Gerakan Islam Cinta (GIC) dideklarasikan oleh 40 Tokoh Muslim Indonesia pada tahun 2012 di Jakarta sebagai respons kaum Muslim moderat terhadap fenomena intoleransi dan radikalisme yang mengatasnamakan agama. GIC terbuka bagi siapapun yang percaya bahwa Islam adalah agama cinta (rahmah), damai (salam) dan welas asih.[1]

  1. ^ www.islamcinta.co



Tentang GIC

Almarhumah Prof. Annemerie Schimmel, dalam salah satu ceramahnya di Universitas Harvard pada tahun 2002, pernah menyatakan bahwa Islam biasanya diperlakukan dengan agak buruk dan semberono, karena sebagian besar sejarawan agama dan mayoritas orang pada umumnya lebih melihatnya sebagai agama primitif yang melulu berhubungan dengan hukum. Namun, mengutip pendekatan beberapa ahli fenomenologi agama, Schimmel menunjukkan bahwa sesungguhnya Islam adalah sebuah agama yang tak kurang berorientasikan cinta-kasih dibanding agama Nasrani.

Pada kenyataannya, bukan saja Tuhannya Islam adalah Tuhan Kasih sayang yang menyatakan bahwa kasih sayang-Nya meliputi apa saja, dan menundukkan murka-Nya- nabinya Islam adalah nabi yang disebut Tuhan sebagai berakhlak agung karena cinta dan kasih-sayangnya kepada manusia. Maka, para ahli bahkan menyatakan bahwa sesungguhnya Tuhan menciptakan manusia -karena cinta- hanya agar manusia itu belajar -kembali mencintai-Nya. Dan mencintai-Nya, seperti diungkap dalam berbagai ajaran-Nya dan ajaran Nabi-Nya, hanya mungkin diwujudkan kedalam kecintaan kepada manusia yang oleh Tuhan sendiri tak kurang disebut kerabat-Nya sendiri.

Memang Islam bukannya tak memiliki aspek "keras". Namun, aspek ini selalu dibawahkan kepada aspek kasih-sayang ini. Perang dan kekerasan dalam Islam hanya legitimate jika diperangi, atau jika terjadi penindasan. Begitupun perang dan kekerasan segera kehilangan legitimasinya begitupun perundingan dan penyelesaian damai dapat diselenggarakan.

Nah, entah karena kesalahfahaman kaum Muslim sendiri, atau pun karena penyalahfahaman oleh pihak-pihak lain, paradigma pemahaman Islam sebagai agama kasih-sayang ini seperti tenggelam di bawah hiruk pikuk peperangan dan kekerasan yang seolah terjadi di mana-mana di dunia Islam. Yang lebih parah, kesemuanya ni ditempatkan di bawah tajuk "jihad", yang dipahami sebagai perang sabil - betapa pun kekeliruan pemahaman terhadap gagasan jihad ini sudah sedapat mungkin dicoba diluruskan. Akibatnya, bukan saja citra islam menjadi rusak, didalam kalangan Islam sendiri muncul kelompok-kelompok yang memiliki aspirasi pemaksaan pendapat dan kehendak, tak jarang dengan menghalalkan kekerasan. Belakangan ini, gejala seperti ini terasa makin mengkhawatirkan sehubugan dengan adanya kecenderungan menguatnya kelompok-kelompok yang melintasi batas-batas negara-bangsa. Jika dibiarkan, gejala ini akan dapat menjadi ancaman yang serius bagi keutuhan dan kerukunan bangsa.

