Marbun
Marbun adalah salah satu marga (nama keluarga) dalam suku bangsa Batak dan masuk dalam rumpun marga-marga keturunan Naipospos.
Rumpun Keturunan Naipospos
Dalam silsilah Batak, marga Marbun masuk dalam rumpun keturunan Raja Naipospos. Marbun masuk dalam rumpun marga-marga keturunan Raja Naipospos bersama dengan marga Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, dan Situmeang.
Kisah Marbun dan Keturunannya
Sejarah Marbun
Marbun merupakan nenek moyang pertama pewaris marga Marbun. Marbun sendiri adalah putera sulung dari dua bersaudara keturunan si Raja Naipospos dan satu-satunya putera yang dilahirkan oleh istri kedua boru Pasaribu. Apabila diurutkan dari segi urutan waktu kelahiran para putera si Raja Naipospos, yang pertama lahir adalah Marbun lahir dari istri kedua, selanjutnya disusul oleh Martuasame / Toga Sipoholon dari Istri Pertama.
Toga Sipoholon memiliki 4 Putra yakni:
- Donda Hopol (Sibagariang)
- Donda Ujung (Hutauruk)
- Ujung Tinumpak (Simanungkalit)
- Jamita Mangaraja (Situmeang).
Secara historis yang diakui secara umum oleh keturunan Naipospos bahwa Dolok Imun - Huta Raja merupakan perkampungan pertama yang dibuka oleh si Raja Naipospos. Putera-puteri Raja Naipospos termasuk Marbun diyakini lahir dan dibesarkan di Dolok Imun. Saat ini, secara administrasi Dolok Imun masuk dalam wilayah Kecamatan Sipoholon dan sebagian lagi wilayah Kecamatan Siborongborong di Kabupaten Tapanuli Utara.
Setelah Marbun dewasa, beliau menikah dengan Boru ni Rajai Pasaribu. Setelah menikah, Marbun pun meninggalkan Kampung Halamannya. Pertama Beliau sempat Bermukim di Silaban Kecamatan Lintong Nihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan
Karena tidak Betah di Silaban, Selanjutnya Marbun dan isterimya melanjutkan perjalanannya dan memutuskan untuk bermukim di Sipagabu Kecamatan Pakkat, Kabupaten Humbang Hasundutan
Di Sipagabu, Marbun dan isterinya dikaruniai seorang anak Perempuan yang diberi nama Tuahma. Tuahma ini kelak menikah dengan Padiri Raja Siallagan, yang menjadikan Tuahma sebagai Ibu bagi seluruh marga Siallagan
Setelah lama bermukim di Sipagabu, Marbun pun meneruskan perjalanannya hingga tibalah beliau dan keluarganya di Bakara. Lalu Marbun membuka perkampungan pertama dan menetap di Parmonangan, Bakara. Saat ini, secara administrasi Parmonangan, Bakara adalah nama desa di Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan. Di Bakara lahirlah 3 Putranya yakni Lumbanbatu, Banjarnahor dan Lumban Gaol [2]
Keturunan Marbun
Marbun memiliki satu istri boru Pasaribu yang melahirkan tiga orang putera, yakni:
Raja Lumban Batu menikah dengan Boru Pasaribu, putri dari Raja Gorat, dan dikarunai Seorang Putra yakni:
- Aji Maga-Maga
Raja Banjarnahor menikah dengan Anting Haomasan Br. Sianturi, Cucu dari Raja Sianturi, dan dikarunai 2 orang Putra, yakni :
- Raja Gunung Malela / Homban Julu
- Raja Atas Barita / Homban Solotan
Raja Lumban Gaol menikah dengan Boru Situmorang, putri dari Ompu Parhujobung, dan dikaruniai 2 Putra yakni :
- Ronggur Barita
- Tuan Jolita
Pada awal perkembangannya, seluruh keturunan Marbun memakai marga Marbun. Kurang dapat diketahui terjadi pada generasi keberapa, namun setelah terjadi perkawinan (tompas bongbong) antar tiga bagian besar keturunan Marbun, maka nama tiga orang putera Marbun dimargakan, yakni menjadi marga Lumbanbatu, Banjarnahor, dan Lumbangaol. Pada praktiknya, seorang yang memakai marga Marbun tentu dapat memastikan posisi keturunan Marbun yang mana pada salah satu dari tiga nama putera Marbun, antara Marbun Lumbanbatu, Marbun Banjarnahor, atau Marbun Lumbangaol.[3]
Kini dalam perkumpulan marga-marga keturunan Marbun, disarankan kembali untuk tidak saling kawin antara marga Lumbanbatu, Banjarnahor, dengan Lumbangaol, agar tetap merasa satu ikatan saudara. Hal yang sama juga disarankan dengan marga-marga keturunan Naipospos lainnya.[4]
Hubungan dengan Marga Lain
Ada kalanya antar marga Batak membentuk sebuah perjanjian ikatan khusus yang wajib diajarkan dan dipegang teguh oleh keturunannya dari generasi ke generasi. Perjanjian ikatan khusus ini disebut padan. Berikut ini hubungan Marbun dengan marga lain dalam sebuah perjanjian ikatan khusus.
