Atmosfer Bumi

lapisan gas yang menyelimuti Planet Bumi

ATMOSFER bumi adalah lapisan gas yang menyelimuti suatu planet, termasuk bumi. Dan memiliki 5 bagian

Lapisan

Berdasarkan suhu

Troposfer

Lapisan troposfer terbentang mulai dari permukaan bumi sampai ketinggian sekitar 0–12 km. Kandungan troposfer mencakup lebih dari 75 % massa gas, air dan debu dari keseluruhan lapisan atmosfer. Troposfer merupakan tempat terjadinya perubahan cuaca. Peningkatan suhu troposfer

Komposisi

 
Gas-gas penyusun atmosfer

Atmosfer mengandung campuran gas-gas yang lebih dikenal dengan nama udara dan menutupi seluruh permukaan bumi. Campuran gas-gas ini menyatakan komposisi dari atmosfer bumi.[1] Atmosfer tersusun dari komposisi nitrogen, oksigen, argon, dan karbon dioksida serta gas-gas lainnya. Komposisi nitrogen di dalam atmosfer adalah 78 % dari keseluruhan gas penyusun atmosfer. Komposisi oksigen sebesar 21 %, argon 0,9 %, dan karbon dioksida 0,03 %. Selebihnya merupakan gas-gas lain seperti helium, hidrogen, xenon, ozon, uap air, dan partikel debu atau aerosol. Massa atmosfer sekitar 5 x 1018 kg dengan 75 % dari total massa berada di lapisan troposfer. Semakin tinggi lapisan atmosfer maka massanya semakin kecil dan tekanan atmosfer juga semakin kecil.[2]

Unsur-unsur udara yang menyusun atmosfer memiliki tingkat ketahanan yang berbeda untuk tetap berada di atmosfer. Berdasarkan lamanya suatu gas dapat bertahan di udara, gas atmosfer dapat dibedakan menjadi gas permanen, gas semi permanen dan gas variabel. Gas permanen dapay bertahan dalam waktu tinggal sangat lama, misalnya waktu tinggal Helium yang mencapai 2 juta tahun. Gas semi permanen memiliki waktu tinggal berkisar antara beberapa bulan sampai beberapa tahun. Contoh gas semi permanen ialah Karbon monoksida selama 0,35 tahun, dan hidrokarbon selama 3 tahun. Gas variabel hanya memiliki kemampuan waktu tinggal dari beberapa hari sampai beberapa minggu. Unsur-unsur yang termasuk dalam gas variabel adalah gas yang aktif secara kimia dengan siklus yang dipengaruhi oleh siklus air dan cuaca. Contoh gas variabel adalah uap air (10 hari), sulfur monoksida (5 hari) dan Nitrogen monoksida (1–4 hari).[3]

Bagian bawah dari atmosfer bumi dibatasi oleh daratan, samudera, sungai, danau, es, dan permukaan salju. Gas pembentuk atmosfer disebut udara. Udara adalah campuran berbagai unsur dan senyawa kimia sehingga udara menjadi beragam. Keberagaman terjadi biasanya karena kandungan uap air dan susunan masing-masing bagian dari sisa udara (disebut udara kering).

Nitrogen bereaksi lambat, tetapi merupakan bagian penting dari kehidupan sehingga keseimbangan nitrogen di udara, di laut dan di dalam bumi sangat dipengaruhi oleh makhluk hidup. Karbondioksida yang berlimpah dari sinar matahari membuat karbohidrat dengan hasil sampingan oksigen (fotosintesis). Oksigen terakumulasi di udara kemudian berkembang makhluk yang membutuhkan oksigen. Gas nitrogen merupakan gas yang paling banyak terdapat dalam lapisan udara atau atmosfer bumi. Salah satu sumbernya yaitu berasal dari pembakaran sisa-sisa pertanian dan akibat letusan gunung api. Gas lain yang cukup banyak dalam lapisan udara atau atmosfer adalah oksigen. Oksigen antara lain berasal dari hasil proses fotosintesis pada tumbuhan yang berdaun hijau. Dalam proses fotosintesis, tumbuhan menyerap gas karbondioksida dari udara dan mengeluarkan oksigen. Gas karbondioksida secara alami besaral dari pernapasan mahkluk hidup, yaitu hewan dan manusia. Serta secara buatan gas karbondioksida berasal dari asap pembakaran industri, asap kendaraan bermotor, kebakaran hutan, dan lain-lain.