Kenyataannya, negeri kita tak bebas dari ancaman ini. Setiap pengamat yang teliti tak akan bisa gagal melihat bahwa gejala radikalisme yang berakal ekstrimisme, kebencian, dan aspirasi kekerasan sudah menampakkan tanda-tandanya di negeri kita. Maka, jika masyarakat tak mengambil inisiatif untuk segera diluruskan hal ini, dikhawatirkan negeri kita pun tak akan dapat membebaskan diri dari gejala konflik dan kekerasan sektarian atau keagamaan yang sekarang telah merundung berbagai negeri lain dan terbukti menyengsarakan rakyatnya. Sebagai salah satu bentuk upaya masyarakat itu, kami berinisiatif untuk mendirikan sebuah organisasi yang kami sebut sebagai Gerakan Islam Cinta (GIC). Sengaja dipergunakan kata Gerakan untuk menegaskan niat bahwa, betapapun akan menjadikan cinta sebagai basis setiap kegiatannya, organisasi ini akan bersikap aktif dalam melancarkan upaya-upaya, baik dalam mewujudkan pergeseran paradigma dalam memahami dan menghayati Islam, maupun dalam mengambil langkah-langkah mewujudkan cinta-kasih dalam kehidupan kemasyarakatan, khususnya di negeri kita[1].

Gen Islam Cinta

Lebih dari 10.000 Milenial Indonesia telah menyatakan dukungan dan bergabung dengan Gerakan Islam Cinta untuk menyuarakan Islam sebagai agama cinta, damai, dan welas asih[2]. Generasi Islam Cinta adalah Generasi milenial yang disebut-sebut sebagai kelompok demografi potensial, berpengaruh dan menjadi aset paling berharga bagi masa depan Indonesia. Oleh karenanya, hanya generasi milenial yang memiliki pemahaman dan prinsip cinta-lah yang dapat memajukan dan menjaga keutuhan negeri kita tecinta. selanjutnya Gen Islam Cinta diharapakan dapat mempelajari dan menyebarluaskan 12 Nilai Islam Cinta kepada masyarakat luas. 12 Nilai Islam Cinta bersumber dari buku-buku Islam Cinta yang telah diterbitkan oleh Noura dan Mizan.

Program GIC

Ribuan masyrakat telah menerima manfaat dari berbagai kegiatan Gerakan Islam Cinta, terhitung sejak tahun 2012 hingga kini, Gerakan Islam Cinta aktif mempromosikan pesan Islam damai melalui berbagai kegiatan edukatif, preventif dan inovatif. Gerakan Islam Cinta juga mengajak masyarakat untuk bersama-sama mengembalikan citra Islam sebagai agama cinta, damai, dan welas asih.

Berikut beberapa program Gerakan Islam Cinta selama tahun 2012-2017

Festival Islam Cinta

Festival Islam Cinta adalah program rutin tahunan yang diisi dengan berbagai kegiatan dalam menyuarakan perdamaian dan menghilangkan citra negatif agama Islam yang identik dengan terorisme dan kekerasan, serta membangun citra Islam sebagai agama cinta (Rahmah), damai (Salam), dan welas asih. Festival Islam Cinta memiliki berbagai kegiatan seperti Workshop Islam Cinta yang diisi oleh PeaceGen Indonesia, Youth Studies Institute dan Yasmin Learning Center, juga Seminar Islam Cinta yang diisi oleh para tokoh dan  cendekiawan Muslim Indonesia, kemudian Konser Islam Cinta, Nobar Film Islam Cinta, Bazar Islam Cinta yang disi oleh organisasi dan komunitas perdamaian serta Talkshow Buku Islam Cinta oleh para penulis, budayawan dan akademisi.

Islam yang penuh cinta kini lebih sering dicitrakan negatif. Suara damai jarang disuarakan, sementara deru bedil nyaring terdengar. Nada-nada cinta inilah yang disuarakan sejumlah tokoh Muslim dalam Festival Islam Cinta yang digelar Rabu (3/6) di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. “Cinta adalah gerakan terbesar yang tidak bisa dihadang oleh apapun,” ujar cendekiawan Muslim, Haidar Bagir. Menurut beliau pula, melalui gerakan ini, ia ingin melakukan semacam pergeseran paradigma. Citra Islam yang keras menjadi Islam yang lemah lembut, inklusif, dan rahmatan lil ‘alamin.

Para fenomenolog membagi agama menjadi dua, yaitu law oriented religion dan love oriented religion. Para pengamat Barat seringkali mudah memasukkan Islam ke dalam kelompok law oriented religion. Padahal, ujar Haidar, kalau kita lihat dengan paradigma yang benar, Islam itu berorientasi pada cinta kasih.

