Amangkurat II

Susuhunan dari Mataram
Revisi sejak 27 September 2021 03.50 oleh Inayubhagya (bicara | kontrib) (pengalihan judul)

Halaman pengalihan

Mengalihkan ke:

Mangkurat II (bahasa Jawa: ꦩꦁ​ꦏꦸꦫꦠ꧀꧇꧓꧇, translit. mangkurat kapindo, har. 'mangkurat dua', dikenal juga sebagai Sunan Amral) adalah raja Mataram kelima yang memerintah dari tahun 1677-1703 dan pendiri Keraton Kartasura.[2] Ia merupakan raja yang suka memakai seragam angkatan laut Belanda sehingga Mangkurat II dijuluki sebagai Sunan Amral. "Amral" merupakan ejaan Jawa untuk admiral (laksamana).[3]

Mangkurat II
ꦩꦁ​ꦏꦸꦫꦠ꧀꧇꧒꧇
Sunan Amral
Mangkurat II menusuk Raden Trunajaya dengan keris setelah berakhirnya Pemberontakan Trunajaya (1680). Lukisan dari akhir abad ke-19.[1]
Susuhunan Mataram
ke-5
Berkuasa1677–1703 (26 tahun berkuasa)
Penobatan1677; 346 tahun lalu (1677)
PendahuluMangkurat I
PenerusMangkurat III
KelahiranRaden Mas Rahmat
Tidak diketahui
Kesultanan Mataram Mataram
Kematian1703
Kesultanan Mataram Mataram
Nama takhta
Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Prabu Mangkurat Senapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping II
Nama anumerta
Sunan Amral
Bahasa Jawaꦩꦁ​ꦏꦸꦫꦠ꧀꧇꧒꧇
WangsaWangsa Mataram
AyahMangkurat I
IbuRatu Kulon
AgamaIslam

Kehidupan awal

Sunan Mangkurat II atau Sunan Amral adalah putra dari Mangkurat I dan Ratu Kulon, dan memiliki nama asli Raden Mas Rahmat.[4] Setelah ibunya meninggal dunia, ia dibesarkan di Surabaya oleh kakeknya dari pihak ibu, Pangeran Pekik.[5] Semasa menjadi putra mahkota, Raden Mas Rahmat berselisih dengan ayahnya sendiri karena ada berita bahwa jabatan Adipati Anom (putra mahkota) akan digantikan dengan putra Mangkurat I yang lain, yaitu Pangeran Singasari.[4] Akhirnya pada tahun 1661, Raden Mas Rahmat melakukan pemberontakan, tetapi Mangkurat I dapat menumpasnya.

Perselisihan ini semakin memburuk di tahun 1668 ketika Raden Mas Rahmat jatuh hati pada Rara Oyi, seorang gadis dari Surabaya yang hendak dijadikan sebagai selir ayahnya. Berkat bantuan kakeknya, ia bisa mengambil Rara Oyi dari ayahnya untuk dinikahkan. Akibatnya, Mangkurat I murka dan membunuh Pangeran Pekik sekeluarga beserta pengikutnya. Raden Mas Rahmat sendiri diampuni setelah dipaksa membunuh Rara Oyi dengan tangannya sendiri.[4][5]

Pindah ke Kartasura

Pada tahun 1680, Mangkurat II memerintahkan pembersihan hutan di daerah Wanakarta (berjarak sekitar 10 kilometer di selatan Surakarta)[6] untuk dibangun sebuah keraton baru. Keraton ini kemudian diberi nama Keraton Kartasura.[7] Pangeran Puger yang semula menetap di Kajenar pindah ke Keraton Plered setelah kota itu ditinggalkan oleh Trunajaya. Ia menolak bergabung dengan Mangkurat II karena mendengar berita bahwa Mangkurat II bukanlah Raden Mas Rahmat (kakaknya), melainkan anak Cornelis Speelman yang menyamar sebagai Raden Mas Rahmat. Berita simpang siur tersebut akhirnya menyebabkan kericuhan.

Perang antara Keraton Plered (Pangeran Puger) dengan Keraton Kartasura (Mangkurat II) meletus pada bulan November 1680. Babad Tanah Jawi menyebutnya sebagai perang antara Mataram melawan Kartasura. Akhirnya setahun kemudian, yaitu 28 November 1681 Pangeran Puger menyerah kalah. Babad Tanah Jawi menyebut istana Plered di Mataram runtuh tahun 1677, sedangkan Kartasura adalah keraton baru sebagai penerus dari keraton Plered, seusai pemberontakan Trunajaya. Kemudian yang memberikan legitimasi pengasahan kekuasaan Mangkurat ke II adalah Panembahan Natapraja dari Adilangu yang dianggap sebagai sesepuh Mataram.

