Pasukan Pengamanan Presiden

unit keamanan
Revisi sejak 18 Desember 2019 15.09 oleh 36.79.200.52 (bicara) (masalah Ini perpasan uwang di juanda uwang angkata disekolah kan dari luwar negri oleh komadan atau jendaral angkatan semua nya)

Pasukan Pengamanan Presiden (atau Paspampres) adalah satuan pelaksana di lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Personil Paspampres berasal dari prajurit pilihan seperti: (Kopassus, (Raider), Kostrad, Marinir, Yontaifib, Denjaka, Kopaska dan Kopaskhas, Den Bravo 90), yang setiap prajurit atau anggotanya dipilih dari yang terbaik dari segi fisik, mental, inteligensi, postur, dll untuk bertugas menjaga keamanan Presiden Republik Indonesia beserta keluarga. Paspampres lahir spontan bersama dengan Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia sama halnya dengan kelahiran TNI dan Polri. Ketika kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan, terlihat adanya para pemuda pejuang yang berperan mengamankan Presiden. Para pemuda yang berasal dari kesatuan Tokomu Kosakutai berperan sebagai pengawal pribadi, dan para pemuda eks PETA (Pembela Tanah Air) berperan sebagai pengawal Istana.[1]

Pasukan Pengamanan Presiden
Tentara Nasional Indonesia
Logo dari kesatuan Paspampres
Dibentuk3 Januari 1946
Negara Indonesia
AliansiKODAM BERAWIJAYA /KL1
Cabang Tentara Nasional Indonesia
Tipe unitPasukan Pengamanan Presiden
PeranKopasus dan KAL1 GARNESON
Jumlah personelMoch alEx
Bagian dariTentara Nasional Indonesia
MarkasAPBD
JulukanPaspampres
Moto"Setia Waspada"JUANDA
Alat lengkapAlat lengkap
Himne19/8/2018
MaskotSATELIT.PENIPUAN
Tetap siaga satu lengkapTetap siaga satu
PertempuranIkut2 atas yang atas nama orang
DekorasiNASIONAL
Situs webwww.paspampres.mil.id
Tokoh
Komandan PaspampresMayor Jenderal TNI Maruli Simanjutak, M.Sc.
Wakil Komandan PaspampresMarsekal Pertama TNI Deny Muis
HajudanHejudan 1
Tokoh berjasaSURABAYA UTARA

Profil

Situasi keamanan pada awal kemerdekaan Republik Indonesia sangat memprihatinkan, di beberapa daerah terjadi pertempuran sebagai respon atas keinginan penjajah Belanda dengan bantuan tentara sekutu untuk menduduki kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia . Ketika keselamatan Presiden mulai terancam dengan didudukinya Jakarta oleh Belanda pada tanggal 3 Januari 1946. Mengingat kekuatan bersenjata Belanda semakin besar dan terpusat di Jakarta, serta pertimbangan intelijen RI saat itu yang memperkirakan adanya keinginan Belanda untuk menyandera Presiden RI dan Wakil Presiden RI, maka atas perintah yang dikeluarkan Mr. Pringgodigdo selaku Sekertaris Negara, diputuskan untuk melaksanakan operasi penyelamatan pimpinan nasional yang dikenal dengan istilah “Hijrah ke Yogyakarta”. Pada pelaksanaan penyelamatan ini telah ditampilkan kerjasama unsur – unsur pengamanan Presiden RI yang terdiri dari beberapa kelompok pejuang, ada kelompok yang menyiapkan Kereta Api Luar Biasa (KLB), ada yang mengamankan rute Jakarta – Yogyakarta, ada pula yang menyelenggarakan pengamanan di titk keberangkatan yang terletak di belakang kediaman Presiden Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur no 56, Jakarta.[2]

Secara rahasia KLB ini diberangkatkan pada tanggal 3 Januari 1946 sore hari menjelang gelap dan keesokan harinya tanggal 4 Januari 1946 tiba di Yogyakarta. Setibanya di Yogyakarta Presiden Ri menetap di bekas rumah Gubernur Belanda di Jalan Malioboro (depan benteng Vredeburg). Sedangkan Wakil Presiden RI bertempat tinggal di Jalan Reksobayan no 4 Yogyakarta. Dalam pelaksanaan operasi penyelamatan saat itu telah terjadi kerja sama antara kelompok pengamanan yang terdiri dari unsur TNI dan Polri. Untuk mengenang keberhasilan menyelamatkan Presiden Republik Indonesia yang baru pertama kalinya dilaksanakan tersebut, maka tanggal 3 Januari 1946 dipilih sebagai Hari Bhakti Paspampres.

