Sejarah Wina

Revisi sejak 6 April 2020 02.18 oleh HsfBot (bicara | kontrib) (jaman --> zaman)

Sejarah Wina memiliki catatan panjang dengan versi yang beragam. Dimulai ketika Kekaisaran Romawi membentuk kamp militer di Wina dan sekitarnya pada abad pertama dan menyebutnya sebagai Vindobona. Dari sejarah inilah, Wina berkembang dari kota kecil menjadi salah satu area perdagangan penting di abad ke-11. Wina menjadi ibu kota dinasti Babenberg dan kemudian Habsburg. Di bawah pemerintahan Dinasti Habsburg, Wina menjadi salah satu kota pusat budaya di Eropa. Pada abad ke-19, Wina sempat menjadi kota terbesar di Eropa saat menjadi ibu kota Kerajaan Austria dan kemudian Austria-Hongaria. Setelah Perang Dunia I, Wina resmi menjadi ibu kota Republik Austria.

Lambang tua Wina (1465–1925) dengan elang imperial berkepala dua

Awal dan awal Abad Pertengahan

 
Reruntuhan romawi di Michaelerplatz

Salah satu referensi terawal tentang Wina adalah catatan dari ahli sejarah Yahudi, Titus Flavius Josephus, yang menuliskan bahwa Raja Yudea, Herodes Arkhelaus (23 SM – 18 M) dibuang ke kota Wina di Galia oleh Kaisar Romawi.[1]

Bangsa Romawi menduduki Wina dan sekitarnya yang saat itu bernama Vindobona pada abad pertama hingga ke-5. Nama Vindobona yang berakar dari bahasa Keltik mensinyalirkan bahwa area Wina sudah ditempati sejak sebelum Bangsa Romawi masuk. Bangsa Romawi membentuk kamp militer disana. Artefak dan cita peninggalan dari zaman medieval ini dapat dirasakan di jalanan dan gang area Distrik Pertama (Bahasa Austria: Innere Stadt) yang merupakan area Kota Tua Wina.

Dari abad ke-6, ditemukan beberapa koin perunggu Byzantium di area pusat kota Wina masa kini, yang mensinyalir bahwa terjadi perdagangan yang cukup signifikan pada masa tersebut. Pada Abad Pertengahan, Wina pertama kali disebutkan dalam Salzburg Annuals (tahun 881) yang berbicara tentang peperangan melawan bangsa Magyar. Kaisar Otto I mengalahkan bangsa Magyar pada tahun 955 di Perang Lechfeld. Setelah kemenangan ini, Wina mulai berkembang banyak selama Abad Pertengahan.

Pemerintahan Babenberg

 
Duke Henry II dari dinasti Babenberg mengangkat Wina sebagai ibu kotanya pada tahun 1155

Pada tahun 976, area Margraviate of Ostarrîchi diberikan kepada keluarga Babenberg dan Wina pun berada berdekatan dengan perbatasan Hongaria.

Wina adalah tempat penting perdagangan pada abad ke-11. Di dalam perjanjian Tauschvertrag zu Mautern antara Uskup Passau dan Margrave Leopold IV, Wina untuk pertama kalinya disebut sebagai civitas, bukti bahwa pada zaman tersebut Wina telah berkembang menjadi sebuah kota administratif terstruktur. Perjanjian tersebut melahirkan Katedral St. Stephen di pusat kota Wina yang masih berdiri hingga sekarang. Pada tahun 1155, Adipati Heinrich II dari Austria menjadikan Wina sebagai ibu kota dan tempat pemerintahannya. Pada masa ini, Biara Skotlandia (Schottenstift) dibangun.

Dari kejadian-kejadian seputar Perang Salib Ketiga, Wina mendapatkan harta tebusan yang luar biasa sebanyak 10-12 ton perak. Dari harta inilah, Wina mampu membangun sebuah pabrik pembuatan uang koin dan mendirikan dinding perbatasan kota pada tahun 1200. Sebagian dinding ini masih dapat dilihat di stasiun kereta U-Bahn Stubentor. Adipati Leopold V diekskomunikasikan oleh Paus Celestine III karena telah memperlakukan tentara Perang Salib yang dilindungi, Raja Richard “Hati Singa”, dengan tidak baik; Leopold V membuang Raja Richard dua hari sebelum Natal tahun 1192 ke Erdberg, dekat Wina. Leopold V meninggal karena jatuh dari kuda di sebuah turnamen.