Sikap terhadap VOC

 
Lukisan dari abad ke-18 yang menggambarkan kematian François Tack.

Mangkurat II dikisahkan sebagai raja berhati lemah yang mudah dipengaruhi. Pangeran Puger adiknya, jauh lebih berperan dalam pemerintahan. Mangkurat II naik takhta atas bantuan VOC dengan hutang atas biaya perang sebesar 2,5 juta gulden. Tokoh anti VOC bernama Patih Nerangkusuma berhasil menghasutnya agar lepas dari jeratan hutang tersebut.

Pada tahun 1683 terjadi pemberontakan Wanakusuma, seorang keturunan Kajoran. Pemberontakan yang berpusat di Gunung Kidul ini berhasil dipadamkan.

Pada tahun 1685 Mangkurat II menampung buronan VOC bernama Untung Suropati yang tinggal di rumah Patih Nerangkusuma. Untung Suropati diberinya tempat tinggal di desa Babirong untuk menyusun kekuatan.

Bulan Februari 1686 Kapten François Tack tiba di Kartasura untuk menangkap Untung Suropati. Mangkurat II pura-pura membantu VOC. Pertempuran terjadi. Pasukan Untung Suropati menumpas habis pasukan Kapten Tack. Sang kapten sendiri mati dibunuh oleh pasukan Untung Suropati

Mangkurat II kemudian merestui Untung Suropati dan Nerangkusuma untuk merebut Pasuruan. Anggajaya bupati Pasuruan yang semula diangkat Mangkurat II terpaksa menjadi korban. Ia melarikan diri ke Surabaya bergabung dengan adiknya yang bernama Anggawangsa alias Adipati Jangrana.

Kehidupan pribadi

Mangkurat II dikabarkan memiliki banyak istri, tetapi hanya memiliki satu putra, yaitu Raden Mas Sutikna. Menurut Babad Tanah Jawi, ibunya mengguna-guna semua istrinya yang lain sehingga mandul.[8]

Kehidupan selanjutnya

Sikap Mangkurat II yang mendua akhirnya terbongkar oleh VOC. Pihak VOC menemukan surat-surat Mangkurat II kepada Cirebon, Johor, Palembang, dan Inggris yang isinya ajakan untuk memerangi VOC. Mangkurat II juga mendukung pemberontakan Kapitan Jonker tahun 1689.

Pihak VOC menekan Kartasura untuk segera melunasi biaya perang Trunajaya sebesar 2,5 juta gulden. Mangkurat II sendiri berusaha memperbaiki hubungan dengan pura-pura menyerang Untung Suropati di Pasuruan.

Mangkurat II akhirnya meninggal dunia tahun 1703. Sepeninggalnya, terjadi perebutan takhta Kartasura antara putranya, yaitu Mangkurat III melawan adiknya, yaitu Pangeran Puger.

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ "Vorst Mangkoe Rat II doorsteekt met zijn kris, genaamd "de eerwaarde Blabor", den opstandeling Troenadjaja, dien hij met zijne twee vrouwen Kliting Koening en Kliting Woengoe, zusters van den vorst voor zich had laten komen, niettegenstaande dien opst..." Digital Collections - Leiden University Libraries. Diakses tanggal 2021-05-21. 
  2. ^ Ricklefs 1998, hlm. XXII.
  3. ^ Pemberton 1994, hlm. 58.
  4. ^ a b c BPCB Jateng (2014-06-19). "Komplek Makam Tegal Arum Kabupaten Tegal". Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah. Diakses tanggal 2021-04-11. 
  5. ^ a b Matanasi, Petrik. "Permusuhan Raja Jawa dengan Anaknya Sendiri". Tirto.id. Diakses tanggal 2021-04-11. 
  6. ^ Galbraith, Francis J. (1949). Preliminary Observations for a Study of Javanese Culture. Department of State, Foreign Service Institute. 
  7. ^ Ricklefs 1998, hlm. 79.
  8. ^ "Amangkurat II". Situs Web Kepustakaan Keraton Nusantara. Diakses tanggal 2021-04-11. 

Daftar pustaka


Amangkurat II
Lahir: Tidak diketahui Meninggal: 1703
Gelar
Didahului oleh:
Mangkurat I
Susuhunan Mataram
1677 ‒ 1703
Diteruskan oleh:
Mangkurat III