Sejarah

Resimen Tjakrabirawa

Sejarah mencatat bahwa telah terjadi beberapa kali percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno yang berhasil di cegah dan digagalkan, antara lain: peristiwa perebutan kekuasaan tanggal 3 Juli 1946, peristiwa granat Cikini tanggal 30 November 1957, peristiwa MIG-15 “Maukar” tanggal 9 Maret 1960, peristiwa pelemparan granat di Jalan Cendrawasih tanggal 7 Januari 1962 dan peristiwa penembakan pada saat Idul Adha di halaman Istana Merdeka Jakarta tanggal 14 Mei 1962.[3]

Mempertimbangkan dan mengantisipasi keadaan yang demikian mengkhawatirkan terhadap keselamatan jiwanya tersebut dan atas usul Menkohankam/KASAB (Kepala Staf Angkatan Bersenjata) pada saat itu Jenderal A.H Nasution, maka Presiden Soekarno berkeinginan untuk membentuk sebuah pasukan yang secara khusus bertugas untuk menjaga keamanan dan keselamatan jiwa Kepala Negara beserta keluarganya. Pasukan khusus tersebut dikenal dengan RESIMEN TJAKRABIRAWA (Tjakrabirawa adalah nama senjata pamungkas milik Batara Kresna yang dalam lakon wayang purwa digunakan sebagai senjata penumpas semua kejahatan).

Selanjutnya bertepatan dengan hari ulang tahun kelahiran Presiden Soekarno tanggal 6 Juni 1962 dibentuklah kesatuan khusus Resimen Tjakrabirawa dengan Surat Keputusan Nomor 211/PLT/1962. Resimen Tjakrabirawa dibentuk dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan pengamanan yang semula Presiden Soekarno hanya dikawal oleh Detasemen Kawal Pribadi (DKP) di bawah pimpinan Komisaris Besar Polisi Mangil Martowidjoyo menjadi satuan yang anggotanya dipilih dari anggota – anggota terbaik dari empat angkatan yaitu Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Kepolisian yang masing – masing angkatan terdiri dari satu batalyon dengan Komandannya Brigadir Jenderal Moh. Sabur dan Wakil Komandanya Kolonel Cpm Maulwi Saelan. Tujuan dibentuknya Resimen Tjakrabirawa ini sebagaimana disebutkan dalam amanat Presiden Soekarno pada upacara penganugerahan “Dhuaja” kepada Resimen Tjakrabirawa tanggal 9 September 1963.

Setelah 3 tahun bertugas, peran Tjakrabirawa sebagai Resimen Khusus yang bertugas melakukan pengawalan dan pengamanan terhadap diri Presiden Republik Indonesia beserta keluarganya berakhir pada tanggal 28 Maret 1966. Kesatuan ini dilikuidasi berdasarkan surat perintah Menteri Panglima Angkatan Darat nomor Sprint/75/III/1966 karena proses sejarah.

