Liang, Salahutu, Maluku Tengah
Liang, adalah salah satu dari enam buah negeri yang termasuk ke dalam wilayah kecamatan Salahutu, Maluku Tengah, Maluku, Indonesia. Negeri ini tergolong sebagai negeri pesisir.
Liang Ama Riang Uli Sailesi | |
---|---|
Negara | Indonesia |
Provinsi | Maluku |
Kabupaten | Maluku Tengah |
Kecamatan | Nusalaut |
Kodepos | 97582 |
Jumlah penduduk | 8.381 jiwa[1] |
Sebagai sebuah negeri atau desa adat, Liang dipimpin oleh seorang raja yang berkedudukan layaknya kepala desa. Raja Liang bergelar sebagai tuan latu (raja). Apabila raja belum terpilih, tampuk kepemimpinan dijabat oleh pejabat negeri. Jabatan raja di Liang dipangku oleh fam (matarumah parentah) Samual.[2] Sejak 19 tahun yang lalu, Liang belum memiliki raja definitif dan saat ini dipimpin oleh Bapak Hasanres Lestaluhu selaku kepala pemerintahan (pejabat).[3]
Etimologi
Negeri Liang dalam bahasa Tana dikenal sebagai Ama Riang. Nama Liang atau Riang konon berasal dari kata liang yang artinya cerukan atau gua. Negeri ini dinamai demikian karena banyak terdapat cerukan atau gua. Menurut tuturan masyarakat Liang salah satu di antara gua-gua yang ada di wilayah mereka dahulu kerap dipakai oleh para leluhur sebagai jalan pintas (jalan tembus) menuju Negeri Kailolo yang terletak berseberangan dengan Liang dan dipisahkan oleh Selat Haruku melewati dasar laut.[4]
Ada pula tuturan dari masyarakat Negeri Waai yang menyebutkan bahwa masyarakat Liang adalah sebagian kecil dari masyarakat Waai yang menolak menerima ajaran Kristen. Masyarakat Waai yang menolak masuk Kristen dan mempertahankan keislaman pergi ke arah yang berbeda-beda. Ada yang pergi ke arah barat dan menjadi warga Morella dan Wakal. Ada yang ke selatan ke Tulehu. Ada yang berpindah ke Haruku ke Kailolo. Dan sebagian lagi ke arah utara. Mereka yang pergi ke utara tinggal di dalam liang-liang gua. Oleh sebab itu negeri yang mereka bangun di kemudian hari dikenal sebagai Negeri Liang.[5]
Sejarah
Liang menurut sejarah merupakan salah satu negeri dalam konfederasi Uli Sailesi yang wilayahnya berada di timur laut Pulau Ambon. Uli Sailesi menghimpun Neger Liang, Mamala, Morella, dan Waai sebaga satu kesatuan dengan pusat uli-nya di Mamala.
Kondisi Wilayah
Aksesibilitas
Aksesibilitas atau keterjangkauan Negeri Liang terbilang sangat baik.[6] Jarak antara Liang dengan ibukota provinsi di Ambon sekitar 41 km dan dapat ditempuh selama satu hingga satu setengah jam melalui perjalanan darat. Jarak ke Masohi yang merupakan ibu kota Kabupaten Maluku Tengah mencapai 251 km yang dapat dicapai melalui jalur laut. Opsi pertama menggunakan transportasi laut ke Masohi adalah dengan menaiki kapal di Pelabuhan Tulehu yang jaraknya sekitar 15 km ke sebelah selatan Liang. Opsi kedua adalah menyeberang menggunakan feri dari Pelabuhan Hunimua (Pelabuhan Liang) ke Pelabuhan Waipirit dan melanjutkan perjalanan ke Masohi menggunakan jalur darat.
Batas-batas
Liang memiliki batas-batas sebagai berikut.
- Sebelah utara berbatasan dengan Selat Seram.
- Sebelah timur berbatasan dengan Selat Haruku.
- Sebelah selatan berbatasan dengan Negeri Waai, Passo, dan Telaga Kodok.
- Sebelah barat berbatasan dengan Negeri Morella.
