Wajo, Makassar
Wajo (Makassar: ᨓᨍᨚ) adalah sebuah kecamatan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia. Pada awal abad ke-19 Masehi, wilayah Kecamatan Wajo merupakan sebuah perkampungan yang disebut Kampong Wadjo. Di Kecamatan Wajo terdapat bangunan bersejarah seperti Makam Pangeran Diponegoro dan Masjid Arab.
Wajo | |
---|---|
Negara | Indonesia |
Provinsi | Sulawesi Selatan |
Kota | Makassar |
Pemerintahan | |
• Camat | Benyamin Budianto Turupadang, S.STP, M.Si. |
Kode Kemendagri | 73.71.05 |
Kode BPS | 7371060 |
Desa/kelurahan | 8 |
Sejarah
Benteng Ujung Pandang
Ketika berlangsungnya Perang Makassar (1655–1669) antara Kesultanan Gowa dan Belanda, sebagian Benteng Ujung Pandang yang dimiliki oleh Kesultanan Gowa mengalami kehancuran. Kesultanan Gowa akhirnya mengalami kekalahan dan menandatangani Perjanjian Bungaya pada tanggal 18 November 1667.[1]
Perjanjian Bungaya merupakan perjanjian perdamaian antara Kesultanan Gowa dan Belanda. Salah satu isi dari Perjanjian Bungaya adalah penghancuran semua benteng yang dimiliki oleh Kesultanan Gowa kecuali Benteng Somba Opu dan Benteng Ujung Pandang. Benteng Somba Opu tetap dimiliki oleh Kesultanan Gowa, sedangkan Benteng Ujung Pandang diserahkan kepada Belanda.[2]
Pembentukan Kota Makassar dimulai setelah Benteng Ujung Pandang berganti nama menjadi Benteng Rotterdam.[3] Setelah Benteng Rotterdam dikuasai oleh Belanda, permukiman-permukiman orang asing dan perkampungan-perkampungan orang pribumi mulai terbentuk di sekitarnya. Permukiman orang asing terdiri dari bangsa Belanda, bangsa Inggris, bangsa Denmark dan bangsa-bangsa dari wilayah Asia khususnya dari Timur Jauh.[4]
Pada awal abad ke-20 Masehi, Pemerintah Hindia Belanda mengadakan penataan kota dengan memperjelas pengelompokan etnis dan suku bangsa di Kota Makasaar. Pemerintah Hindia Belanda menamai suatu perkampungan berdasarkan kepada kelompok masyarakat dan penempatannya. Salah satunya ialah Kampong Wajo. Perkampungan ini dibedakan dengan perkampungan suku bangsa lain seperti Kampong Balandaia, Kampong Malokoe, Kampong Ende, Kampong Arab, Kampong Cina, Kampong Butung, Kampong Ambon, dan Kampong Melayu.[5]
Wilayah administratif
Kecamatan Wajo merupakan salah satu kecamatan yang masuk dalam wilayah administratif Kota Makassar.[6] Wilayah Kecamatan Wajo berbatasan langsung dengan pantai.[7] Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2020, wilayah Kecamatan Wajo seluas 1,99 km2. Ibu kota kecamatan untuk Kecamatan Wajo terletak di Kelurahan Melayu Baru.[6] Persentase luas Kecamatan Wajo terhadap luas Kota Makassar adalah 1,13%.[8]
Demografi
Penduduk
Pada tahun 2019, persentase penduduk di Kecamatan Wajo atas jumlah seluruh penduduk di Kota Makassar sebesar 2,06%. Kepadatan penduduk di Kecamatan Wajo sebesar 15.806 jiwa/km2 pada tahun 2019.[9]
Bangunan bersejarah
Makam Pangeran Diponegoro
Makam Pangeran Diponegoro merupakan kompleks pemakaman keluarga Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro adalah keturunan anggota keluarga Keraton Yogyakarta yang memulai Perang Diponegoro. Perang ini dilakukan untuk melawan Pemerintah Hindia Belanda dan sekutu-sekutunya dari anggota keluarga Keraton Yogyakarta.[10]