Pada tahun 1221, Wina ditunjuk menjadi sebuah kota dan mendapat izin untuk membangun pelabuhan perdagangan (stapelrecht). Hak stapelrecht ini memberikan keuntungan besar bagi Wina karena setiap kapal dagang yang melalui Wina harus menawarkan dagangannya di Wina. Penduduk Wina pun banyak yang menjadi mediator dagang dan tidak lama kemudian Wina memiliki jaringan perdagangan ekstensif terutama di sepanjang Sungai Donau hingga ke Venesia. Wina pun menjadi salah satu kota terpenting pada masa Kekaisawan Romawi Suci.

Dengan segala kesuksesan tersebut, Wina sedikit-banyak merasa malu karena tidak memiliki keuskupan tersendiri. Tercatat bahwa Adipati Frederick II dan kemudian Ottokar II berusaha agar dapat terbentuknya keuskupan di Wina.

Pemerintahan Habsburg

 
Adipati Rudolf IV dari Austria, yang dikenal sebagai "Sang Pendiri" banyak melakukan perluasan kota Wina.

Pada tahun 1278, Rudolf I mengambil alih tanah Austria setelah kemenangannya atas Ottokar II. Ia mendirikan wangsa Habsburg. Di Wina, wangsa baru ini membutuhkan waktu cukup lama untuk mendapatkan kendali atas kota tersebut karena penduduk Wina banyak yang mendukung Ottokar bahkan lama setelah Ottokar II kalah. Albert I dari Habsburg mendapatkan beberapa perlawanan, termasuk dari keluarga Paltrams vom Stephansfreithof. Pada tahun 1280, Jans der Enikel menulis “Fürstenbuch,” sejarah pertama kota Wina.

Pada pemerintahan Rudolf IV, kebijakan ekonomi Wina sangat kuat sehingga Wina menjadi kota yang makmur. Rudolf IV disebut sebagai “Sang Pendiri” karena dua hal: ia mendirikan Universitas Wina pada tahun 1365, dan ia mulai membangun bagian tengah gereja St. Stephen's dengan nuansa gotik. Ia juga membangun kawasan metropolitan sebagai simbol pengganti nirkeusukupan, walaupun akhirnya Wina diberikan uskup yang menggunakan katedral St. Stephen's sebagai lokasi tinggalnya pada tahun 1469.

Saat Albert V diangkat menjadi Raja Jerman, Wina dipilih menjadi ibu kota Kekaisaran Romawi Suci. Albert V terkenal dengan tindakannya mengusir populasi Yahudi dari Wina pada tahun 1421–1422. Pada pemerintahan lemah Kaisar Frederick III, Wina berpihak sebagai oposan dan mendukung musuh Frederick III, Albert VI dan kemudian Matthias Corvinus. Frederick III dianggap tidak mampu menangani masalah mafia perdagangan.

Pada tahun 1522, di bawah kekuasaan Ferdinand I, Pengadilan Berdarah di Wiener Neustadt berujung pada hukuman mati bagi semua pimpinan oposisi yang berada di Wina. Eksekusi ini mengakhiri struktur politik Wina dan sejak itu Wina berada di bawah pemerintah Kekaisaran secara langsung. Pada tahun 1556, Wina dipilih menjadi tempat kedudukan Kaisar, setelah Hongaria serta Bohemia digabungkan ke dalam Habsburg pada tahun 1526. Pada masa ini, Wina mengalami proses pengkatolikan kembali setelah protestanisme menyebar cepat. Pada tahun 1551, Yesuit dibawa masuk ke Wina dan menempati posisi-posisi berpengaruh di area yudikatif.

Tampilan panorama Wina setelah dinding-dinding pertahanan diperkuat pada tahun 1548. Di bagian tengah adalah katedral St. Stephen, berada di belakang kompleks medieval Hofburg. Persis di sebelahnya adalah Minoritenkirche dan di kanan jauh adalah Schottenstift dan gerbang Schottentor.