Dalam pandangan Haidar, Islam dilihat sebagai law oriented atau love oriented itu tergantung paradigma atau jendela yang digunakan untuk melihat.

“Perang pun dalam ajaran Islam adalah manifestasi cinta. Manifestasi cinta untuk menyelamatkan kemanusiaan agar tidak dipegang oleh orang-orang yang salah,” ujar Haidar Bagir. Ia berharap, agenda ini dapat menyebarkan pesan-pesan damai dan mengajak generasi muda untuk menjadi agen-agen Islam cinta.

Acara Festival Islam Cinta ini digelar Gerakan Islam Cinta dan Himpunan Mahasiswa Program Studi Syariah dan Muamalat dalam rangka Milad UIN Syarif Hidayatullah ke-58 sekaligus menyambut bulan suci Ramadhan.

Festival ini menampilkan talkshow dan pentas budaya, yang dimeriahkan dengan kehadiran sejumlah tokoh nasional, seperti Mahfudz MD, Komaruddin Hidayat, Anies Baswedan, Putut Widjanarko, Alwi Shihab, Zaskia Adya Mecca, dan lain-lain[3].

Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum (PMH) bekerjasama dengan komunitas Gerakan Islam Cinta, Peace Generation dan komunitas Youth Interfaith Peace Camp (YIPC) menyelenggarakan Festival Islam Cinta. Festival yang bertajuk “Risalah Cinta dan Kebahagiaan Millennial” digelar di Aula Anwar Musadad, Selasa (19/12/2017). Acara ini bertujuan untuk mengurangi tindakan intoleran khususnya di Jawa Barat.

Menurut Ketua Pelaksana, Purna Aditya Irawan mengatakan acara ini diselenggarakan karena masih banyaknya kasus intoleran. Setidaknya bisa mengurangi agresi orang-orang yang intoleran. “Semoga acara ini bisa memberikan dampak yang baik, orang-orang terinspirasi dari acara ini dan lebih banyak lagi orang-orang yang peduli terhadap isu-isu perdamaian,” ujarnya.

Saat bincang buku Islam itu Ramah bukan Marah, Irfan Amalee yang merupakan alumni dari IAIN Bandung menjelaskan bahwa rasa dendam yang dimiliki seseorang bisa menghancurkan dirinya sendiri. Ia memberikan gambaran perbandingan antara Zimbabwe dengan Afrika. “Kenapa Afrika tidak hancur sedangkan Zimbabwe malah mengalami kemerosotan mata uang yang jauh?” tanyanya.

Menurut Irfan karena orang-orang Zimbabwe masih menyimpan dendam untuk orang-orang kulit putih, sehingga mereka mengusir orang kulit putih saat mereka merdeka. Berbeda dengan orang Afrika yang menerima orang kulit putih dan membangun negara bersama. Karena itulah Irfan mengatakan dalam judul bukunya bahwa Islam itu Ramah bukan Marah. Artinya tidak ada yang buruk dari Islam. “Keindahan Islam hanya tertutup oleh orang Islam itu sendiri,” ujar Founder Peace Generation ini.

Menurut Penduduk asal Amerika, Eric Lincoln, memaafkan itu tidak sama dengan melupakan. Memaafkan tidak harus menunggu hati hingga reda, melainkan harus dimulai saat hati masih bergejolak. “Memaafkan itu butuh proses, tapi proses memaafkan itu harus memutuskan kepahitan dan kebencian,” tutupnya sambil mengakhiri sesi bincang buku.

Rangkaian acara dari kegiatan ini pun beragam, mulai dari talkshow, seminar, lomba baca puisi, pameran, bazar, musik, puisi, tari, launching dan bincang buku, hingga workshop[4].

Menepis citra negatif mengenai Islam, Gerakan Islam Cinta yang diketuai Haidar Bagir bekerja sama dengan UIN Maulana Malik Ibrahim menyelenggarakan Festival Islam Cinta yang berlangsung (24/2) di Malang.

“Gerakan Islam Cinta menjadi salah satu ruang dari banyak ruang untuk menyuarakan Islam yang damai,” kata Irfan Amalee, koordinator Gerakan Islam Cinta.

