesaran Majapahit. Ranggalawe terkenal sebagai pahlawan, sehingga diperkirakan Mpu Prapanca tidak tega mengisahkan kematiannya sebagai pemberontak.

Silsilah Ranggalawe

Kidung Ranggalawe menyebutkan nama istri Ranggalawe adalah Martaraga dan Tirtawati. Mertuanya adalah gurunya sendiri, bernama Ki Ajar Pelandongan. Dari Martaraga lahir seorang putra bernama Kuda Anjampiani.

Kidung Ranggalawe dan Kidung Panji Wijayakrama menyebut Arya Wiraraja adalah ayah Ranggalawe, sedangkan Pararaton dan Kidung Harsawijaya menyebut Arya Wiraraja adalah ayah Nambi. Kidung Harsawijaya juga menyebutkan kalau putra Arya Wiraraja yang dikirim untuk membantu pembukaan Hutan Tarik adalah Nambi, sedangkan Ranggalawe adalah perwira Singhasari yang kemudian menjadi patih pertama Majapahit.

Uraian Kidung Harsawijaya terbukti salah karena berdasarkan prasasti Kudadu (1294) dan prasasti Penanggungan (1296) diketahui nama patih pertama Majapahit adalah Nambi, bukan Ranggalawe.

Slamet Muljana dalam buku-bukunya tentang Majapahit (1965 dan 1979) cenderung yakin kalau Arya Wiraraja adalah ayah Ranggalawe, bukan ayah Nambi. Alasannya adalah, nama Arya Wiraraja dan Arya Adikara terdapat dalam daftar pejabat Majapahit pada prasasti Kudadu (1294), namun kemudian tidak lagi ditemui pada prasasti Penanggungan (1296).

Kiranya setelah Ranggalawe gugur oleh pasukan Nambi tahun 1295, Arya Wiraraja merasa sakit hati dan mengundurkan diri dari jabatannya, lalu menagih janji Raden Wijaya semasa perjuangan, yaitu membagi wilayah kerajaan menjkadi dua. Ini membuktikan kalau Arya Wiraraja lebih mungkin sebagai ayah Ranggalawe dari pada sebagai ayah Nambi.

Ranggalawe Versi Dongeng

Kepahlawanan Ranggalawe melekat dalam ingatan masyarakat Jawa. Pengarang kisah Damarwulan dalam Serat Damarwulan atau Serat Kanda, mengetahui adanya nama Ranggalawe namun tidak mengetahui dengan pasti bagaimana kisah hidupnya. Maka, ia pun memunculkan tokoh Ranggalawe hidup sezaman dengan Damarwulan dan Menak Jingga. Kisah Damarwulan sendiri merupakan karya fiksi, karena kisahnya tidak sesuai dengan bukti-bukti sejarah, serta tidak memiliki prasasti pendukung.

Diceritakan Ranggalawe adalah adipati Tuban yang juga merangkap sebagai panglima angkatan perang Majapahit pada masa pemerintahan Ratu Kencanawungu. Ketika Majapahit diserang Menak Jingga dari Blambangan, Ranggalawe ditugasi untuk menghadang. Dalam perang tersebut, Menak Jingga tidak mampu membunuh Ranggalawe karena selalu terlindung oleh payung pusakanya. Maka, Menak Jingga pun terlebih dulu membunuh Wongsopati, abdi pemegang payung Ranggalawe. Baru kemudian, Ranggalawe dapat ditewaskan oleh Menak Jingga.

Tokoh Ranggalawe dalam kisah ini memiliki dua orang putra, bernama Siralawe dan Buntarlawe, yang masing-masing kemudian menjadi bupati di Tuban dan Bojonegoro.

Kepustakaan

  • Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
  • Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan. Yogyakarta: LKIS
  • Slamet Muljana. 2005. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara. Yogyakarta: LKIS