Pengepungan Turki

 
Pengepungan Wina pada tahun 1683

Pada tahun 1529, Wina dikepung oleh Ottoman dari Turki untuk pertama kalinya, walaupun pengepungan tersebut gagal. Pasukan Turki mundur bukan karena kesulitan menembus tembok-tembok pertahanan Wina, tetapi karena terjadi epidemi dan musim dingin yang datang lebih awal. Pengepungan ini menyadarkan Wina untuk membuat perlindungan baru. Dengan perencanaan dari Sebastian Schrantz, Wina membangun benteng-benteng pertahanan yang dikelilingi oleh parit pada tahun 1548. Glacis dibangun di sekeliling Wina agar prajurit dapat menembak dengan mudah. Perencanaan pertahanan yang berlangsung hingga abad ke-17 ini berperan besar pada Pengepungan Turki Kedua pada tahun 1683, dimana Wina dapat bertahan secara mandiri selama dua bulan sebelum pasukan Turki dipukul mundur oleh pasukan Raja Polandia, Jan III Sobieski. Kejadian ini menjadi titik balik Perang Turki dimana Kekaisaran Ottoman terus terpukul mundur beberapa dasawarsa ke depan.

Abad ke-18

 
Pandangan Wina pada era Baroque, oleh Bernardo Bellotto

Periode berikutnya ditandai dengan berbagai kegiatan pembangunan. Selama rekonstruksi, Wina sebagian besar berubah menjadi kota baroque. Arsitek terpenting pada zaman tersebut adalah Johann Bernhard Fischer von Erlach dan Johann Lukas von Hildebrandt. Konstruksi paling banyak terjadi di pinggiran kota (Vorstädte) karena bangsawan mulai membangun taman-taman istana di areal tersebut, yang kemudian dikenal sebagai Palais. Yang paling dikenal adalah Palais Liechtenstein, Palais Modena, Istana Schönbrunn, Palais Schwarzenberg, dan Belvedere (taman palais dari Pangeran Eugene dari Savoy). Pada tahun 1704, benteng luar Linienwall dibangun di sekeliling Vorstädte.

Setelah wabah epidemi pada tahun 1679 dan 1713, penduduk mulai bertumbuh secara terus-menerus. Diperkirakan ada 150.000 orang yang tinggal di Wina pada tahun 1724, dan 200.000 pada tahun 1790. Pada saat itu, pabrik-pabrik pertama dibangun di Leopoldstadt. Leopoldstadt juga menjadi tempat di mana banyak orang Yahudi tinggal setelah diusir dari ghetto mereka pada tahun 1670. Masalah higienis mulai menjadi nyata sehingga mulai ada aktivitas pembersihan gorong-gorong dan jalanan. Juga di waktu ini, sistem penomoran rumah (Konskriptionsnummern) mulai digunakan, dan sistem pos pemerintahan mulai berkembang.

Di bawah pemerintahan Kaisar Joseph II, kota administrasi dimodernisasi pada tahun 1783: pejabat yang hanya bertanggung jawab atas sebuah kota mulai diperkenalkan, dan sistem Hakim diciptakan. Pada saat yang sama, kuburan di tengah kota ditutup.

Abad ke-19

 
"Singa dari Aspern" adalah sebuah monumen yang memperingati jatuhnya tentara Austria di perang-perang Napoleon
 
Kongres Wina memulihkan perdamaian di Eropa setelah Napoleon

Selama Perang Napoleon, Wina diambil oleh Napoleon dua kali, pada tahun 1805 dan 1809. Penaklukan pertama terjadi tanpa pertempuran. Tiga marsekal Prancis menyeberangi Taborbrücke (Jembatan Tabor) yang pertahanannya kuat dan meyakinkan komandan Austria bahwa perang sudah berakhir. Sementara itu, tentara Prancis dengan mudah memasuki kota dan disambut penduduk dengan baik. Napoleon memperbolehkan 10.000 laki-laki dari garda nasional Wina untuk tetap bersenjata dan meninggalkan persenjataan kepada mereka ketika ia pergi.

Namun, pendudukan kedua terjadi melalui pertarungan berat. Tak lama setelah itu, Napoleon menderita kekalahan besar pertamanya di Aspern, dekat dengan Wina. Kurang dari dua bulan kemudian, pasukannya menyeberangi Danube lagi dan bertarung di Pertempuran Wagram pada dataran yang sama dengan terjadinya Pertempuran Aspern. Pertempuran kedua ini dimenangkan oleh Prancis. Austria segera menyerah dan Perang Koalisi Kelima berakhir. Pada tahun 1810, Salomon Mayer Rothschild tiba di Wina dari Frankfurt dan mendirikan sebuah bank bernama "Mayer von Rothschild und Söhne". Pada tahun 1823, Kaisar Austria mengangkat kelima Rothschild bersaudara sebagai baron. Keluarga Rothschild menjadi terkenal sebagai bankir di negara-negara utama Eropa, dan perbankan Austria keluarga Rothschild terus terkemuka sampai Creditanstalt bank di Wina disita oleh Nazi pada tahun 1938.[2][3]