Selain keempat gas tersebut di atas ada beberapa gas lain yang terdapat di dalam atmosfer, yaitu di antaranya ozon. Walaupun ozon ini jumlahnya sangat sedikit namun sangat berguna bagi kehidupan di bumi, karena ozon yang dapat menyerap sinar ultra violet yang dipancarkan sinar matahari sehingga jumlahnya sudah sangat berkurang ketika sampai di permukaan bumi. Apabila radiasi ultra violet ini tidak terserap oleh ozon, maka akan menimbulkan malapetaka bagi kehidupan mahkluk hidup yang ada di bumi. Radiasi ini di antaranya dapat membakar kulit mahkluk hidup, memecahkan kulit pembuluh darah, dan menimbulkan penyakit kanker kulit.

Selain unsur pembentuk yang berupa gas, udara juga mengandung partikel padat dan cair, yang begitu kecilnya sehingga gerakan udara dapat mengimbangi kecenderungan partikel tersebut jatuh ke tanah. Partikel itu dapat berasal dari debu yang terangkat oleh angin, partikel garam laut, ataupun hasil pembakaran dan pengolahan dalam industri. Berdasarkan pengalaman sehari-hari kita mengetahui bahwa suhu udara berubah-ubah dari waktu ke waktu; pagi yang sejuk diikuti oleh sore hari yang panas, dan musim dingin yang dingin diikuti musim panas yang panas dalam suatu daur yang tetap. Suhu menjadi beragam dari tempat ke tempat pada waktu yang sama. Pada wilayah yang lintang rendah lebih panas daripada wilayah pada lintang yang lebih tinggi dan daerah yang rendah lebih panas daripada pegunungan tinggi.

Bumi secara keseluruhan selama setahun penuh, suhu rata-rata di dekat tanah pada muka laut (suhu permukaan) adalah 15 °C (288°K, 59 °F). Rata-rata keseluruhan sepanjang tahun turun menurut ketinggian. Namun, kira-kira di atas 17 km (40.000 kaki) penurunan suhu berhenti. Lapisan atmosfer dengan suhu yang rata-rata berkurang menurut ketinggian, disebut troposfer, lapisan diatasnya denagn suhu tetap atau meningkat disebut stratosfer. Pada permukaan di antara troposfer dan stratosfer (kadang-kadang berupa lapisan peralihan) disebut tropopause. Daerah di mana cuaca terjadi adalah bagian terbawah atmosfer, yang disebut troposfer (daerah inilah yang menjadi perhatian bagi para ahli meteorologi).

Troposfer memiliki sifat penting, yaitu bahwa secara umum temperatur berkurang terhadap ketinggian. Di atas troposfer adalah stratosfer yang dicirikan oleh bertambahnya temperatur terhadap ketinggian. Diskontinuitas yang membedakan troposfer dengan stratosfer adalah lapisan tropopause. Pada troposfer campuran gas-gas terdiri dari 78% nitrogen dan 21% oksigen (persen dalam volume). Sisanya sebesar 1% adalah campuran gas yang terdiri dari gas argon, karbondioksida, dan gas-gas lainnya. Campuran gas-gas tanpa uap-air disebut sebagai udara kering, dan campuran gas-gas tanpa terkecuali disebut sebagai udara lembap.

Pesawat ruang angkasa, atmosfer dan orbit

Proses masuk-kembali dari orbit dimulai pada 122 km (400.000 ft).[a]

Ketinggian minimal untuk orbit stabil dimulai sekitar 350 km (220 mil) di atas permukaan laut rata-rata, jadi untuk melakukan penerbangan angkasa orbital nyata, sebuah pesawat harus terbang lebih tinggi dan (yang lebih penting) lebih cepat dari yang dibutuhkan untuk penerbangan angkasa sub-orbital.

Mencapai orbit membutuhkan kecepatan tinggi. Sebuah pesawat belum mencapai orbit sampai ia memutari Bumi begitu cepat sehingga gaya sentifugal ke atas membatalkan gaya grafitasi ke bawah pesawat. Setelah mencapai di luar atmosfer, sebuah pesawat memasuki orbit harus berputar ke samping dan melanjutkan pendorongan roketnya untuk mencapai kecepatan yang dibutuhkan; untuk orbit Bumi rendah, kecepatannya sekitar 7,9 km/s (28.400 km/jam — 18.000 mill/jam). Oleh karena itu, mencapai ketinggian yang dibutuhkan merupakan langkah pertama untuk mencapai orbit.

