Han Siong Kong

pendiri Keluarga Han dari Lasem
Revisi sejak 30 April 2018 16.51 oleh Nasrie (bicara | kontrib)

Han Siong Kong (nama setelah meninggal: Chundu)[1] (1673-1743) dikenal sebagai pendiri Keluarga Han dari Lasem, sebuah dinasti birokrat pemerintahan dan tuan tanah yang memainkan peranan penting di Hindia Belanda dalam sejarah Indonesia.[2][3][4]

Han Siong Kong
Lahir1673
Tianbao, Zhangzhou, Fujian, Imperial China
Meninggal1743
Rajegwesi (sekarang Bojonegoro), Jawa, Indonesia
Tahun aktifAwal abad ke-18
Dikenal atasPendiri keluarga Han dari Lasem
AnakNgabehi Soero Pernollo
Han Bwee Kong, Kapitan Cina
KeluargaAdipati Soero Adinegoro (cucu)

Raden Soero Adiwikromo (cucu)
Han Chan Piet, Mayor Cina (cucu)

Han Kik Ko, Mayor Cina (cucu)

Sejarah

Ia dilahirkan di Tianbao, Zhangzhou, Provinsi Fujian, Kekaisaran Cina. Han dulunya berasal dari keturunan pejabat-sarjana. Leluhurnya yang pertama diketahui adalah Han Zhaode, seorang jenderal dalam ketentaraan panglima perang Tan Goan-kong (meninggal 711), yang mengamankan Fujian untuk Dinasti Tang (618-907). Cabang keluarga Han Siong Kong adalah keturunan Han Hong, yang menerima gelar Lulusan Metropolitan dalam ujian Kerajaan tahun 1121, kemudian diangkat sebagai Sekretaris di Kementerian Pendapatan Dalam Negeri selama Dinasti Song (960-1279). Selama Era Jiajing (1522-1566), atas prakarsa dari Han Shifeng dari Tianbao, cukup banyak anggota keluarga Han bergabung bersama berdoa di makam Han Hong dan menyusun silsilah yang dibentuk kembali pada tahun 1647 dan kemudian dilanjutkan di Indonesia.[1]

Sekitar tahun 1700, Han Siong Kong meninggalkan negeri asalnya menuju Lasem, sebuah pelabuhan di pantai utara pulau Jawa. Diduga, istri Han Siong Kong yang tidak disebutkan namanya adalah wanita asal Lasem, bukan keturunan Cina.[5] Han memiliki lima putra dan empat putri. Dua putranya, Ngabehi Soero Pernollo dan Han Bwee Kong, Kapitan Cina, memiliki peranan penting dalam membangun dan memperkuat kekuasaan kolonial Belanda di Jawa Timur.

Kematian

Han Siong Kong meninggal pada tahun 1743 di Rajegwesi (sekarang Bojonegoro) dan dimakamkan di Binangun, dekat Lasem. Legenda setempat mengatakan bahwa selama upacara pemakaman Han, terjadi badai petir. Akibatnya, anak-anak Han meninggalkan peti mati ayah mereka dalam hutan untuk mencari perlindungan. Kemudian peti mati itu dikuburkan oleh kekuatan misterius. Roh Han Siong Kong yang marah membalas dendam dengan mengutuk anak-anaknya dan keturunan mereka yang berani menetap di Lasem. Akibatnya tidak ada keturunannya yang sejauh ini berani melewati Lasem.[1]

Referensi

  1. ^ a b c Lombard, Salmon Claudine (1991). "The Han Family of East Java. Entrepreneurship and Politics (18th-19th Centuries)". Archipel. 41: 53–87. doi:10.3406/arch.1991.2711. 
  2. ^ Lombard-Salmon, Claudine (1991). "The Han Family of East Java. Entrepreneurship and Politics (18th-19th Centuries)". Archipel. 41 (1): 53–87. doi:10.3406/arch.1991.2711. Diakses tanggal 16 January 2017. 
  3. ^ Setyautama, Sam (2008). Tokoh-tokoh etnis Tionghoa di Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. 78–79. ISBN 9789799101259. Diakses tanggal 16 January 2017. 
  4. ^ Dobbin, Christine (2013). Asian Entrepreneurial Minorities: Conjoint Communities in the Making of the World Economy, 1570-1940 (dalam bahasa Inggris). Routledge. ISBN 9781136786938. 
  5. ^ Okezone.com (2016). "Kutukan Abadi Han Wee Sing Untuk Keturunannya". warungkopi.okezone.com.