Irfan menjelaskan umat Islam yang cinta damai di Indonesia sebetulnya banyak. Namun cenderung diam atau tidak mendapat ruang untuk mengekspresikan sehingga tertutupi oleh kelompok militan yang rutin merusak citra Islam.

Festival Islam Cinta 2016  dibuka dengan penampilan Banjari dari mahasiswa UKM seni religi, dilanjutkan dengan pembacaan Alquran, dan menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia. Sebagai simbolis, ketua Gerakan Islam Cinta Haidar Bagir memukul gong tanda festival yang bertajuk “Semesta Cinta” ini resmi dimulai.

Festival yang berlangsung sejak pukul 08.00 pagi tadi hingga 21.00 malam nanti meliputi berbagai agenda. Di antaranya talkshow, seminar, pameran, bazar, launching buku dan penganugerahan gelar kehormatan ‘doktor honoris causa’ untuk Grand Syaikh Al Azhar Ahmad Muhammad Ahmad At Thayeb.

Festival yang berupaya mengarusutamakan Islam moderat ini merupakan kali kedua setelah sebelumnya dilaksanakan di UIN Jakarta tahun lalu. Acara dihadiri  Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin, KH. Agus Sunyoto, Prof. Dr. Moh. Mahfud MD,  serta sejumlah akademisi, seniman, budayawan dan aktivis[5].

Buku Islam Cinta

Bekerjasama dengan penerbit Mizan dan Noura Books, Gerakan Islam Cinta menerbitkan buku Islam Cinta, buku-buku ini menjadi referensi bagi para akademisi, mahasiswa, aktivitis, pelajar dan masyarakat umum untuk mewujudkan cinta kasih, damai, dan welas asih dalam kehidupan masyarakat.

1.Belajar Hidup dari Rumi Serpihan-serpihan Puisi Penerang Jiwa karya Haidar bagir

Jalaluddin Rumi (1207-1273) adalah penyair sufi Persia, salah satu orang yang mewakili puncak tertinggi khazanah sastra Islam. "Orang suci" dari Timur ini --yang sejak bocah diramalkan Fariduddin Attar akan menjadi orang masyhur yang menyalakan api gairah ketuhanan ke seluruh dunia-- oleh UNESCO digambarkan sebagai "seorang humanis, filosof, dan penyair besar milik semua umat manusia". Namanya memang melekat abadi di hati banyak warga dunia, tak peduli apa pun agamanya, karena kemilau syair dan kandungannya yang menghujam relung kesadaran.

2. Muara Cinta Menyiapkan Hati Menerima Pancaran Cinta-Nya karya Husin Nabil

Tak ada kebaikan terwujud tanpa cinta, dan muara dari segala cinta adalah Allah Swt. Nabi Saw. pun diutus Allah untuk menebarkan cinta ke seluruh alam, Tidak Aku utus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam (QS Al-Anbiy [21]: 107).

Tanpa cintayang menghasilkan tutur kata lemah lembut dan akhlak muliabisa dipastikan dakwah Nabi Saw. akan gagal: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu keras lagi bersikap kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu (QS li Imrn [3]: 159).

Melalui quote, nasihat pendek, dan kisah-kisah inspiratif, buku ini mengajak kita membersihkan hati agar dapat menerima pancaran cinta-Nya. Hanya dengan pancaran cinta-Nya pula, kita dapat menjalankan peran yang diamanahkan-Nya, menjadi rahmat bagi alam semesta.

3. Semesta Cinta Pengantar kepada Pemikiran Ibn Arabi karya Haidar Bagir

Selama ini belum ada satu pun buku yang mengulas pemikiran Syaikh al-Akbar Ibn ‘Arabi secara relatif sistematis dan lengkap, dalam bahasa Indonesia. Buku ini adalah pengantar kepada pemikiran-pemikiran yang mendalam dan luas bak samudra dari ’Ârif yang satu ini.

Selain mendapatkan gambaran umum dan relatif lebih mudah dipahami, lengkap, mendalam, dan akurat, pembaca tetap dapat menikmati menu “Ibn ‘Arabi sehari-hari” yang dihidangkan di dalamnya. Di sana-sini bertebaran ceceran hikmah yang mencerahkan jiwa dan pemikiran, serta menuntun kepada pemahaman tentang berbagai misteri kehidupan kita.