Satgas Pomad Para

Indonesia sekitar akhir tahun 1965 sedang mengalami pembenahan secara menyeluruh. Krisis politik yang selama berbulan – bulan dialami sebagai akibat lebih lanjut dari meletusnya peristiwa G30S/PKI. Berdasarkan Surat Perintah Menteri Panglima Angkatan Darat Nomor PRIN.75/III/1966 tanggal 23 Maret 1966 yang berisi tentang perintah kepada Direktur Polisi Militer Angkatan Darat (Brigjen TNI Sudirgo) untuk melaksanakan serah terima penugasan dari Resimen Tjakrabirawa kepada Polis Militer Angkatan Darat. Tidak lebih dari tiga hari setelah serah terima pelaksanaan tugas pengawalan terhadap Kepala Negara berlangsung, Direktur Polisi Militer langsung mengeluarkan Surat Keputusan dengan Nomor: Kep-011/AIII/1966 tanggal 25 Maret 1966 yang berisi tentang pembentukan Satuan Tugas Polisi Militer Angkatan Darat (Satgas POMAD) dimana ditunjuk Letkol Cpm Norman Sasono sebagai Komandan Satgas Pomad Para. Satgas Pomad Para yang berkedudukan di bawah Direktorat Polisi Militer yang terdiri dari Batalyon Pomad Para sebagai inti, dibantu Denkav Serbu, Denzipur dan Korps Musikdari Kodam V Jakarta Raya, Batalyon II PGT (Pasukan Gerak Tjepat) Angkatan Udara, Batalyon Brimob Polisi Negara, serta batalyon Infanteri 531/Para Raiders yang kemudian diganti oleh Batalyon Infanteri 519/Raider Para keduanya dari Kodam VIII Brawijaya. Dengan tugas mengawal Kepala Negara RI dan Istana Negara, serta melaksanakan tugas – tugas protokoler kenegaraan, Satgas Pomad Para berkedudukan di bawah Direktorat Polisi Militer dengan unsur – unsurnya antara lain terdiri dari 2 Batalyon Pomad, 1 Batalyon Infanteri Para Raider, serta 1 Detasemen Kaveleri Panser.[4]

Batalyon I Pomad Para berkedudukan di Jalan Tanah Abang II Jakarta Pusat yang dulunya bekas Markas Serta Asrama Resimen Tjakrabirawa, dengan tugas pokok “Melaksanakan pengawalan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya, serta Tamu Asing setingkat Kepala Negara, melaksankan pengawalan Istana Merdeka Utara, Istana Merdeka Selatan serta kediaman resmi Presiden dan Wakil Presiden”. Batalyon II Pomad Para berkedudukan di Ciluer – Bogor yang merupakan bekas asrama Batalyon I Pomad Para dengan tugas melaksankan pengawalan Istana Bogor, Istana Cipanas, serta membantu Batalyon I Pomad Para dalam melaksanakan tugas pokoknya. Batalyon Kaveleri Serbu Kodam V Jaya tetap di BP kan ke Satgas Pomad, sedangkan Batalyon 531/Para Raiders selanjutnya ditarik kembali ke Kodam Brawijaya untuk bertugas dilingkungan angkatan Darat.

Sesuai dengan perkembangan organisasi dilingkunangan TNI-AD Batalyon II Pomad akhirnya dilikuidasi. Kemudian pada tanggal 10 Juni 1967 dikeluarkan Surat Keputusan Menteri/Panglima Angkatan Darat (Jenderal TNI Soeharto) dengan Nomor: KEP-681/VI/1967 yang berisi penetapan pembebasan Direktur Polisi Militer Angkatan Darat dari tugas pengkomandoan terhadap Satgas Pomad. Untuk pembinaan selanjutnya kesatuan khusus tersebut ditetapkan secara langsung berada di bawah kendali Menteri /Panglima Angkatan Darat.

Paswalpres (Pasukan Pengawal Presiden)

Presiden RI Jenderal TNI Soeharto selaku Panglima tertinggi ABRI sejak awal tahun 1970 turun langsung membenahi organisasi ABRI hingga tertata dan terintegrasi di bawah satu komando Panglima ABRI. Satgas Pomad Para yang dibawak kendali Markas Besar ABRI ikut dibenahi dengan dikeluarkannya Surat Perintah Menhankam Pangab Nomor Sprin/54/I/1976 tanggal 13 Januari 1976 yang berisi pokok – pokok organisasi dan prosedur Pasukan Pengawal Presiden (PASWALPRES).[5] Melalui surat perintah tersebut ditentukan tugas pokok Paswalpres yaitu “Menyelenggarakan pengamanan fisik secara langsung bagi Presiden Republik Indonesia serta menyelenggarakan juga tugas – tugas protokoler khusus pada upacara – upacara kenegaraan”. Untuk organisasi Paswalpres diatur secara rinci dalam surat perintah Menhankam Pangab Nomor Sprin/54/I/1976 antara lain:

