Tenganan Pegringsingan, Karangasem

desa di Kabupaten Karangasem, Bali

Tenganan adalah sebuah desa tradisional di pulau Bali. Desa ini terletak di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem di sebelah timur pulau Bali. Tenganan bisa dicapai dari tempat pariwisata Candi Dasa dan letak kira-kira 10 kilometer dari sana.

Tenganan
Peta lokasi Desa Tenganan
Negara Indonesia
ProvinsiBali
KabupatenKarangasem
KecamatanManggis
Kode pos
80871
Kode Kemendagri51.07.03.2006 Edit nilai pada Wikidata
Luas9,52 km²
Jumlah penduduk4.627 jiwa (2016)[1] 4.138 jiwa (2010)[2]
Kepadatan434 jiwa/km²(2010)
Jumlah KK1.203 KK[3]
Peta
PetaKoordinat: 8°28′S 115°34′E / 8.467°S 115.567°E / -8.467; 115.567


Desa Tenganan merupakan salah satu desa dari tiga desa Bali Aga, selain Trunyan dan Sembiran. Bali Aga adalah desa yang masih mempertahankan pola hidup yang tata masyarakatnya mengacu pada aturan tradisional adat desa yang diwariskan nenek moyang mereka. Bentuk dan besar bangunan serta pekarangan, pengaturan letak bangunan, hingga letak pura dibuat dengan mengikuti aturan adat yang secara turun-temurun dipertahankan.[4]

Sejarah

Menurut sebagian versi catatan sejarah, kata Tenganan berasal dari kata "tengah" atau "ngatengahang" yang memiliki arti "bergerak ke daerah yang lebih dalam". Kata tersebut berhubungan dengan pergerakan masyarakat desa dari daerah pinggir pantai ke daerah pemukiman di tengah perbukitan, yaitu Bukit Barat (Bukit Kauh) dan Bukit Timur (Bukit Kangin).[5][6]

Sejarah lain mengatakan bahwa masyarakat Tenganan berasal dari Desa Peneges (sekarang Candi Dasa), yang ketika itu masih menjadi bagian Kerajaan Bedahulu. Menurut cerita rakyat, Raja Bedahulu pernah kehilangan salah satu kudanya dan orang-orang mencarinya ke Timur. Kuda tersebut ternyata ditemukan tewas oleh Ki Patih Tunjung Biru, orang kepercayaan sang raja. Atas loyalitasnya, Ki Patih tunjung Biru mendapatkan wewenang untuk mengatur daerah yang memiliki aroma dari bangkai (carrion) kuda tersebut. Ki Patih mendapatkan daerah yang cukup luas karena dia memotong bangkai kuda tersebut dan menyebarkannya sejauh yang dia bisa lakukan. Itulah asal mula dari daerah Desa Tenganan.[5]mmm

Penduduk

Penduduk desa Tenganan sampai dengan tahun 2016 terdiri dari 2.248 laki-laki dan 2.379 perempuan dengan sex ratio 94.[7]

Mata Pencaharian

 
Penenun kain di Desa Tangenan.

Umumnya, penduduk desa Tenganan bekerja sebagai petani padi, namun ada pula yang membuat aneka kerajinan. Beberapa kerajinan khas dari Tenganan adalah anyaman bambu, ukiran, dan lukisan di atas daun lontar yang telah dibakar.[8] Di desa ini pengunjung bisa menyaksikan bangunan-bangunan desa dan pengrajin-pengrajin muda yang menggambar lontar-lontar. Sejak dulu, masyarakat Desa Tenganan juga telah dikenal atas keahliannya dalam menenun kain gringsing. Cara pengerjaan kain gringsing ini disebut dengan teknik dobel ikat. Teknik tersebut merupakan satu-satunya di Indonesia dan kain gringsing yang dihasilkan terkenal istimewa hingga ke mancanegara.[4] Penduduk Tenganan masih menggunakan sistem barter dalam kehidupan sehari-harinya.[9]

Adat Istiadat

 
Perang pandan atau duri, salah satu acara adat Tenganan.
 
