Yangere

Revisi sejak 27 Februari 2019 10.32 oleh Herryz (bicara | kontrib) (Perbaikan kosmetika)

Yangere (Tali Dua), adalah alat musik tradisional yang berasal dari Kabupaten Halmahera Utara, provinsi Maluku Utara. Musik ini merupakan salah satu hasil adaptasi budaya dari musik bangsa Eropa, yakni Portugis, yang dibawa pada masa penjajahan bangsa barat ke Indonesia. Pada umumnya, alat musik ini bisa dimainkan oleh semua komunitas atau kalangan di Halmahera, Maluku Utara.[1] Dan, dalam perkembangannya, musik ini biasanya dimainkan dalam acara tertentu saja, seperti acara hajatan, pernikahan, acara kampung dan acara keagamaan umat Kristen di Halmahera.[2]

Yangere, alat musik tradisional dari Tobelo, Halmahera Utara, Maluku Utara

Sejarah

Seni musik bangsa Portugis kala itu pada awal abad ke-16 ialah balada yang dimainkan dengan alat-alat musik seperti biola, banyo, gitar, rebana dan cello.[3] Musik ini kemudian diadaptasi oleh penduduk setempat dengan menggunakan bahan-bahan yang ada dari alam sekitar untuk membuat alat-alat musik.[3] Mata pencaharian mayoritas penduduk saat itu ialah bercocok tanam atau berkebun. Ketika mereka hendak membuka kebun baru, mereka menebang pohon kayu Telur atau disebut juga pohon Pule (Alstonia scholaris). Kayu dari pohon inilah yang digunakan untuk membuat alat musik bas kastehatau tali dua. Kayu ini dipilih karena ia mudah diukir, ringan dan dapat menghasilkan suara yang cukup sempurna. Adapun nama lokal dari pohon atau kayu Puleh adalah Yangere di Tobelo, sehingga musik inipun kemudian diberi nama musik Yangere.[3]

Pada awalnya musik Yangere dimainkan oleh sekelompok orang, yang dimainkan pada saat malam hari di bawah terang bulan.[3] Memainkan musik ini kerap dilakulan ketika para warga kampung tengah beristirahat dari aktivitas berkebun. Pada sekitar tahun 80-an musik Yangere hanya didengar di pesta-pesta kebun pada saat panen atau ketika sekelompok pemuda duduk berkumpul di sudut-sudut jalan kampung. Pada awal tahun 90-an musik Yangere mulai ditampilkan pada acara-acara resmi seperti peringatan hari-hari besar atau acara-acara pertemuan. Sejak saat itu musik Yangere mulai diadaptasi untuk mengiringi lagu-lagu pujian di gereja pada ritual keagamaan.[3] Tidak hanya sampai disitu, demi merajut kebersamaan di Halmahera Utara, pada Lebaran 2018 lalu, pertunjukan band Yangere dari komunitas Kristen, turut memeriahkan Lebaran 2018. Keharmonisan antar umat beragama bisa bersatu dalam alunan musik tradisional Yangere.[1]

Selain Kota Tobelo, musik Yangere juga dapat ditemui di beberapa daerah lain. Daerah-daerah persebaran musik Yangere antara lain di seluruh pelosok Halmahera Utara, Kecamatan Galela Selatan, Kecamatan Ibu, Sahu dan Kota Jailolo. Dalam persebarannya nama Yengere pun turut dipakai di daerah-daerah tersebut.[2]

Instrumen Pengiring Yangere

Berkas:Bermain Yangere.jpg
Sekelompok pemuda sedang memainkan Yangere di Tobelo

Instrumen pendukung musik Yangere terdiri dari Bas Kasteh atau Tali Dua, Hitara Lamoko, Koroncongan, Kolole, Loca-loca dan Tam-tam. Sedangkan, sumber melodi adalah vocal dari orang-orang yang menyanyikan lagu dalam musik Yangere. Instrumen-instrumen tersebut pada umumnya terbuat dari kayu Yengere atau Pohon Pule, terkecuali loca-loca atau ceker. [4] Bas Kasteh atau Tali Dua merupakan alat musik yang ruang resonansinya berbentuk persegi dan kemudian diberi gagang atau laras dan dipasangkan tali atau senar yang biasa digunakan untuk memancing. Bas Kasteh atau Tali Dua dimainkan dengan cara dipetik atau dipukul. Bas Kasteh dipukul menggunakan tongkat gogohara yang terbuat dari rotan atau kayu berukuran kecil dan panjangnya disesuaikan kebutuhan.[2]

