Parodi
Parodi (sering disebut juga plesetan, lelucon, olokan, imitasi kelucuan, kritik ironi, aktivitas humor, imitasi hiperbolik) merupakan sebuah karya kreatif yang dirancang untuk meniru, mengomentari, dan/atau mengolok-olok subjeknya dengan cara peniruan (imitasi) satire atau ironi. Dalam penggunaan yang umum, suatu hasil karya yang digunakan untuk memelesetkan, memberikan komentar atas karya asli, judulnya ataupun tentang pengarangnya dengan cara yang lucu atau dengan bahasa satire. Seringkali subjeknya adalah karya orisinal atau beberapa aspek darinya — tema/konten, pengarang, gaya, dll. Tetapi parodi juga bisa tentang orang di kehidupan nyata (misalnya politisi), peristiwa, atau gerakan (misalnya Revolusi Prancis atau Kontra-kebudayaan pada 1960-an). Sarjana sastra Profesor Simon Dentith mendefinisikan parodi sebagai "setiap praktik budaya yang memberikan imitasi sindiran yang menimbulkan polemik relatif dari berbagai produksi atau praktik kebudayaan lainnya".[1] Sebagaimana yang dikatakan oleh Linda Hutcheon seorang teoris literatur "parodi... merupakan peniruan (imitasi), tidak selalu dengan mengorbankan teks yang diparodikan". Parodi dapat ditemukan dalam seni atau budaya, termasuk sastra, musik, teater, televisi, film, animasi, dan permainan. Beberapa parodi dipraktikkan di teater.
Penulis dan kritikus John Gross mengobservasi dalam buku Oxford Book of Parodies-nya, bahwa parodi tampaknya menjadi berkembang di suatu wilayah menjadi antara pastiche ("sebuah komposisi penirian perilaku seniman lain, tanpa maksud satir") dan burlesque ("bermain-main dengan materi sastra tinggi dan menyesuaikannya dengan tujuan yang rendah").[2] Sementara itu, Encyclopédie of Denis Diderot membedakan antara parodi dan burlesque, "Parodi yang baik adalah hiburan yang bagus, mampu menghibur dan mendidik pikiran yang paling peka serta halus; burlesque merupakan lelucon menyedihkan yang hanya bisa menyenangkan rakyat."[3] Secara historis, ketika sebuah formula terjadi kejenuhan, seperti dalam kasus melodrama moralistik pada tahun 1910-an, genre formula itu hanya memiliki nilai sebagai parodi, Buster Keaton mengolok-olok genre tersebut seperti yang ditunjukkan oleh film pendeknya.[4]
Asal Muasal
Menurut Aristoteles (Poetics, ii. 5), Hegemon of Thasos merupakan penemu semacam jenis parodi; dengan sedikit mengubah kata-kata dalam puisi-puisi terkenal, dia mengubah yang luhur menjadi konyol. Dalam sastra Yunani kuno, parodia adalah puisi naratif yang bergaya imitatif dan prosodi epos "memperlakukannya sebagai subjek ringan, satir, atau imitasi (peniruan) heroik".[5] Komponen kata Yunaninya adalah παρά "para" yang berarti "selain dari, kontra, melawan" dan ᾠδή "oide" berarti "nyanyian", hal tersebut dapat diartikan sebagai "lagu bertentangan", sebuah imitasi/peniruan yang bertentangan dengan aslinya. The ''Oxford English Dictionary'', misalnya, mendefinisikan parodi sebagai imitasi/peniruan yang "diubah untuk menghasilkan efek konyol".[6] karena par- juga memiliki arti yang non-antogonistik dari kata "selain dari (beside)" yang dapat berarti, "Tidak ada di dalam parodia yang mengharuskan memasukkan konsep ejekan".[7]
Dalam Komedi kuno Yunani bahkan para dewa bisa menjadi bahan olokan. The Frogs menggambarkan Herakles sebagai pahlawan yang berubah menjadi dewa raja makan dan Dewa drama Dionisos sebagai sosok pengecut dan tidak cerdas. Perjalanan kisah tradisional ke Dunia Bawah diparodikan saat Dionisos berpakaian sebagai Herakles untuk pergi ke Dunia Bawah, dalam upaya untuk membawa kembali seorang penyair untuk menyelamatkan Athena. Orang Yunani Kuno menciptakan drama satir yang memparodikan drama tragis, seringkali dengan pemain berpakaian seperti Satyr.