Toga Sipoholon
Sebagai sama-sama keturunan Raja Naipospos, pada dasarnya marga Lumbanbatu, Banjarnahor, dan Lumbangaol adalah satu ikatan darah persaudaraan dengan marga-marga Naipospos lainnya. Dalam perjalanan sejarah, antara keturunan Naipospos dari istri pertama dan kedua membentuk sebuah ikatan perjanjian khusus untuk mengatasi berbagai persoalan pada masa itu, termasuk persoalan posisi urutan yang sulung hingga bungsu. Beberapa kalangan kurang terima Marbun menjadi yang bungsu meskipun dilahirkan oleh istri kedua karena berdasarkan urutan kelahiran yang paling akhir lahir adalah Martuasame / Toga Sipohopon dari istri pertama
Mengatasi persoalan tersebut, para tetua Naipospos sepakat membentuk sebuah ikatan perjanjian khusus yang dikenal dengan istilah padan. Marga Hutauruk dengan marga Lumbanbatu menjadi sama tingkatannya satu level memiliki satu ikatan perjanjian khusus, marga Banjarnahor dengan marga Simanungkalit, dan marga Lumbangaol dengan marga Situmeang. Dalam perjanjian ini, masing-masing keturunan marga pasangan satu ikatan perjanjian tidak boleh saling kawin, yang bertamu menjadi adik dan tuan rumah menjadi abang.[5]
Maka pada praktiknya, marga Banjarnahor wajib memanggil abang kepada Hutauruk, karena Lumbanbatu menjadi selevel dengan Hutauruk. Contoh lain, apabila marga Lumbangaol bertamu ke rumah marga Situmeang, maka marga Lumbangaol wajib memanggil marga Situmeang sebagai abang, demikian pula sebaliknya. Dengan perjanjian ini pula, marga Lumbangaol dan Situmeang otomatis sama-sama menjadi adik bungsu dalam tingkat sapaan antar marga-marga keturunan Naipospos.
Dari padan ini lahir istilah dua toga dalam keturunan Naipospos yakni Toga Sipoholon dan Toga Marbun. Dalam bahasa Batak, toga dapat diartikan sebagai kumpulan marga-marga. Lumbanbatu, Banjarnahor, dan Lumbangaol sebagai keturunan Marbun disebut Toga Marbun, sedangkan Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, dan Situmeang disebut Toga Sipoholon
Sihotang
Sihotang adalah putera kedua si Raja Oloan. Berdasarkan penuturan para tetua marga Marbun maupun Sihotang, disebutkan bahwa marga Marbun dan Sihotang memiliki sebuah ikatan perjanjian khusus (padan) tidak boleh saling kawin. Perlu penelusuran lebih lanjut, pada generasi keberapa terjadi ikatan perjanjian ini. Namun, hingga kini, perjanjian ini tetap dipegang teguh bahwa keturunan Marbun dan Sihotang menjadi saudara (dongan padan) yang antar keturunannya tidak boleh saling kawin. Bahkan pada perkembangannya kini, marga-marga Naipospos lainnya juga menganggap Sihotang menjadi saudara.[6]
Referensi
- ^ "Tarombo dohot Turiturian ni si Raja Naipospos". Scribd, buku tulisan Haran Sibagariang pada tahun 1953, mantan Kepala Negeri Hutaraja (dalam bahasa Batak).
- ^ "Sejarah Marbun". Toga Marbun Kota Batam.
- ^ "Marsumbang, Bongbong dan Tompas Bongbong, Perkawinan Melanggar Hukum Marga Batak". Team Tobatabo.
- ^ "Parsadaan Toga Marbun Indonesia".
- ^ "Mampukah Keturunan Naipospos Bertutursapa?". HUTAURUK BONA, tulisan Maridup Hutauruk.
- ^ "Awal Mula Marga Sihotang "Marpadan" Dengan Marga Marbun". oleh Duta Medan.