Kolole merupakan alat musik yang berbentuk menyeruapai Juk dan berfungsi sebagai pengiring satu. Kolole memiliki 3 buah tali senar dan cara memainkannya ialah dengan dipetik. Koroncongan berbentuk seperti Kolole dan juga memiliki tiga tali senar dan dimainkan dengan cara dipetik, namun ukuran alat musik Koroncongan lebih besar dari Kolole. Hitaara Lamoko memiliki bentuk menyerupai Kolole dan Koroncongan, hanya saja bentuknya lebih besar. Hitaara Lamoko memiliki lima tali atau senar dan dimainkan dengan cara dipetik.[4]

Berbeda dengan instrumen pengiring lainnya, loca-loca merupakan instrumen yang terbuat dari buah kelapa yang sudah tua, kemudian dikeluarkan isi kelapanya dan dikeringkan, setelah itu dipasang tangkai yang terbuat dari kayu. Bentuk alat musik ini menyerupai Kapuraca. Ruang resonansi loca-loca diisi dengan buah tasbih kering atau mumurutu. Cara memainkannya ialah tangkainya digenggam dengan kedua tangan lalu digetarkan sesuai irama musik yang diinginkan. Alat musik berikutnya adalah tam-tam, yang merupakan salah satu alat perkusi pada musik Yangere. Tam-tam dimainkan seperti halnya dram.[4]

Selain instrumen-instrumen pengiring yang telah disebutkan tadi, terdapat pula instrumen tambahan lainnya yakni tifa besar dan kecil serta suling bambu. Instrumen tambahan ini berfungsi layaknya instrumen lainnya yakni sebagai penyelaras satu kesatuan musik pengiring Yangere.

Bahan dan Cara Pembuatan

Adapun bahan pokok pembuatan instrumen-instrumen musik Yangere adalah kayu Yangere atau kayu Telur atau disebut juga kayu Pohon Pule. Pohon ini tumbuh hampir diseluruh wilayah Maluku dan Maluku Utara. Kelebihan kayu Yangere adalah mudah diukir, ringan dan dapat menghasilkan suara yang cukup sempurna.

Proses pembuatan instrumen-instrumen musik tersebut yakni ketika kayu Yangere masih dalam keadaan mentah atau belum kering. Hal ini dikarenakan kayu Yangere atau kayu Telur ini sangat mudah pecah jika sudah kering.[4]

Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2018

Musik Yangere mengandung nilai sosial yakni kebersamaan atau gotong royong. Musik Yangere awalnya merupakan musik rakyat yang dimainkan untuk melepas lelah sehabis berkebun atau saat sedang santai di sudut-sudut jalan. Kebersamaan pun terjalin tatkala memainkan alat-alat musik Yangere yang merupakan suatu perpaduan dari alat-alat musik yang berbeda-beda disertai vokal para penyanyi. Musik Yangere juga mengandung nilai estetika yakni kreativitas para pemain dan penyanyi untuk menciptakan atau menggubah lagu melalui alat-alat musik Yangere sehingga dapat dinikmati dan menjadi sarana hiburan masyarakat.[4]

Yangere inipun ditetap sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2018 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,[5] di Gedung Kesenian Jakarta 10 Oktober 2018. Berbagai budaya dari seluruh Indonesia ditetap sebagai warisan budaya, supaya masyarakat bisa menjaga dan melestarikan budaya-budaya yang ada tersebut hingga bisa dinikmati oleh generasi masa depan Indonesia.


Referensi

  1. ^ a b "Merajut Bingkai Kebersamaan Band Yangere Nasrani, Ramaikan Baronda Lebaran di Tobelo". www.gamalamanews.com. Diakses tanggal 27 Februari 2019. 
  2. ^ a b c "Musik Bambu Hitada, Musik Yanger, Kesenian Tradisional Orang Halmahera". www.ternate.wordpress.com. Diakses tanggal 27 Februari 2019. 
  3. ^ a b c d e "Yangere, Musik Tradisional Masyarakat Galela, Halmahera Utara". www.kebudayaan.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 26 Februari 2019. 
  4. ^ a b c d e "Buku Penetapan WBTb 2018" (PDF). www.warisanbudaya.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 26 Februari 2019. 
  5. ^ "Yangere Tali Dua, Halmahera Utara". www.dapobud.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 27 Februari 2019. 

Pranala luar