Setelah akhir kekalahan Napoleon, Kongres Wina diadakan pada tanggal 18 September 1814 hingga 9 Juni 1815 untuk memeta ulang peta politik Eropa. Anggota kongres terlibat dalam banyak acara sosial, yang membuahkan pikiran Charles Joseph Prince de Ligne: Le congres danse beaucoup, mais il ne marche pas ("Kongres menari, tetapi tidak maju-maju"). Acara-acara tersebut menarik banyak biaya dari Austria dan menghasilkan ejekan yang ditujukan bagi para peserta utama Kongres:

Alexander dari Rusia: cinta untuk semua
Frederick William of Prussia: berpikir untuk semua
Frederick dari Denmark: berbicara untuk semua
Maximilian dari Bavaria: minum untuk semua
Frederick dari Württemberg: makan untuk semua
Kaisar Francis dari Austria: membayar untuk semua

Paruh pertama abad ini ditandai dengan industrialisasi besar-besaran, dengan Wina menjadi pusat dari jaringan kereta api setelah 1837.

Revolusi Februari Prancis 1848 membawa dampak hingga sejauh Wina. Pada tanggal 13 Maret, Revolusi Maret pecah dan kanselir Metternich yang telah lama menjabat untuk mengundurkan diri.

Ekspansi di bawah Kaisar Franz Joseph I

 
Di bawah pemerintahan Kaisar Franz Joseph I, kota ini mengalami pertumbuhan yang pesat yang tidak pernah terjadi sebelumnya, baik dari sisi budaya, seni, maupun arsitektur
 
Rumah-rumah kecil dan tua (di bagian depan) yang dihancurkan dan diganti selama ekspansi besar-besaran di bawah pemerintahan Kaisar Franz Joseph
 
Ringstraße dan Parlemen yang baru saja selesai dibangun (1900)
 
Pesta Gala di balai kota Wina bersama wali kota Karl Lueger (1904)

Wina diperluas pada tahun 1850, sebagian besar untuk mencakup area Linienwall. Vorstädte kemudian dijadikan Distrik 2 hingga Distrik 9, dan kota tua menjadi Distrik pertama. Pada tahun 1858, benteng-benteng dihancurkan dan bulevar luas Ringstraße dibangun. Banyak bangunan monumental yang dibangun oada masa ini. Gaya Ringstraße (Historisisme) mencirikan arsitektur Wina hingga hari ini. Periode puncak Wina adalah saat Pameran Dunia 1873 yang terjadi sesaat sebelum pasar saham hancur dan mengakhiri Gründerzeit ("era fondasi").

Pada tahun 1861, Liberal memenangkan pemilihan umum bebas pertamanya setelah neoabsolutism berakhir.

Setelah banjir besar 1830, Pengaturan Danube sering dibicarakan dan akhirnya diberlakukan pada tahun 1860-an. Banyak cabang dari Danube dihapus dan aliran lurus diciptakan dengan pusat awal di tengah kota. Cabang yang dekat dengan pusat kota dibuat lebih sempit dan sejak itu dikenal dengan nama yang agak menyesatkan, yaitu, Donaukanal (Kanal Danube).

Selama periode itu, populasi Wina meningkat tajam, dan banyak disebabkan oleh gelombang imigran. Sensus yang dilakukan secara teratur dari tahun 1869 dan seterusnya menunjukkan populasi tertinggi terjadi pada tahun 1910, dengan jumlah 2,031,000 penduduk.

Sekitar tahun 1900, Wina menjadi pusat Jugendstil (Art Nouveau), terutama karena adanya Otto Wagner dan asosiasi seniman yang dikenal sebagai Vienna Secession, nama yang digunakan juga pada gedung ciri khas Karlsplatz.

Pada tahun 1890, kota diperluas untuk kedua kalinya. Bagian pinggir kota di luar Linienwall lama (Vororte) dimasukkan ke dalam kota sebagai Distrik 11 hingga Distrik 19 (Distrik 10 telah dibuat pada tahun 1874 dengan membelah Distrik keempat). Wina terbagi pada tahun 1900, dengan bagian utaranya menjadi Distrik 20 (Brigittenau). Pada tahun 1904, Floridsdorf menjadi bagian dari Wina sebagai Distrik 21.