Bencana Alam
Liang adalah negeri yang paling parah terkena dampak Gempa bumi Maluku 2019. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pattimura, Ambon, menyebutkan titik gempa tersebut berada di 3.38 LS,128.43 BT, 40 kilometer limur Laut Ambon dengan kedalaman 10 kilometer.[7]Pasca gempa bumi berkekuatan 6,8 Skala Richter yang mengguncang Ambon dan Kabupaten Seram Bagian Barat pada pagi hari tanggal 26 September 2019, ribuan masyarakat Liang mengungsi ke hutan-hutan di daerah perbukitan yang terletak di belakang negeri dikarenakan khawatir dengan potensi tsunami ketika mereka menyaksikan air surut (meti) di pantai.[8] G
empa bumi berkekuatan 6,8 Skala Richter tersebut disusul ratusan gempa susulan berkekuatan lebih kecil. Alhasil ribuan rumah dan bangunan lain di Negeri Liang roboh dan rata dengan tanah. Gempa bumi tak hanya meluluhlantakkan banguna-bangunan di Liang. Efek dari peristiwa tersebut adalah banyak warga yang mengalami trauma dan gelisah mendalam dikarenakan banyaknya gempa susulan. Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah berjanji akan memberikan bantuan pangan dan terpal serta mengadakan trauma healing untuk mengembalikan kepercayaan diri warga Liang.[9] Pada 7 Oktober 2019, aparat kepolisian dari Ditlantas Polda Maluku mengadakan trauma healing di Liang dan Waai dengan tujuan untuk mengembalikan keceriaan anak-anak yang menjadi korban gempa di kedua negeri.[10]
Beberapa hari usai terjadinya gempa dan gempa-gempa susulan, di pesisir Negeri Liang dan di sekitar permukiman muncul sejumlah lubang-lubang sebesar sumur. Lubang-lubang tersebut adalah fenomena sand boil yang umum terjadi sebagai dampak sekunder dari gempa besar. Sand boil tidak ada kaitannya dengan tsunami. Kemunculan sand boil di Liang diduga terjadi akibat rekahan di bawah tanah yang membesar setelah guncangan gempa. Rekahan tersebut tak mampu menahan air tanah sehingga mengakibatkan semburan pasir yang kemudian meninggalkan lubang-lubang.[11][12]
Geografi
Liang adalah negeri pesisir dengan hamparan tanah datar yang luas.[13] Dengan ketinggian wilayah permukiman rata-rata 8 m.dpl., negeri ini adalah negeri dengan ketinggian rata-rata paling rendah di Kecamatan Salahutu.[14] Permukiman masyarakat Liang berada di pesisir timur laut Pulau Ambon, menghadap ke Selat Seram yang memisahkan Pulau Ambon dengan Pulau Seram. Bagian pedalaman Negeri Liang ditutupi oleh hutan hujan dan memiliki topografi bergunung-gunung yang cenderung kasar. Kondisi topografi yang sulit dijamah menyebabkan wilayah pedalaman Negeri Liang masih terbilang terawat. Bagian pedalaman Negeri Liang memiliki topografi sampai dengan 800 m.dpl.
Hidrologi
Dari kaki Gunung Salahutu mengalir lima sungai dan sungai kecil yang bermuara di wilayah pesisir Negeri Liang. Masyakarat memanfaatkan sungai-sungai tersebut untuk keperluan mandi dan mencuci. Lima sungai tersebut adalah Wae Huhu, Wae Meten, Wae Osa, Wae Tomol, dan Wae Wela.[15]
Administrasi
Liang dibagi ke dalam 14 buah RT dan empat buah dusun atau anak desa.[16] Empat buah dusun di Liang meliputi Dusun Tana Mera, Dusun Lengkong, Dusun Pohon Sukun, dan Dusun Iha. Dusun Lengkong sejak tahun 2000an dihuni oleh warga pengungsian dari Negeri Iha yang meninggalkan kampung halaman mereka karena konflik antaragama di Saparua tahun 1999 silam.[17] Bagian yang dihuni oleh warga pengungsian Iha akhirnya dimekarkan menjadi Dusun Iha.
Demografi
Agama
Masyarakat asli Liang sebagaimana kebanyakan masyarakat Leihitu lainnya beragama Islam. Pada masa yang lampau, Liang beserta beberapa negeri tetangga seperti Mamala dan Morella tergabung dalam konfederasi adat negeri-negeri Muslim yang bernama Uli Sailesi. Latar belakang sejarah itu pula yang menyebabkan Uli Sailesi menjadi teun yang dipakai negeri ini dalam upacara adat. Masyarakat Liang yang berasal dari pengungsian warga Iha dan pendatang asal Buton pun semuanya beragama Islam. Data BPS Maluku Tengah tahun 2018 menunjukkan ada lima buah masjid dan 14 buah musala di Liang.[18] Masjid yang terbesar adalah Masjid Jami Liang.
Jumlah Penduduk
Hingga tahun 2017 Liang memiliki penduduk sebanyak 8.381 jiwa..[19] Hal ini menjadikan negeri ini sebagai negeri dengan penduduk terbanyak ketiga di Salahutu setelah Tulehu dan Suli.
Kesehatan
Liang memiliki satu buah puskesmas pembantu yang memiliki 5 orang tenaga paramedis dan 5 orang bidan puskesmas..[20]
Pendidikan
Liang memiliki sarana pendidikan mulai dari jenjang TK hingga SMA.
Adat dan Budaya
Fam di Negeri Liang
Masyarakat asli Liang memiliki sistem kekerabatan patrilineal yang diturunkan melalui pihak laki-laki. Penanda dari sistem kekerabatan tersebut adalah adanya penggunaan nama fam atau marga di belakang nama pemberian (given name) orang Liang sali. Berikut adalah fam-fam yang ada di Liang.