Parodi juga digunakan dalam teks filosofis Yunani awal untuk membuat hal filosofis. Teks-teks tersebut dikenal sebagai spoudaiogeloion, contoh terkenal di antaranya adalah puisi Silloi dari sekolah filsafat Pyrrhonist oleh tokoh Timon dari Phlius yang memparodikan para filsuf yang hidup dan mati. Gaya andalan dari dari sekolah filsafat Sinisme adalah retoris, pola yang paling umum dapat dijumpai dari karya-karya tokoh Menippus dan Meleager dari Gadara.[8]
Pada abad ke-2 M, Lucian dari Samosata membuat parodi teks perjalanan seperti Indica dan The Odyssey. Dia menggambarkan penulis cerita tersebut sebagai pembohong yang tidak pernah bepergian atau pernah berbicara dengan orang yang kredibel dia temui. Dalam bukunya ironisnya bernama A True History, Lucian menyampaikan sebuah cerita yang membesar-besarkan secara hiperbola dan membuat klaim mustahil dari cerita-cerita itu. Kadang-kadang digambarkan pertama sebagai fiksi ilmiah, karakter melakukan perjalanan ke bulan, terlibat dalam perang antarplanet dengan bantuan alien yang mereka temui di sana, dan kemudian kembali ke bumi untuk merasakan peradaban di kedalaman sejauh 200 mil yang umumnya ditafsirkan sebagai peradaban Paus. Berikutnya merupakan parodi dari klaim Ctesias bahwa India memiliki ras manusia berkaki satu dengan satu kaki yang sangat besar sehingga dapat digunakan sebagai payung lalu kisah Homer tentang raksasa bermata satu, dan sebagainya.
Musik
Dalam musik klasik, sebagai istilah teknis, parodi mengacu pada pengerjaan ulang satu jenis komposisi menjadi komposisi lain (misalnya, motet menjadi karya keyboard seperti yang dilakukan oleh Girolamo Cavazzoni, Antonio de Cabezón, dan Alonso Mudarra, semuanya dilakukan untuk motets karya Josquin des Prez).[9] Lebih umum lagi, penggunaan parodi massa (missa parodia) atau oratorio yang menggunakan kutipan ekstensif dari karya vokal lainnya seperti motet atau kantata; seperti yang dilakukan oleh Victoria, Palestrina, Lassus, dan komposer lain dari abad ke-16 menggunakan teknik ini. Istilah ini juga kadang-kadang diaplikasikan pada prosedur umum masa periode Barok, seperti ketika Bach mengerjakan ulang musik kantatanya pada karya Christmas Oratorio-nya.
Definisi musikologis dari istilah parodi untuk masa kini secara umum telah digantikan oleh arti kata yang lebih umum. Dalam penggunaannya yang lebih kontemporer, parodi musik biasanya memiliki maksud humor, bahkan satir, di mana ide atau lirik musik yang sudah dikenal diangkat ke dalam konteks yang berbeda, yang bahkan seringkali tidak sesuai.[10] Parodi musik dapat merupakan peniruan atau merujuk pada gaya khas komposer atau artis, atau bahkan gaya musik umum. Misalnya, lagu dan tarian musik The Ritz Roll and Rock, yang dibawakan oleh Fred Astaire dalam film Silk Stockings, hal tersebut dalam upaya memparodikan genre Rock and Roll. Sementara karya Weird Al Yankovic yang paling dikenal karena didasarkan pada lagu-lagu populer tertentu, karya tersebut juga sering menggunakan unsur-unsur budaya pop yang tidak sesuai konteks untuk menimbulkan efek komedi.