Selama tahun-tahun tersebut, Karl Lueger adalah tokoh terkemuka dari politik perkotaan. Tidak ada yang dapat memungkiri kontribusinya dalam kebijakan sosial dan karya-karya lainnya di area kotamadya (seperti Wiener Hochquellwasserleitung, membawa air segar dari pegunungan ke Wina, dan pembuatan sabuk hijau padang rumput dan hutan di sekitar kota). Namun, aspek positif tersebut menjadi satu paket dengan ocehannya dan retorika anti-Semitismenya yang ternyata mendapat dukungan rakyat.

Perang Dunia I

 
Selebaran Italia dijatuhkan di Wina pada tahun 1918.

Perang dunia I (1914–1918) tidak menimbulkan ancaman langsung ke Wina tetapi menyebabkan berkurangnya pasokan karena embargo ekonomi yang diberlakukan oleh kekuasaan Entente yang mengakibatkan kurangnya makanan dan pakaian. Melonjaknya biaya perang yang sebagian besar dibiayai oleh pinjaman mengakibatkan inflasi yang luar biasa —sama seperti di Jerman— sehingga menguras tabungan banyak kelas menengah Wina. Salah satu yang menarik adalah bahwa Pengendalian Sewa 1916 tidak pernah secara resmi dicabut; hingga saat ini tetap ada bangunan di mana Penyewaan 1916 masih berlaku, walaupun sebenarnya sudah tidak ada artinya.

Propaganda penerbangan di atas Wina, serangan udara yang digagas Gabriele d'annunzio, terjadi pada tanggal 9 Agustus 1918 dengan menggunakan 11 Ansaldo SVA. D'annunzio terbang lebih dari 1.200 km pulang pergi Wina untuk menjatuhkan sekitar 400.000 selebaran propaganda yang ditulis dalam bahasa Italia dan Jerman. Selebaran tersebut meminta penduduk Wina mengakhiri aliansi antara Austria-Hongaria dan Prusia.

 
Karl-Marx-Hof adalah salah satu yang kompleks petak kota rumah paling terkenal dari tahun 1920-an

Republik Pertama

Akhir dari perang juga merupakan akhir dari Austria-Hongaria. Pada 12 November 1918, Republik Deutsch-Österreich, atau Jerman-Austria, dikumandangkan di depan parlemen. Penduduk terkonsentrasi di ibu kota. Artikel-artikel di media internasional saat itu meragukan kemampuan Wina untuk bertahan hidup sebagai salah satu metropolis utama Eropa Austria-Hongaria bubar.[4][butuh rujukan]

Pada tahun 1921, Wina memisahkan diri dari Lower Austria dan mendirikan negaranya sendiri. Sayap kiri Sosial Demokrat, yang telah mendominasi sejak akhir perang, sekarang bertugas mengatur pemerintahan di kota. "Wina Merah" dianggap sebagai model internasional. Banyak perumahan rendah biaya (Gemeindebauten) dibangun selama periode tersebut.

Namun, meningkatnya kesulitan ekonomi mengakibatkan radikalisasi politik dan polarisasi partai-partai politik. Partai sosial demokrat mendirikan sayap kiri Republikanische Schutzbund (Aliansi Pelindung Republik) dibentuk pada tahun 1923/24 yang merupakan kelompok paramiliter yang terorganisir dengan baik. Hal ini ditentang oleh sayap kanan Heimwehr ("Penjaga Rumah"), yang merupakan bentukan gabungan dari penjaga lokal dan unit-unit tempur serupa setelah perang berakhir.

Austrofascism

 
Kebakaran Justizpalast (berikut adalah gambar dari tahun 1881 sebelum kebakaran) membawa kepada akhir dari Republik Pertama.

Kebakaran Justizpalast (Palace of Justice) pada tahun 1927 setelah kerusuhan demonstrasi, runtuhnya bank terbesar negara Creditanstalt, dan pembubaran parlemen pada tahun 1933 membuka jalan ke Perang Sipil pada Februari 1934. Setelah Engelbert Dollfuß, Kanselir Austria dan menteri luar negeri sejak tahun 1932 melarang Partai Nazi (Partai Komunis dan Schutzbund) pada tahun 1933, ia juga melarang berdirinya Partai Sosial Demokrat pada tahun 1934 setelah terjadinya Pemberontakan Februari. Satu-satunya organisasi politik sah adalah gerakan baru ciptaannya sendiri, yaitu, Vaterländische Depan. Dollfuß menciptakan sebuah rezim otoriter yang disebut Ständestaat dan memerintah tanpa persetujuan parlemen (lihat juga Austrofascism).