Judul Semesta Cinta merujuk pada titik pusat pemikiran Ibn ‘Arabi mengenai cinta sebagai sumber pemahaman tentang Islam, dalam segenap aspeknya, sekaligus menjadi konteks seluruh pembahasan dalam buku ini.

4. Mereguk Cinta Rumi Serpihan-serpihan Puisi Penyejuk Jiwa karya Haidar Bagir

Memang hampir-hampir tak ada yang lain, selain cinta, yang bisa kita sampaikan saat kita bicara tentang Rumi. Kisah hidupnya, semuanya, adalah tentang Cinta. Cinta kepada Tuhan, dan cinta kepada manusia-manusia sahabat Tuhan.

Karena itu, bagi Rumi, hidup sesungguhnya tak lain adalah meraih cinta-cinta sejati itu. Cinta pada puncak kesempurnaannya itu. Tanpa itu, bukan hanya hidup, kematian pun hanya akan menandai kehancuran, padahal seharusnya ia menandai kembalinya kita kepada Samudera Tanpa Batas Sumber kita sendiri – Kerinduan primordial kita. Karena bagi pencinta, kematian jasad sesungguhnya hanya menandai awal kehidupan. Memang Rumi sering menyebut cinta “(Mata) Air hidup kita”.

Melanjutkan Belajar Hidup dari Rumi, dan masih lewat serpihan puisinya yang mencerahkan dan melembutkan jiwa, buku Mereguk Cinta Rumi ini secara khusus memberikan perhatian pada perenungan Rumi tentang cinta, di samping tetap berbagi nasihat-nasihat sang penyair sufi untuk meraih kehidupan yang dapat menawarkan kebahagiaan sejati.

5. Risalah Cinta dan Kebahagiaan karya Haidar Bagir

“Agama adalah Mengenal Allah (Ma’rifatullah). Mengenal Allah adalah berlaku dengan akhlak (yang baik). Akhlak (yang baik) adalah menghubungkan tali kasih saying (silaturahim). Dan Silaturahim adalah memasukkan rasa bahagia di hati sesama kita.” (Rangkaian hadis yang dijalin oleh Syaikh Yusuf Makassari).

Buku ini merupakan hasil pengalaman dan renungan tentang Islam sebagai agama cinta dan kebahagiaan, yang dapat membantu pembaca utnuk merenung lebih jauh tentang makna hidupnya, dan juga menjadi penolong di sepanjang jalan kita—anak manusia—untuk meraih kebahagiaan sejati yang merupakan dambaan kita semua.

6. Islam Itu Ramah Bukan Marah Karya Irfan Amalee

Kondisi umat Islam sekarang mengingatkan kita pada hadis Nabi Saw. Bahwa pada suatu masa nanti umat Islam akan banyak jumlahnya, tapi hanya bagaikan buih lautan yang hilang diterpa angin. Muslim tak lagi memiliki kewibawaan, kini tak lagi ditakuti musuh-musuhnya. Kita tak dapat menyangkal Islam diidentikkan dengan kebodohan, kekumuhan, dan kekerasan—bahkan dianggap sebagai penyebar terror.

Betapa semua itu jauh dari Islam Nabi Saw yang membawa kedamaian. Tak heran, di tangan Nabi Saw. Dan para sahabatnya, Islam berkembang di seantero dunia, hidup dan bertumbuh memengaruhi peradaban dunia sehingga bekasnya dapat dirasakan sampai sekarang. Di tangan Wali Songo dan para ulama penerus syiarnya, Islam pun tertancap kukuh di bumi Nusantara.

Mengapa citra Islam kini terpuruk? Bagaimana memperbaikinya? Buku ini menyodorkan tulisan-tulisan ringan yang mengusik hati dan pikiran kita sebagai bahan perenungan untuk memahami keadaan umat Islam. Juga memberikan alternative solusi untuk mengembalikan citra Islam sebagai pembawa cinta dan perdamaian.