Energi yang dibutuhkan untuk mencapai kecepatan untuk orbit bumi rendah 32MJ/kg sekitar dua puluh kali energi yang dibutuhkan untuk mencapai ketinggian dasar 10 kJ/km/kg.

Fenomena

Penguapan air

Gejala cuaca dan pemanasan lingkungan terjadi karena adanya pengaruh penguapan air di atmosfer. Air merupakan salah satu unsur penyusun atmosfer. Air dapat berbentuk uap air, air cair, dan es. Di atmosfer, air berbentuk uap air dengan ukuran partikel.[4] Penguapan air di atmosfer dipengaruhi oleh temperatur, derajat kejenuhan udara, kecepatan angin, komposisi air, dan luas permukaan penguapan. Peningkatan temperatur berbanding lurus dengan peningkatan penguapan air. Pada udara kering, penguapan air di atmosfer lebih cepat dibandingkan pada udara basah. Penguapan juga menjadi cepat jika kecepataan angin meningkat. Selain itu, penguapan juga lebih cepat jika air yang diuapkan merupakan air tawar dan bukan air asin. Penguapan air juga lebih mudah terjadi pada permukaan yang lebih luas dan terbuka.[5]

Jumlah uap air di atmosfer sangat sedikit. Di wilayah tropika, komposisi uap air di atmosfer hanya 4%, sedangkan di wilayah subtropika berkisar antara 0–3%. Kandungan 3% pada wilayah subtropika terjadi pada musim panas saat angin laut bertiup. Kandungan uap air di atmosfer dapat mengubah komposisi dari gas-gas utama yang menjadi penyusun atmosfer. Komposisi dari gas-gas penyusun atmosfer sangat dipengaruhi oleh tingkat kelembapan udara yang nilainya berbanding lurus dengan jumlah kandungan uap air.[6]

Peran

Atmosfer bumi berperan dalam menjaga keberlangsungan kehidupan makhluk hidup di bumi. Peran utama dari atmosfer bumi ialah membentuk siklus air dan suhu udara yang sesuai sebagai tempat tinggal makhluk hidup. Air dan udara merupakan sumber kehidupan baik bagi manusia, hewan, maupun tumbuhan. Keberadaan atmosfer membedakan bumi dengan planet lain yang kering, tandus, dan sangat panas atau sangat dingin serta tidak ada kehidupan di dalamnya.[7]

Lihat pula

Catatan

  1. ^ Angkasa tidak sama dengan orbit. Kesalahan pengertian umum tentang batasan ke angkasa adalah orbit terjadi dengan mencapai ketinggian ini. Orbit membutuhkan kecepatan orbit dan secara teoretis dapat terjadi pada ketinggian berapa saja. Gesekan atmosfer mencegah sebuah orbit yang terlalu rendah.

Referensi

  1. ^ Wallace, John M. and Peter V. Hobbs. Atmospheric Science: An Introductory Survey Diarsipkan 2018-07-28 di Wayback Machine.. Elsevier. Second Edition, 2006. ISBN 978-0-12-732951-2. Chapter 1
  2. ^ Aldrian, dkk. 2011, hlm. 4.
  3. ^ Tjasyono HK. 2012, hlm. 21.
  4. ^ Tjasyono HK., dan Harijono 2012, hlm. 6-7.
  5. ^ Tjasyono HK., dan Harijono 2012, hlm. 7.
  6. ^ Sucahyono S., dan Ribudiyanto 2013, hlm. 13.
  7. ^ Aldrian, dkk. 2011, hlm. 1.

Daftar pustaka

  1. Aldrian, dkk. (2011). Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia (PDF). Jakarta: Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara, Kedeputian Bidang Klimatologi, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. 
  2. Sucahyono S., D., dan Ribudiyanto, K. (2013). Cuaca dan Iklim Ekstrim di Indonesia (PDF). Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. ISBN 978-602-1282-00-7. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-05-22. Diakses tanggal 2020-12-27. 
  3. Tjasyono HK. Bayong (2012). Meteorologi Indonesia Volume I: Karakteristik dan Sirkulasi Atmosfer (PDF). Jakarta: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. ISBN 979-99507-5-9. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-06-03. Diakses tanggal 2020-12-27. 
  4. Tjasyono HK. B., dan Harijono, S. W. B. (2012). Meteorologi Indonesia Volume II: Awan dan Hujan Monsun (PDF). Jakarta: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. ISBN 978-979-99507-6-5. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-06-03. Diakses tanggal 2020-12-27. 

Pranala luar