Ucapan dalam bahasa Inggris
Penggunaan pertama kata parodi dalam bahasa Inggris yang dikutip dalam Oxford English Dictionary adalah dalam karya Ben Jonson yang berjudul Every Man in His Humor pada tahun 1598: "A Parodie, a parodie! to make it absurder than it was" (Parodi, parodi! membuat hal lebih absurd dari sebelumnya). Kutipan berikutnya datang dari John Dryden pada tahun 1693, yang juga menambahkan penjelasan untuk menunjukkan bahwa kata itu merupakan hal yang umum digunakan dan memiliki arti olokan atau menjelmakan kembali apa yang Anda lakukan.
Parodi modernis dan postmodernis
Pada abad ke-20, parodi telah mempertinggi posisinya sebagai alat sentral artistik, representatif, serta menjadi agen katalis dari penciptaan artistik dan inovasi.[11][12] Hal ini paling menonjol terjadi pada paruh kedua abad ini dengan postmodernisme, tetapi modernisme dan formalisme Rusia sebelumnya telah menantikan perspektif ini.[11][13] Bagi kaum formalis Rusia, parodi merupakan cara pembebasan dari latar belakang teks sehingga memungkinkan untuk menghasilkan bentuk-bentuk artistik yang baru dan otonom.[14][15]
Sejarawan Christopher Rea menulis bahwa "Pada tahun 1910-an dan 1920-an, para penulis di pasar hiburan China memparodikan apa saja dan segalanya.... Mereka memparodikan pidato, iklan, pengakuan, petisi, perintah, selebaran, pemberitahuan, kebijakan, peraturan, resolusi, wacana, penjelasan , sutra, peringatan takhta, dan notulen konferensi. Kami memiliki berkas mengenai pertukaran surat antara Queue dan Beard dan Eyebrows. Kami memiliki berkas pidato untuk pispot. Kami memiliki berkas 'Penelitian tentang Mengapa Pria Memiliki Jenggot dan Wanita Tidak,' 'Telegram dari Dewa Petir kepada Ibunya untuk Mengundurkan diri dari Jabatannya,' dan 'Pemberitahuan Publik dari Raja Pelacur yang Melarang Playboy Melewatkan Utang'".[16][17]
Referensi
- ^ Dentith (2000) p.9
- ^ J.M.W. Thompson (May 2010). "Close to the Bone". Standpoint magazine.
- ^ "Parody". Encyclopedia of Diderot & d'Alembert - Collaborative Translation Project. June 2007. hdl:2027/spo.did2222.0000.811. Diakses tanggal 3 October 2018.
- ^ Balducci, Anthony (28 November 2011). The Funny Parts: A History of Film Comedy Routines and Gags. McFarland. ISBN 9780786488933. Diakses tanggal 3 October 2018 – via Google Books.
- ^ (Denith, 10)
- ^ Quoted in Hutcheon, 32.
- ^ (Hutcheon, 32)
- ^ Fain 2010, hlm. 201.
- ^ Tilmouth, Michael and Richard Sherr. "Parody (i)"' Grove Music Online, Oxford Music Online, accessed 19 February 2012 (perlu berlangganan)
- ^ Burkholder, J. Peter. "Borrowing", Grove Music Online, Oxford Music Online, accessed 19 February. 2012 (perlu berlangganan)
- ^ a b Sheinberg (2000) pp.141, 150
- ^ Stavans (1997) p.37
- ^ Bradbury, Malcolm No, not Bloomsbury p.53, mengutip Boris Eikhenbaum:
Hampir semua periode inovasi artistik memiliki dorongan parodik yang kuat, mendorong perubahan terhadap hal yang umum. Seperti yang pernah dikatakan oleh formalis Rusia Boris Eichenbaum: "Dalam evolusi setiap genre, ada kalanya penggunaannya untuk tujuan yang sepenuhnya serius atau menukik dan menghasilkan komik atau bentuk parodik.... Dan dengan demikian dihasilkan regenerasi genre: menemukan kemungkinan baru dan bentuk barunya..."
- ^ Hutcheon (1985) pp.28, 35
- ^ Boris Eikhenbaum Theory of the "Formal Method" (1925) and O. Henry and the Theory of the Short Story (1925)
- ^ "Archived copy". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-04-11. Diakses tanggal 2019-02-17.
- ^ Christopher Rea, The Age of Irreverence: A New History of Laughter in China (Oakland, CA: University of California Press, 2015), pp. 52, 53.