Aneksasi Reich Ketiga dan Perang Dunia Kedua

 
Setelah dianeksasi oleh Jerman, banyak orang Yahudi Wina dipaksa untuk membersihkan trotoar oleh Nazi. Aksi ini mendapat dukungan dari banyak penduduk Wina.
 
Menara antipeluru di Augarten milik sistem pertahanan udara zaman pemerintahan Nazi

Pada bulan Maret 1938 Nazi Jerman menduduki dan mencaplok Austria dalam sebuah proses yang dikenal sebagai Anschluss. Adolf Hitler diterima dengan baik di Wina dan memberikan pidato terkenalnya di Heldenplatz dimana ia memasukkan tanah airnya ke dalam Reich. Kebijakan anti-Yahudi Hitler jatuh di tanah yang subur di Wina dimana anti-Semitisme telah meningkat sepanjang awal abad ke-20. Segera setelah Anschluss, orang-orang Yahudi di Wina menerima penganiayaan dari negara dan kaum antisemit yang bertindak sendiri. Pada saat Reichskristallnacht (9 November 1938), pusat-pusat komunitas dan keagamaan Yahudi dihancurkan. Pada bulan Agustus, KZ Oberlanzendorf Wien (Kantor Pusat Emigrasi Yahudi) diciptakan dan dipimpin oleh Adolf Eichmann.[5] Namun secara keseluruhan, kota Wina sebenarnya tidak terlalu mendukung rezim Nazi namun tidak terdapat perlawanan anti-Nazi yang cukup berarti.[6] Hitler sendiri membenci Wina dan bertekad untuk membangun Linz, kampung halaman masa kecilnya, dan membuang Wina sebagai daerah berstatus terpencil.[7]

Selama perluasan kota pada tahun 1938, 91 kota berdampingan disertakan ke dalam Wina. Dari sinilah didapatkan Distrik 22 (Gros-Enzersdorf), Distrik 23 (Schwechat), Distrik 24 (Mödling), Distrik 25 (Liesing), dan Distrik 26 (Klosterneuburg). Dengan total luas 1.224 km2, Wina menjadi kota dengan wilayah terbesar di Reich Ketiga.

Perang Dunia II

Selama perang, Wina menjadi tempat 12 sub-kamp konsentrasi Mauthausen-Gusen yang tersebar di berbagai bagian kota.

Meskipun awalnya berada jauh dari jangkauan bom Sekutu yang beroperasi dari Inggris, pada tahun 1943 Wina mulai diserang pesawat pembom yang berbasis di Italia. Menara-menara besar antipeluru dibangun sebagai pertahanan terhadap bom tersebut. Bangunan ini tetap ada hingga hari ini karena solidnya konstruksi dan dalamnya fondasi. Pemboman tahun 1944 dan 1945 dan perjuangan merebut Wina oleh Soviet pada bulan April 1945 menyebabkan banyak kehancuran di dalam Wina. Untungnya beberapa bangunan bersejarah selamat dari pemboman, dan banyak lainnya dibangun kembali pasca perang dengan susah payah.

Republik Kedua

Pendudukan sekutu

 
Zona pendudukan Sekutu di Wina

Hanya beberapa hari setelah perang, pemerintahan dan administrasi sementara serta partai-partai politik diciptakan. Pada tanggal 29 April 1945, gedung parlemen berpindah tangan dari penjajah ke pemerintahan Austria yang baru. Karl Renner mengumumkan kembali berdirinya Republik Austria yang demokratis. Wina dibagi menjadi lima zona pendudukan antara Uni Soviet, Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Distrik Pertama (pusat kota) dijaga oleh keempat-empatnya.