  • Unsur Pimpinan
  • Unsur Pembantu Pimpinan
  • Unsur Pelayan Staf
  • Unsur Pelaksanan, yang terdiri dari:
    • Detasemen Pengamanan Khusus (Denpamsus) yang bertugas sehari–hari melakukan pengamanan fisik secara langsung terhadap Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya. Detasemen Pengamanan Khusus terdiri dari:
      • Kelompok Komando (Pokko)
      • Kompi Kawal Pribadi (Ki Walpri)
      • Kompi Pengamanan Khusus (Ki Pam Sus)
      • Peleton Penyingkiran (Ton Kiran)
    • Batalyon Pengawal Protokoler Kenegaraan (Yonwalprotneg) dimana Yonwalprotneg adalah satuan Polisi Militer yang langsung di Bawah Perintahkan kepada Paswalpres.

Paspampres (Pasukan Pengamanan Presiden)

Berdasarkan Surat Keputusan Pangab Nomor Kep /02/II/1988 tanggal 16 Februari 1988 Paswalpres masuk dalam struktur organisasi Bais TNI. Dalam perkembangan selanjutnya mengingat kata pengamanan dinilai lebih tepat digunakan daripada pengawalan karena mengandung makna yang menitikberatkan kepada keselamatan objek yang harus diamankan. Sesuai dengan tuntutan tugas sebagai Pasukan Pengawal Presiden nama satuan Paswalpres diubah menjadi PASPAMPRES (Pasukan Pengamanan Presiden).[6]

Berdasarkan keputusan Pangab Nomor Kep /04/VI/1993 tanggal 17 Juni 1993 Paspampres tidak lagi di bawah Badan Intelejen ABRI, akan tetapi berkedudukan di bawah Pangab dengan tugas pokok melaksanakan pengamanan fisik langsung jarak dekat terhadap Presiden, Wakil Presiden Republik Indonesia serta Tamu Negara setingkat Kepala Negara, Kepala Pemerintahan dan keluarganya termasuk undangan pribadi serta tugas Protokoler khusus pada upacara Kenegaraan yang dilakukan baik dilingkungan Istana Kepresidenan maupun di luar.

Selanjutnya berdasarkan Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/5/I/2010 tanggal 20 Januari 2010, organisasi Paspampres disempurnakan dengan komposisi sebagai berikut:

  1. Unsur Pimpinan Komandan dan Wakil Komandan
  2. Unsur Pembantu Pimpinan terdiri dari Inspektorat, Staf Perencanaan, Staf Intelejen, Staf Operasi, Staf Personel dan Staf Logistik.
  3. Unsur pelayanan tediri dari Pekas, Sekretariat dan Detasemen Markas.
  4. Unsur Badan pelaksana terdiri dari Densi, Denkomlek, Denkes, Denpal, Denbekang dan Pusdalops.
  5. Unsur pelaksana terdiri dari:
  • Grup A Paspampres, berkekuatan 4 Detasemen, melaksanakan pengamanan fisik jarak dekat terhadap Presiden RI beserta keluarganya.
  • Grup B Paspampres, berkekuatan 4 Detasemen, melaksanakan pengamanan fisik jarak dekat terhadap Wakil Presiden RI beserta keluarganya.
  • Grup C Paspampres, bertugas melatih dan membina kemampuan personil Paspampres TNI, serta 1 Detasemen latihan bertugas melatih dan membina kemampuan personel Paspampres.
  • Grup D Paspampres, berkekuatan 4 Detasemen melaksanakan pengamanan fisik jarak dekat terhadap mantan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya

Grup D Paspampres

Panglima TNI Jenderal TNI Dr. Moeldoko meresmikan Grup D Paspampres (Pasukan Pengamanan Presiden) TNI dalam suatu upacara militer, bertempat di Lapangan Hitam Mako Paspampres TNI Tanah Abang, Jakarta, Senin (3/3/2014). Upacara Pengesahan Validasi Organisasi dan Tugas Paspampres TNI yaitu berupa penambahan satu Grup dari yang sudah ada selama ini tiga grup (Grup A, Grup B, Grup C) menjadi empat grup yaitu Grup D serta pembentukan satu Detasemen Pendukung yang berkedudukan langsung di bawah Danpaspampres TNI.