7. Islam Mengasihi Bukan Membenci Karya Nurul H. Maarif

Al-Qur'an dan Hadis mengajarkan karakter Islam yang mengasihi, bukan membenci. Naifnya, sekelompok kecil umat Islam justru gandrung menampilkan wajahnya yang penuh kebencian. Wajah Islam yang rahmat li al'alamin pun tercoreng.

Buku Islam Mengasihi, Bukan Membenci mengingatkan pentingnya kebersamaan dalam keragaman. Perbedaan suku, agama, ras, mapun antargolongan (SARA), bukanlah alasan untuk saling membenci, mencaci, dan memusuhi. Melalui telaah pada dua sumber primer Islam dan karya-karya klasik, buku ini penting diresapi oleh siapa pun yang menginginkan kedamaian.

Film Islam Cinta

Bersama Hanung Bramantyo dan Salman Aristo, Gerakan Islam Cinta memproduksi lima film layar lebar diantaranya; Mencari Hilal, Ayat-Ayat Adinda dan tiga film berikutnya adalah Keluarga Navis, Wahyu Bola, Dengan Nama Tuhan.

1.Mencari Hilal

Di benak MAHMUD (Deddy Sutomo), tak ada yang lebih mulia selain tulus berjuang menerapkan perintah Islam secara kaffah dalam semua aspek hidup. Bertahun-tahun lamanya Mahmud berdakwah agar setiap orang percaya bahwa Islam adalah satu-satunya solusi semua persoalan hidup.

Sayangnya semangat Mahmud tercederai saat Mahmud mendapati adanya isu sidang Isbat Kementrian Agama yang menelan dana 9 milyar untuk menentukan hilal yang memastikan datangnya Hari raya Idul Fitri. Mahmud teringat lagi tradisi mencari Hilal yang dilakukan pesantrennya dulu - perjalanan yang sarat makna spiritual, tapi sudah lama tak dilakukan lagi sejak pesantrennya bubar puluhan tahun lalu.

Di penghujung umurnya yang menua, Mahmud ingin mengulang tradisi itu untuk membuktikan kepada semua orang bahwa ibadah tidak dibuat untuk memperkaya diri. Hilal bisa ditemukan tanpa harus menelan biaya milyaran.

Sayangnya upayanya itu terhalangi oleh larangan HALIDA (Erythrina Baskoro), anak perempuannya karena mengkhawatirkan kesehatan Mahmud yang menurun. Mahmud tetap bersikeras pergi. Akhirnya Halida membolehkan Mahmud pergi dengan syarat harus ditemani HELI (Oka Antara), anak bungsu Mahmud yang sudah sejak lama pergi dari rumah karena selalu bertentangan dengannya.

Heli sang aktivis lingkungan hidup ini kerap kali membuat Mahmud gerah karena sangat kritis terhadap agama . Heli sendiri sebenarnya menolak menemani Mahmud. Namun dia terpaksa menuruti permintaan Halida agar kakaknya yang bekerja di kantor imigrasi itu membantunya mengurus paspornya yang kadaluarsa bertepatan dengan libur lebaran. Dia butuh secepatnya keluar negeri membantu para aktifis dunia berjuang melawan perusakan lingkungan di Nikaragua.

Dengan terpaksa, kedua bapak-anak ini melakukan perjalanan bersama dan bertemu banyak peristiwa dan orang, diantaranya ARIFIN (Toro Margens), teman lama Mahmud yang juga ternyata seorang caleg yang ambisius.

Berhasilkah Mahmud memenuhi janjinya untuk melihat hilal di lokasi yang ditentukan dalam tradisi pesantrennya sebelum datangnya Idul Fitri?

Berhasilkah Heli mendapatkan paspor barunya tepat waktu dengan membantu Mahmud yang selalu ingin dihindarinya itu?

Mungkinkah Ramadhan kali ini menautkan kembali dua hati yang terpisah ini?

2. Ayat - Ayat Adinda

Memiliki suara merdu tak lantas membuat Adinda (Tissa Biani Azzahra) mudah menjadi anggota tim qasidah sekolahnya. Faisal (Surya Saputra), ayah Adinda melarang dan dengan tegas meminta Adinda untuk fokus sekolah. Amira (Cynthia Lamusu), ibu Adinda, dengan lembut memberikan pemahaman kepada Adinda.

