Herry Lamongan

Revisi sejak 27 Oktober 2019 06.32 oleh Adelaa 1908 (bicara | kontrib) (menambahkan riwayat hidup, karir, dan karya)

Herry Lamongan atau yang bernama asli Djuhaeri (lahir di Bondowoso, Jawa Timur tanggal 8 Mei 1959) adalah salah seorang penulis sastra di Indonesia. Herry Lamongan merupakan anak pertama dari sembilan bersaudara. Ia memulai menulis puisi Indonesia dan Jawa pada tahun 1983.

Riwayat Hidup[1]

Herry Lamongan memiliki nama asli Djuhaeri lahir pada tanggal 8 Mei 1959 di Bondowoso, Jawa Timur. Beliau merupakan anak sulung dari pasangan Ismail seorang POLRI asal Lamongan dan istrinya Sukarsih asal Jember. Herry Lamongan memiliki delapan orang adik yakni S. Widodo, Hendrik Ispamudji, W. Astuti, Unang HP, Hariyadi, Hariyanto, Mariono, dan Nurhayati.

Pada tahun 1972, ia menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di Bondowoso. Lalu melanjutkan pendidikannya di SLTP Lamongan tahun 1975 dan SPG di Tuban pada tahun 1979. Ia diangkat menjadi guru tetap SD di Lamongan. Sedang pada tahiun 2000, ia melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi, namun tidak diketahui ia telah lulus atau tidak. Herry Lamongan menikah dengan Ashabul Maimanah dan dikaruniai tiga orang anak, yakni Radite Erlangga Adiplaguna (1988), Nur Jannati Kallista Putri (1990), dan Sazma Aulia AL-Kautsar (1998).

Karir[1]

Karir menulis Herry dimulai pada tahun 1983 dengan menulis puisi Indonesia dan Jawa pada sebuah media massa cetak. Karya pertama yang ditulis yakni berupa puisi yang kemudian di muat dalan koran mingguan Eksponen di Yogyakarta. Ia tidak mengharap imbalan atas pemuatan puisinya tersebut, begitu juga puisi yang di muat pada koran Karya Bakti, Denpasar. Meskipun pemuatan puisi-puisinya tidak menghasilkan dalam bentuk finansial, ia tak berhenti menulis terutama puisi dan guritan. Bisa dikatan ia tidak begitu produktif, tetapi tetap berkarya hingga kini. Awalnya ia ingin menjadi seorang pelukis, namun cita-cita itu harus kandas karena ia terlalu suntuk menekuni dunia penulisan. Beberapa pengarang yang membangkitakn semangatnya untuk menulis guritan jawa yakni Suripan Sadi Hutomo, Diah Hadaning, Setyo Yuwono Sudikan, dan Jayus Pete. Sedang pengarang Indonesia yang menjadi tokoh inspiratifnya, yakni Putu Arya Tirtawirya, Redi Panuju, Isbedy Setiawan ZS, Wahyu Prasetya. Dunia tulis-menulis merupakan profesi sampingan karena utamanya adalah sebagai seorang guru. Selain menulis puisi dan guritan, ia juga menulis cerpen, drama, dan esai.

Karya [1]

Jaya Baya

Mekar Sari

Djaka Lodang

Jawa Anyar

dan sebagainya


Beberapa diantar ratusan guritan yang telah ia tulis antara lain:

Gurit Lemah Cengker

Saben Mangsa

Panjebar

Layang Kagem Bapak

Arum Kusuma

Nalika Surya Madal Pasilan

Referensi

  1. ^ a b c Antologi biografi pengarang sastra Jawa modern. Suwondo, Tirto. (edisi ke-Cet. 1). Yogyakarta: Adiwacana. 2006. ISBN 9799960487. OCLC 224862919.