Dalam tugasnya, Grup D yang dikomandani oleh Letkol Inf Novi Helmy Prasetya lulusan Akabri 1993 melaksanakan pengamanan fisik jarak dekat terhadap mantan Presiden dan mantan Wakil Presiden beserta keluarganya.

Komandan Paspampres

  1. Brigjen TNI Sabur (1962-1965)
  2. Kolonel Cpm Norman Sasono (1965-1972)
  3. Kolonel Cpm Darsa Soemihardja (1972-1975)
  4. Kolonel Cpm Noenawar (1975-1979)
  5. Brigjen TNI R. Sardjono (1979-1985)
  6. Brigjen TNI Pranowo (1985-1993)
  7. Brigjen TNI Jasril Jakub (1993-1995)
  8. Mayjen TNI Sugiono (1995-1997)
  9. Mayjen TNI Endriartono Sutarto (1997-1998)
  10. Mayjen TNI Suwandi (1998-2000)
  11. Mayjen TNI I Putu Sastra Wigarta (2000-2000)
  12. Mayjen TNI Amir Tohar (2000-2001)
  13. Mayjen TNI (Mar) Nono Sampono (2001-2003)
  14. Mayjen TNI (Mar) Agung Wijajadi Supriyo (2003-2006)
  15. Mayjen TNI Suroyo Gino (2006-2007)
  16. Mayjen TNI Suwarno, S.Ip, M.Sc (2007-2008)
  17. Mayjen TNI Marciano Norman (2008-2010)
  18. Mayjen TNI Waris (2010-2011)
  19. Mayjen TNI Agus Sutomo (2011-2012)
  20. Mayjen TNI Doni Monardo (2012-2014)
  21. Mayjen TNI Andika Perkasa (2014-2016)
  22. Mayjen TNI (Mar) Bambang Suswantono, S.H., M.H., (2016-2017)
  23. Mayjen TNI (Mar) Suhartono, M.Tr (Han) (2017-2018)[7]
  24. Mayjen TNI Maruli Simanjutak, M.Sc (2018-sekarang)
Daftar Komandan Pasukan Pengaman Presiden sejak awal pembentukannya
No. Foto Nama Awal masa jabatan Akhir masa jabatan Keterangan
1. Brigjen TNI Sabur 1962 1965
2.   Kolonel CPM Norman Sasono 1965 1972
3. Kolonel CPM Darsa Soemihardja 1972 1975
4. Kolonel CPM Noenawar 1975 1979
5. Brigjen TNI R. Sardjono 1979 1985
6. Brigjen TNI Pranowo 1985 1993
7. Berkas:Jasril Jakub.jpg Brigjen TNI Jasril Jakub 1993 1995
8. Mayjen TNI Sugiono 1995 1997
9.   Mayjen TNI Endriartono Sutarto 1997 1998
10. Mayjen TNI Suwandi 1998 2000
11. Mayjen TNI I Putu Sastra Wigarta 2000 2000
12. Mayjen TNI Amir Tohar 2000 2001
13.   Mayjen TNI (Mar) Nono Sampono 2001 2003
14. Mayjen TNI (Mar) Agung Wijajadi Supriyo 2003 2006
15. Mayjen TNI Suroyo Gino 2006 2007
16. Mayjen TNI Suwarno, S.Ip, M.Sc 2007 2008
17.   Mayjen TNI Marciano Norman 2008 2010
18. Mayjen TNI Waris 2010 2011
19.   Mayjen TNI Agus Sutomo 2011 2012
20.   Mayjen TNI Doni Monardo 2012 2014
21.   Mayjen TNI Andika Perkasa 2014 2016
22.   Mayjen TNI (Mar) Bambang Suswantono, S.H., M.H., 2016 2017
23.   Mayjen TNI (Mar) Suhartono, M.Tr (Han) 2017 29 November 2018
24.   Mayjen TNI Maruli Simanjutak, M.Sc 29 November 2018 Petahana

Referensi

Pranala luar