Johanna Masdani
Johanna Tumbuan Masdani (29 November 1910 – 13 Mei 2006), atau juga dikenal dengan panggilan Jo Masdani adalah seorang tokoh perintis kemerdekaan Indonesia. Ia dilahirkan dengan nama Johanna Tumbuan. Ia turut hadir dalam peristiwa-peristiwa penting sejarah Indonesia yaitu Kongres Pemuda Kedua pada tahun 1928 dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.
Johanna Masdani | |
---|---|
Lahir | Amurang, Minahasa, Sulawesi Utara, Hindia Belanda | 29 November 1910
Meninggal | 13 Mei 2006 Jakarta, Indonesia | (umur 95)
Almamater | Universitas Indonesia |
Saksi sejarah
Johanna termasuk di antara 71 pemuda yang hadir dalam Kongres Pemuda Kedua pada bulan Oktober 1928 dan turut serta mengikrarkan Sumpah Pemuda.[1] Sebagai aktivis pemuda-pemudi menjelang kemerdekaan, Johanna banyak berjumpa dengan tokoh-tokoh lain seperti Mohammad Yamin, Rusmali, dan Assaat. Ia pun bertemu dengan suaminya yang juga seorang tokoh pergerakan kemerekaan bernama Masdani.[2]
Selain itu, Johanna juga menjadi seorang saksi sejarah detik-detik Proklamasi Indonesia yang dilakukan oleh Bung Karno dan Bung Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945.[2] Dalam catatannya ia pernah menulis, "Roda revolusi Indonesia tidak dapat berjalan tanpa wanita. Demi kemerdekaan sampai titik darah penghabisan Merdeka atau Mati, tanpa pamrih membela bangsa dan negara tanah air Indonesia tercinta."[2] Ia juga ikut serta menyusun konsep pembangunan Tugu Proklamasi yang sederhana di depan rumah Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 (kini Jalan Proklamasi) di Jakarta.[3] Tugu ini kemudian dibongkar oleh Bung Karno, namun dibangun kembali pada tahun 1980-an.
Perjuangan
Johanna juga pernah menjadi guru di Perguruan Rakyat di Gang Kenari, Jakarta, saat bantuan dari orangtuanya di kampung halaman terhenti. Ia juga aktif dalam Palang Merah Indonesia, menjadi pembimbing Pandu Rakyat Indonesia, serta menjadi aktivis sosial Pemuda Puteri Indonesia.[2]
Di alam kemerdekaan, Johanna menjadi mahasiswa psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Setelah lulus ia mengabdikan diri sebagai dosen psikiatri di almamaternya sejak 1961.[2] Pada tahun 1970-an, ia sempat pula mengambil pendidikan lanjutan di Amerika Serikat dan Inggris setelah suaminya meninggal pada bulan Oktober 1967.[1]
Penghargaan
Hampir sama seperti suaminya, Johanna banyak mendapat penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia. Pada tahun 1953, ia memperoleh medali Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia dari Menteri Pertahanan Keamanan Ali Sastroamidjojo. Pada tahun 1958, ia mendapat Bintang Satya Gerilya dari Presiden Soekarno. Pada tahun 1967 semasa Soeharto, ia mendapat Bintang Satya Lencana Penegak. Ia dianugerahi Bintang Mahaputera Utama pada tahun 1998 oleh Presiden B. J. Habibie. Secara keseluruhan, Johanna mendapat delapan bintang dari Pemerintah RI.[2]
Johanna meinggal pada tanggal 13 Mei 2006 dan ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata pada tanggal 15 Mei 2006. Menjelang akhir hayatnya, ia adalah saksi hidup terakhir peristiwa Sumpah Pemuda.[1]
Referensi
- ^ a b c "Jo Masdani, Saksi Sumpah Pemuda 1928 Tutup Usia". Media Indonesia. 2006-05-13. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-03-11. Diakses tanggal 2020-06-02.
- ^ a b c d e f "Johana Masdani Dimakamkan Hari Ini". Suara Pembaruan. 2006-05-15. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-10-06. Diakses tanggal 2020-06-02.
- ^ Ardanareswari, Indira (2006-05-15). "Johana Johanna Masdani, Pembaca Sumpah Pemuda & Perancang Tugu Proklamasi". Tirto. Diakses tanggal 2020-06-02.