Selama ini keluarga Adinda tak pernah menetap lama di satu tempat. Mereka sering berpindah-pindah dan dikucilkan di manapun mereka tinggal. Perlahan Adinda mulai paham, hal itu diakibatkan kerena keluarganya dianggap sesat. Walau Adinda sendiri tak mengerti apa itu sesat.

Terdorong oleh keinginan keluarganya dibanggakan dan dihormati oleh orang lain, Adinda bertekad ikut lomba MTQ dan menjadi pemenang lomba tersebut. Tekad ini didukung oleh dua sahabat Adinda yang tulus, yaitu Fajrul (Badra Andhipani Jagat) dan Emi (Alya Shakila Saffana).

Namun keinginan Adinda mendapat rintangan. Keberadaan Faisal mulai terusik. Faisal mengultimatum istri dan anak-anaknya, Zulfikar (Moh. Hasan Ainun) dan Adinda agar tak bertingkah macam-macam, yang membuat mereka menjadi sorotan. Salah sedikit bukan hanya terusir kembali, keselamatan keluarga mereka pun terancam.

Larangan ayahnya tak membuat Adinda urung mengikuti lomba, tekadnya sudah bulat. Meski ia harus berbohong pada ayahnya. Satu tujuannya, membuat keluarganya terhormat dan tak lagi dianggap sesat.

Tausiah Islam Cinta

Gerakan Islam Cinta bersama Candra Malik memproduksi Tausiah Islam Cinta. Tausiah ini disiarkan oleh 26 radio di 16 kota di Indonesia selama bulan Ramadhan. Menurutnya

"Dakwah itu mengajak bukan mengejek, merangkul bukan memukul, menerangi bukan memerangi". Berikut ini beberapa kutipan Tausiah Islam Cinta yang disampaikan oleh Candra Malik;

Mendidik dengan Cinta

Kehadiran anak adalah buah cinta sepasang suami istri. Buah yang didalamnya bersemayam benih dari tanaman kasih sayang, yang kelak tumbuh mengakar, menguat, menaungi dan bermanfaat

Menyebar Cinta Kasih

Membawa pesan cinta kasih Allah, membawa pesan damai, membawa kasih sayang, menjadi representasi kehadiran Allah di muka bumi, yang membawa panji-panji Rahman dan Rahim.

Jalan Damai

Metode paling manusiawi untuk memasuki Islam secara kaffah adalah dengan membersihkan hati nurani, lalu mendekatkan diri pada Allah, dengan menjadi refresentasi cinta dan kasih sayang Allah kepada makhluk - Nya.

Menjadi Suri Tauladan

Rasulullah bersabda "Sesungguhnya Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia". Akhlak adalah budi pekerti yang luhur, titik temu antara samudera yang bernama akal sehat dan hati nurani seorang hamba.

Risalah Islam Cinta

Gerakan Islam Cinta bersama 40 deklarator dan cendikiawan Muslim Indonesia membuat artikel dan tulisan yang dimuat di website Gerakan Islam Cinta.

Mewujudkan Islam Cinta

Ditulis oleh Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A., Deklarator Gerakan Islam Cinta, Imam Besar Masjid Istiqlal dan Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dalam sebuah riwayat dis­andarkan kepada Nabi dika­takan, jika keseluruhan Al- Qur’an dipadatkan maka pemadatannya ialah surah Al-Fatihah, yang terdiri atas tujuh ayat. Jika dipadatkan lagi maka pemadatannya terletak pada ayat perta­manya: Biismi Allah al-Rah­man al-Rahim (Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Jika dipadat­kan lagi maka pemadatannya terletak pada dua kata terakhir: Al-Rahman dan al-Rahim, yang berasal dari akar kata yang sama, yaitu rahi­ma berarti cinta. Dengan demikian, jika keselu­ruhan ayat Al-Qur’an yang teradiri atas 6.666 ayat dipadatkan menjadi satu kata maka kata itu ialah cinta. Dengan demikian, cinta adalah mahkota Al-Qur’an. Cinta juga merupakan sifat utama (umm al-shifah) Allah Swt di antara seki­an banyak sifat-Nya yang lain.