Pemilihan umum pertama diadakan pada bulan November 1945. Dari 100 kursi di dewan kota, sayap kiri Partai Sosial Demokrat mendapat 58 kursi, sayap kanan Partai Rakyat Austria 36, dan Komunis 6. Pada tahun 1946, diputuskan bahwa perluasan wilayah kota pada tahun 1938 harus dikembalikan, tetapi hukum ini tertunda hak veto dari keempat pendudukan dan baru berlangsung pada tahun 1954. Dua kecamatan tetap dengan Wina, yaitu 22 (Wina) utara Danube dan 23 (Liesing) di selatan (beberapa kabupaten lain memperoleh beberapa Lower Austria wilayah).

Sejarah Modern sejak Kemerdekaan (1955)

 
Vienna International Centre menjadi markas badan-badan PBB, dan menjadikan Wina sebagai kota terpenting ketiga setelah New York dan Jenewa

Pada tanggal 15 Mei 1955, Austria kembali merdeka dan berdaulat melalui Perjanjian Negara Austria. Parlemen Austria segera mengubah perjanjian tersebut untuk membangun masa depan Austria yang netral dan tidak berpihak (mirip dengan Swiss). Perjanjian damai ini disebut perjanjian negara karena Austria sempat hilang keberadaannya pada tahun 1938.

Setelah perang, Austria mengalami ledakan ekonomi, seperti daerah manapun di Eropa Barat, karena adanya bantuan ekonomi yang didapat dari Marshall Plan.

Angkutan umum di Wina ditingkatkan dengan jaringan baru U-Bahn yang mulai beroperasi pada tahun 1978. Pada tahun 1979, perjanjian Pembatasan Senjata kedua ditandatangani di Wina. Selama tahun 1970-an, Wina menjadi kursi resmi ketiga Perserikatan bangsa-Bangsa dan Kota-UNO dibangun. Pada akhir abad ke-20, gedung-gedung pencakar langit dibangun, seperti Menara Andromeda dan Menara Millennium pada di sisi kiri dan kanan sungai Danube.

Wina memiliki sekitar 17.000 diplomat yang kebanyakan bertugas di organisasi-organisasi internasional. Karena kehadiran mereka dan netralitas Austria, Wina menjadi pusat penting The Third Man. Selama Perang Dingin, jumlah mata-mata Wina diduga melebihi jumlah tentara Austria.[8] Wina adalah ibu kota Bundesland dari Lower Austria (bahasa Jerman: Niederösterreich) hingga tahun 1986 dimana kemudian ibu kota berpindah ke Sankt Pölten karena Wina secara geografis bukan merupakan bagian dari Lower Austria.

Dalam pemilihan wali kota tahun 2001, partai Sosial Demokrat kembali menang mutlak. Karena Forum Liberal tidak mendapat cukup suara, hanya empat partai yang telah diwakili di dewan kota sejak saat itu. Di pemilu tahun 2005, partai Sosial Demokrat semakin dominan.

Tampilan panorama Wina ke arah timur, dilihar dari "Himmel"

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Josephus, War of the Jews (buku 2, bab 7)
  2. ^ Joan Comay, Who's who in Jewish History (2001) pp 305-14
  3. ^ Niall Ferguson, The House of Rothschild (2 vol. 1998)
  4. ^ VIENNA AFTER THE WAR., The New York Times, December 29, 1918
  5. ^ Christine O'Keefe (2007-02-02). "Concentration Camps". 
  6. ^ See Evan Burr Bukey, Hitler's Austria. Popular Sentiment in the Nazi Era. UNC Press, Chapel Hill, 2000.
  7. ^ See Thomas Weyr, The Setting of the Pearl. Oxford University Press, Oxford, 2005
  8. ^ Rabl, Sarah; Rollwagen, Joseph D.; Stadlober, Hannah (2010-09-01). "Spy vs. Sy". The Vienna Review. Diakses tanggal 21 November 2013. 

Bacaan lanjutan

  • Beller, Steven. Vienna and the Jews 1867-1938: A Cultural History (Cambridge, 1989).
  • Beller, Steven. Rethinking Wina 1900 (2001)
  • Bowman, William D. Priest and Parish in Vienna, tahun 1780 untuk tahun 1880 (2000)
  • Hanák, Péter. The garden and the workshop: essays on the cultural history of Vienna and Budapest (Princeton University Press, 2014)
  • Healy, Maureen. Vienna and the Fall of the Habsburg Empire: Total War and Everyday Life in World War I; (2004)
  • Parsons, Nicholas. Vienna: A Cultural History (2008)
  • Schorske, Carl E. Fin-de-siècle Vienna: politics and culture (1979)

Pranala luar