Kota Waikabubak, Sumba Barat

ibu kota Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur
Revisi sejak 20 Desember 2021 06.20 oleh Putra L (bicara | kontrib)


Kota Waikabubak adalah sebuah kecamatan dan juga merupakan ibukota dari Kabupaten Sumba Barat, provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Kota Waikabubak merupakan kecamatan kota terbesar kedua di Pulau Sumba setelah kota Waingapu, ibukota dari Kabupaten Sumba Timur.[2] Waikabukak memiliki luas wilayah sekitar 63,87 km², dengan jumlah penduduk ditahun 2020 sebanyak 35.604 jiwa.[1]

Kota Waikabubak
Negara Indonesia
ProvinsiNusa Tenggara Timur
KabupatenSumba Barat
Pemerintahan
 • CamatGrace W. Ora S. Si
Populasi
 • Total35,604 jiwa
Kode Kemendagri53.12.15 Edit nilai pada Wikidata
Kode BPS5301060 Edit nilai pada Wikidata
Luas63,87 km²
Kepadatan557,44 jiwa/km²
Desa/kelurahan6 kelurahan
7 desa
Peta
PetaKoordinat: 9°38′35″S 119°26′16″E / 9.64306°S 119.43778°E / -9.64306; 119.43778

Geografi

Batas wilayah

Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut:

Utara Kecamatan Loli
Timur Kecamatan Loli
Selatan Kecamatan Wanokaka
Barat Kecamatan Loli

Pemerintahan

Pembagian Desa/kelurahan

Demografi

Penduduk asli yang mendiami kabupaten Sumba Barat umumnya adalah suku Sumba , demikian juga yang ada di Kota Waikabubak. Masyarakat Sumba memiliki beragam tradisi yang secara turun-temurun telah diwariskan kepada generasi penerusnya. Tradisi-tradisi tersebut menjadi magnet tersendiri bagi Sumba sehingga mampu mengundang banyak turis baik lokal maupun manca negara untuk datang berkunjung ke pulau Sumba dan juga kabupaten Sumba Barat. Salah satu tradisi yang menarik ialah "Belis".[3]

Tradisi Belis merupakan tradisi penyerahan mas kawin oleh pihak pria kepada pihak wanita dalam pernikahan masyarakat Sumba. Penyerahan mas kawin tersebut dapat berupa hewan ternak seperti babi, kuda, dan juga kerbau. Selain itu, penyerahan belis juga dapat berupa Mamuli (sebuah simbol reproduksi wanita dalam identitas kebudayaan lokal), hingga Kain Sumba. Banyaknya belis tergantung pada kesepakatan dan status sosial daripada calon pengantin perempuan. Jika yang akan dinikahi adalah wanita dengan status sosial tinggi, maka hewan yang diberikan mencapai puluhan ekor. Untuk rakyat biasa pada umumnya akan menyerahkan sekitar 5-15 ekor. Dan untuk Ata (golongan atau lapisan terendah dalam stratifikasi masyarakat Sumba), akan dibayar oleh Maramba (tuan atau bangsawan) setempat.[3]

Dalam hal keagaaman, mayoritas penduduk Kota Waikabukak memeluk agama Kekristenan yakni 84,56%, dimana Protestan dan Katolik. Tradisi kepercayaan leluhur yakni Marapu, masih dipraktikkan oleh sebahahagian masyarakat Sumba, yang sudah menjadi bagian dari tradisi atau kepercayaan warga setempat. Kemudian, pemeluk agama Islam sekitar 14,62%, dan selebihnya memeluk agama Hindu 0,77% dan Budha 0,05%.[1]

Pariwisata

Pasar Wai Liang

Pasar Wai Liang merupakan menjual barang untuk oleh-oleh khas Sumba berupa gelang, kalung, bahan tenun, madu lebah putih, madu tawon sumbawa, hingga pakaian daerah Sumba. Kain tenun dijual dengan kisaran harga Rp250 ribu hingga Rp10 juta. Sementara syal tenun dapat diperoleh dengan harga Rp50 ribu. Jika ingin membeli madu, wisatawan harus menyediakan uang senilai Rp60ribu hingga Rp100ribu untuk mendapat minuman tersebut.

Lapangan Waikabubak

Lapangan ini terletak tepat di tengah-tengah kota, dan bentuknya menyerupai alun-alun seperti umum ditemui di kota-kota pada Pulau Jawa. Berbagai macam kuliner dijual di lapangan Waikabubak. Namun, tak ada makanan khas yang dijual, karena mayoritas pedagang di sini berasal dari luar Sumba Barat. Setelah makan, wisatawan juga dapat mengambil foto di sekitar Lapangan Waikabubak dengan latar belakang tulisan 'Waikabubak' dan tugu patung pendekar menaiki kuda di perempatan jalan.

Referensi

  1. ^ a b c "Kecamatan Kota WaikabukaK Dalam Angka 2020" (pdf). www.sumbabaratkab.bps.go.id. Diakses tanggal 14 November 2020. 
  2. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diakses tanggal 3 Oktober 2019. 
  3. ^ a b "Tradisi Kawin Mawin Suku Sumba, Belis atau Beli". www.kompasiana.com. Diakses tanggal 14 November 2020. 

Pranala luar