Terbit Rencana Perangin Angin

Revisi sejak 26 Januari 2022 02.40 oleh Urang Kamang (bicara | kontrib) (Cukup satu paragraf saja. Guru Bahasa Indonesia saya bilang satu paragraf minimal punya 1 kalimat utama dan 2 kalimat penjelas.)

Terbit Rencana Perangin Angin, S.E. (lahir 24 Juni 1972) adalah politikus Partai Golongan Karya yang menjabat sebagai Bupati Langkat sejak 20 Februari 2019 hingga terjerat kasus Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK) pada 19 Januari 2022.[1] Ia pernah menjabat sebagai KetuaDewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Langkat periode 2014–2018.[2][3] Ia termasuk 10 calon kepala daerah 2018 terkaya menurut KPK.[4]

Terbit Rencana Perangin Angin
Bupati Langkat ke-10
Masa jabatan
20 Februari 2019 – 19 Januari 2022
PresidenJoko Widodo
GubernurEdy Rahmayadi
WakilSyah Afandin
Sebelum
Pengganti
Syah Afandin (PLT.)
Sebelum
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Langkat
Masa jabatan
2014 – 2018
PresidenJoko Widodo
GubernurGatot Pujo Nugroho
Tengku Erry Nuradi
BupatiNgogesa Sitepu
Informasi pribadi
Lahir24 Juni 1972 (umur 52)
Indonesia Raja Tengah, Kuala, Langkat, Sumatra Utara
Kebangsaan Indonesia
Partai politikGolkar
Suami/istriTiorita br Surbakti, S.H., M.K.N., M.M.
AnakDewa Perangin-Angin
Ayu Jelita br Perangin-Angin
PekerjaanPolitikus
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Profil

Terbit Rencana Perangin Angin lahir di Raja Tengah pada 24 Juni 1972. Ia mengenyam pendidikan di SD Inpres No. 053963 Raja Tengah (1981–1987), SMP Negeri 2 Kuala (1987–1990), dan Sekolah Pertanian Pembangunan (SPP) Medan (1990–1993). Pada 2005, ia mengambil kuliah jurusan manajemen di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pelita Bangsa Binjai dan lulus meraih gelar sarjana ekonomi pada 2009.[5] Ia menjabat Ketua Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila Medan sejak 1997.[6]

Riwayat pekerjaan

Kasus

Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (Sumut) Terbit Rencana Perangin Angin (TRP) sebagai tersangka penerima suap pengadaan barang dan jasa. Dia ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan empat orang lainnya setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa (18/1/2022) lalu. Adapun, tersangka penerima suap selain dalam Terbit Rencana yakni Kepala Desa Balai Kasih sekaligus saudara kandung bupati, Iskandar PA (ISK), serta tiga orang kontraktor yaitu Marcos Surya Abdi (MSA) Shuhanda Citra (SC) dan Isfi Syahfitra (IS). Sedangkan sebagai tersangka pemberi suap adalah satu orang kontraktor, Muara Perangin-angin (MR). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan Bupati Langkat, Sumatera Utara, Terbit Rencana Perangin Angin, sempat kabur ketika hendak ditangkap. "Diduga sengaja menghindar dari kejaran tim KPK," ujar Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, dalam jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Kamis (20/1) dini hari. Ia mengatakan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kabupaten Langkat dilakukan pada Selasa (18/1) sekitar pukul 19.00 WIB setelah mendapat informasi dari masyarakat terkait adanya dugaan penerimaan uang oleh penyelenggara negara.[7][8]

Perbudakan pekerja kelapa sawit

Terbit Rencana Perangin Angin terungkap memiliki 2 sel penjara di belakang rumahnya yang digunakan untuk mengurung setidaknya 40 pekerja sawit. Para pekerja tersebut diperlakukan layaknya budak; dipekerjakan minimal 10 jam sehari lalu digembok dalam kerangkeng. Hanya diberi dua kali makan sehari secara tidak layak, tidak digaji, tidak punya akses keluar & komunikasi, serta mengalami kekerasan fisik yang menyisakan luka-luka, lebam, & bonyok di tubuh mereka.[9] Hal ini diungkapkan pada tanggal 24 Januari 2022 oleh Migrant Care setelah menerima laporan masyarakat terkait keberadaan kerangkeng yang disebut telah ada sejak 10 tahun lalu (tahun 2012), jauh sebelum dia dilantik menjadi bupati (2018). Situasi ini jelas menunjukkan ciri perbudakan modern yang jelas bertentangan dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip pekerjaan layak yang berbasis HAM, dan prinsip anti penyiksaan. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998.

Referensi