Jika kita hendak mengikuti sifat dan akhlak Allah Swt, seperti diserukan Nabi: Takhallaqu bi akhlaq Allah (berakhlaklah sebagaimana akhlaknya Al­lah), maka utamakanlah sifat-sifat cinta di dalam diri. Cinta paling tinggi (the saint lover) ialah ketika cinta sudah tidak mengenal obyek dan keadaan (unconditional love). Yang paling berat untuk di­capai ialah mewujudkan cinta Ilahi (divine love). Tahapnya paling awal bagaimana mewujudkan suasana dan perasaan cinta (in-loving). Menga­takan perkataan: I love you kepada sang keka­sih hati jauh lebih mudah ketimbang mengatakan: I am in loving you (saya berada dalam suasana cinta kepadamu). Yang pertama masih ada obyek cinta di luar diri, sedangkan yang kedua mengi­syaratkan segala sesuatu menjadi obyek cinta (in loving to them).

Jika cinta sudah terpatri di sekujur badan, jiwa, dan pikiran, maka vibrasinya akan meng­hapus semua kebencian kepada siapapun. Se­bagai manifestasinya dalam kehidupan, begitu bertemu dengan seseorang, ia tersenyum, se­bagai ungkapan dan tanda rasa cinta.

Rabi’ah al-‘Adawiyah, seorang sufi perem­puan, pernah ditanya seseorang: “Apakah eng­kau tidak membenci Iblis?” Dijawab: “Cinta su­dah memenuhi seluruh relung-relung tubuhku sehingga tidak ada lagi ruang untuk membenci siapapun termasuk Iblis”.

Imam Syafi’i pernah “dikerjai” oleh seorang tukang jahit saat memesan pembuatan baju. Lengan kanan bajunya dibuat lebih gombrang dibanding lengan kirinya yang kecil dan sempit. Imam Syafi’i bukannya komplain atau marah ke­pada tukang jahit itu, malah berterima kasih. Kata Imam Syafi’i, “Kebetulan, saya suka menulis dan lengan kanan yang lebih longgar ini memudahkan saya untuk menulis sebab lebih leluasa bergerak. Terima kasih anda memahami profesi saya”.

Indah hidup ini kalau tidak ada benci. Ini bu­kan berarti kita harus menahan marah atau tidak boleh marah. Yang kita lakukan adalah bagaimana menjadikan diri ini penuh cinta se­hingga potensi kemarahan kita berkurang, ka­lau perlu hilang samasekali. Kita punya hak un­tuk marah, dan itu harus diungkapkan dengan proporsional. Pribadi pemarah akan melahirkan umat pemarah. Umat pemarah tidak sejalan dengan umat yang diidealkan Nabi di dalam Q.S. Ali ‘Imran/3: 104 & 110.

Dunia Islam dalam dua dekade terakhir ser­ingkali menampilkan perilaku kebencian yang berlebihan, seperti yang dilakukan para teroris, yang rela mengorbankan sekian banyak nyawa yang tak berdosa dalam memeprjuangkan ide-idenya. Padahal, atas nama apapun, kepada siapapun, dan untuk kepentingan apapun, kek­erasan tidak pernah dibenarkan menjadi alter­natif solusi oleh Nabi Muhammad Saw. Al-Qur’an bahkan melarang seseorang mengorbankan atau mencelakakan diri sendiri untuk mencapai tujuan, semulia apapun tujuan itu, sebagaimana ditegaskan:

"Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan ber­buat baiklah, karena sesungguhnya Allah me­nyukai orang-orang yang berbuat baik." (Q.S. al- Baqarah/2:195).

Ayat lain juga menegaskan:

"Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap ses­uatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil." (Q.S. al-Maidah/5:8).

Referensi

[6]

  1. ^ www.islamcinta.co
  2. ^ www.kompas.id
  3. ^ www.republika.co.id
  4. ^ www.suakaonline.com
  5. ^ www.islamindonesia.id
  6. ^ www.islamcinta.co