Perang pandan.

Keseharian kehidupan di desa ini masih diatur oleh hukum adat yang disebut awig-awig. Hukum tersebut ditulis pada abad ke-11 dan diperbaharui pada tahun 1842.[9] Rumah adat Tenganan dibangun dari campuran batu merah, batu sungai, dan tanah. Sementara atapnya terbuat dari tumpukan daun rumbi. Rumah adat yang ada memiliki bentuk dan ukuran yang relatif sama, dengan ciri khas berupa pintu masuk yang lebarnya hanya berukuran satu orang dewasa. Ciri lain adalah bagian atas pintu terlihat menyatu dengan atap rumah.[8]

Penduduk desa ini memiliki tradisi unik dalam merekrut calon pemimpin desa, salah satunya melalui prosesi adat mesabar-sabatan biu (perang buah pisang). Calon prajuru desa dididik menurut adat setempat sejak kecil atau secara bertahap dan tradisi adat tersebut merupakan semacam tes psikologis bagi calon pemimpin desa. Pada tanggal yang telah ditentukan menurut sistem penanggalan setempat (sekitar Juli) akan digelar ngusaba sambah dengan tradisi unik berupa mageret pandan (perang pandan). Dalam acara tersebut, dua pasang pemuda desa akan bertarung di atas panggung dengan saling sayat menggunakan duri-duri pandan. Walaupun akan menimbulkan luka, mereka memiliki obat antiseptik dari bahan umbi-umbian yang akan diolesi pada semua luka hingga mengering dan sembuh dalam beberapa hari. Tradisi tersebut untuk melanjutkan latihan perang rutin dan menciptakan warga dengan kondisi fisik serta mental yang kuat. Penduduk Tenganan telah dikenal sebagai penganut Hindu aliran Dewa Indra, yang dipercaya sebagai dewa perang.[10]

Masyarakat Tenganan mengajarkan dan memegang teguh konsep Tri Hita Karana (konsep dalam ajaran Hindu) dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Tri berarti tiga dan Hita Karana berarti penyebab kebahagiaan untuk mencapai keseimbangan dan keharmonisan. Tri Hita Karana terdiri dari Perahyangan (hubungan yang seimbang antara manusia dengan Tuhan), Pawongan (hubungan harmonis antara manusia dengan manusia lainnya), dan Palemahan (hubungan harmonis antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya).[11]

Galeri

Referensi

  1. ^ Kecamatan Manggis dalam angka 2017, hal 42
  2. ^ Penduduk Indonesia Menurut Desa 2010, hal 1385
  3. ^ Prodeskel Binapemdes Kemendagri
  4. ^ a b Amy Wirabudi (April 2010). "Terpikat Dobel Ikat: Tenun Gringsing". EVE MAGAZINE Indonesia. hlm. 89. 
  5. ^ a b LOKASI WISATA: TENGANAN PEGERINGSINGAN, www.karangasemtourism.com.
  6. ^ Damayanti, Astri (2010). KUMPULAN LEGENDA NUSANTARA FAVORIT. Puspa Swara. ISBN 9789791475112. 
  7. ^ Kecamatan Manggis dalam angka 2017, hal 34
  8. ^ a b Kunjungan Ke Desa Tenganan Bali , Antara/Ari-Ike/VOI news. 13 Mei 2010.
  9. ^ a b Desa Tenganan, Desa adat & asli Bali dahulu kala., Barry Kusuma.
  10. ^ Perang Pisang di Tenganan Dauh Tukad, Bali Post. Senin 2 Mei 2010.
  11. ^ Implementasi Tri Hita Karana Di Desa Tenganan Pegringsingan Sebagai Sumber Penciptaan Karya Fotografi Seni, I Komang Arba Wirawan .

Pranala luar