- Asel
- Laen
- Lessy
- Lestusen
- Mony
- Naya
- Oper (kadang dieja sebagai Oppier)
- Pary
- Rehalat
- Samual
- Soplestuny (kadang dieja sebagai Soplestuni)
- Tuny
- Ulat
- Wael
Hubungan Sosial
Liang terikat pela dengan Negeri Leinitu di Nusalaut. Hubungan pela antara kedua negeri terjadi pada abad ke-17 setelah rombongan dari Leinitu menumpang istirahat di pesisir Liang dan diperlakukan dengan sangat baik, termasuk dijamu air dan makanan. Atas kebaikan masyarakat Liang, Patih Leinitu mengajak Ama Riang untuk mengangkat pela. Pela tersebut bertahan hingga hari ini.[21][a]
Lembaga dan Pranata Tradisional
Soa
Soa adalah sebuah kelompok yang terbangun di dalam sebuah negeri dan merupakan budaya khas orang Maluku Tengah. Soa menghimpun beberapa fam dan biasanya fam-fam dalam satu soa memiliki kesamaan atau pertalian sejarah. Di Liang ada tiga soa yaitu Soa Haturessy (Lessy), Soa Renawasa, dan Soa Sitanala.[22][b]
Soa Haturessy
- Asel
- Laen
- Lestusen
- Mony
- Naya
- Oper (kadang dieja sebagai Oppier)
- Pary
- Soplestuny (kadang dieja sebagai Soplestuni)
- Tuny
- Ulat
- Wael
Soa Renawasa
- Lessy
Soa Sitanala
- Rehalat
- Samual
Keterangan
- ^ Pela yang diangkat oleh Liang dan Leinitu tergolong sebagai pela keras walaupun dikukuhkan bukan karena bencana atau perang besar. Ikatan pela keras kedua negeri menggambarkan beta moyang Liang dan Leinitu sangat menyanyangi satu sama lain. Dampak dari ikrar pela keras tersebut adalah masyarakat Liang dan Leinitu dilarang untuk saling kawin-mengawini. Apabila mereka ketahuan mereka akan mendapat sanksi sosial berupa cemooh dan hinaan serta akan berakhir ke persidangan adat. Kawin-mengawini antardua negeri pun bertambah mustahil mengingat keduanya memiliki perbedaan agama, Liang masyarakatnya beragama Islam dan Leinitu masyarakatnya beragama Kristen Protestan. Silakan lihat “CERITA DARI MALUKU : Provokator Damai”.
- ^ Soa Renawasa terdiri dari satu fam yakni fam Lessy dan mereka berkedudukan sebagai tuan tanah. Soa Haturessy terdiri dari fam-fam lain selain fam Lessy dan dua fam yakni Rehalat dan Samual yang termasuk dalam Soa Sitanala yang berkedudukan sebagai Soa Raja. Silakan lihat Ama Riang.
Referensi
- ^ [Kecamatan Salahutu Dalam Angka 2018 Hlm. 20]
- ^ 19 Tahun Tanpa Raja, Saniri Liang Desak Bupati Percepat Raja Definitif
- ^ Desak Bupati Angkat Raja Liang Definitif
- ^ Ama Riang
- ^ Waileruny, Semuel (2011). Membongkar Konspirasi di Balik Konflik Maluku (Edisi Kedua). Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm. 87.
- ^ El 2009, hlm. 22.
- ^ Tidur saat Gempa Ambon, Warga Maluku Tengah Tewas Tertimpa Reruntuhan
- ^ Gempa Ambon: Lebih 100.000 orang masih mengungsi, 'Katong masih trauma, belum bisa pulang'
- ^ Bupati Malteng: Desa Liang Terparah Dihantam Gempa Ambon
- ^ Anak-anak Waai & Liang Korban Gempa Dihibur Polisi
- ^ Lubang Sebesar Sumur Muncul di Perkampungan dan Pantai Usai Gempa, Ini Penjelasan BMKG
- ^ Pasca Gempa Ditemukan Sejumlah Lubang Keluarkan Gelembung Air di Liang
- ^ Uneputty, T. J. A. (1985). Upacara Tradisional yang Berkaitan dengan Peristiwa Alam dan Kepercayaan daerah Maluku. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah. hlm. 20.
- ^ [Kecamatan Salahutu Dalam Angka 2018 Hlm. 3]
- ^ [Kecamatan Salahutu Dalam Angka 2018 Hlm. 7]
- ^ [Kecamatan Salahutu Dalam Angka 2018 Hlm. 14]
- ^ Merajut Masa Depan yang Koyak. Khairul Bayan. 2004. hlm. viii.
- ^ [Kecamatan Salahutu Dalam Angka 2018 Hlm. 51]
- ^ [Kecamatan Salahutu Dalam Angka 2018 Hlm. 20]
- ^ [Kecamatan Salahutu Dalam Angka 2018 Hlm. 38]
- ^ Lapian, A. B. (1983). Sejarah Sosial di Daerah Maluku. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional. hlm. 38.
- ^ Warga Liang Dambakan Raja Defenitif