Lokasinya terletak di Jalan Pangeran Diponegoro, Kelurahan Melayu, Kecamatan Wajo. Lokasinya berjarak 4 km dari pusat Kota Makassar. Di dalam kompleks pemakaman ini terdapat makam dari Pangeran Diponegoro yang meninggal pada tanggal 8 Januari 1855. Selain itu terdapat makam putra pertama Pangeran Diponegoro yang meninggal lebih dahulu dibandingkan dirinya, dan makam istri serta keturunannya. Lahan yang ada di pemakaman ini merupakan peninggalan dari ayah Pangeran Diponegoro. Pemerintah Hindia Belanda membangunkan tempat tinggal bagi istri dan anak-anak Pangeran Diponegoro di sekitar makam.[11]
Masjid Arab
Masjid Arab didirikan pada tahun 1907 dengan nama Masjid As-Said. Nama Masjid Arab disematkan karena para pendiri masjid yang merupakan para pendatang di Kota Makassar dari keturunan bangsa Arab. Masjid Arab juga dikenali dengan nama Masjid Jalan Lombok karena lokasinya yang terletak di Jalan Lombok.[12] Kawasan tempat pembangunan Masjid Arab termasuk wilayah Kecamatan Wajo yang sebagian besar dihuni oleh penduduk dari etnis Tionghoa.[13]
Arsitektur Masjid Arab yang asli memiliki konstruksi yang mirip dengan Joglo dalam arsitektur Jawa. Hanya saja, bagian atapnya dibuat berbentuk limas. Namun, atap berbentuk limas ini telah diganti dengan kubah. Bangunan utama pada Masjid Arab berbentuk segi empat yang hampir berbentuk bujur sangkar. Ukuran bangunannya ialah 21 × 23 meter dengan sisi yang paling panjang membujur ke arah kiblat.[14]
Kerawanan bencana
Bagian barat Kecamatan Wajo rawan mengalami bencana tsunami karena merupakan bagian dari pesisir Kota Makassar.[15] Letak Kecamatan Wajo juga membuat wilayahnya rawan terkena abrasi pantai.[16] Sementara itu, di sebagian wilayah Kecamatan Wajo rawan terjadi bencana banjir.[16]
Referensi
Catatan kaki
- ^ Iswadi 2018, Nilai Penting Benteng, hlm. 25.
- ^ Iswadi 2018, Benteng Ujung Pandang, hlm. 72.
- ^ Iswadi 2018, Nilai Penting Benteng, hlm. 23.
- ^ Natsir, Mannan, dan Abubakar 2013, hlm. 9.
- ^ Natsir, Mannan, dan Abubakar 2013, hlm. 10.
- ^ a b Nurjanna dan Sahabuddin 2022, hlm. 75.
- ^ Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Makassar 2019, hlm. 6.
- ^ Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Makassar 2019, hlm. 9.
- ^ Nurjanna dan Sahabuddin 2022, hlm. 77.
- ^ Mardiono 2020, hlm. 145.
- ^ Mardiono 2020, hlm. 271.
- ^ Duli, dkk. 2013, hlm. 49.
- ^ Chaniago, Hasril, ed. (Maret 2022). Memoar Achjar Iljas Dari Tepi Danau Maninjau:. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm. 503. ISBN 978-623-321-150-5.
- ^ Duli, dkk. 2013, hlm. 50.
- ^ Sabara 2020, hlm. 79.
- ^ a b Sabara 2020, hlm. 78.
Daftar pustaka
- Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Makassar (September 2019). Potret Kota Makassar 2019. Makassar: Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Makassar.
- Duli, A., dkk. (November 2013). Effendy, Muslimin A. R., ed. Monumen Islam di Sulawesi Selatan. Makassar: Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar, Penerbit Identitas Universitas Hasanuddin, dan Danarosi Media.
- Iswadi (November 2018). "Nilai Penting Benteng Ujungpandang (Fort Rotterdam) Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan" (PDF). Buletin Somba Opu. Makassar: Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan. 21 (25): 23–34.
- Iswadi (November 2018). "Benteng Ujung Pandang Cikal Bakal Kota Makassar: Sebuah Kajian Lanskap Konflik, Sosial Budaya dan Alam" (PDF). Buletin Somba Opu. Makassar: Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan. 21 (25): 67–81.
- Mardiono, Peri (Februari 2020). Malik, Abdul, ed. Melacak Gerakan Perlawanan dan Laku Spiritualitas Pangeran Diponegoro. Bantul: Araska. ISBN 978-623-7537-48-9.
- Natsir, M., Mannan, S., dan Abubakar, N. (Oktober 2013). Ramli, Muhammad, ed. Bangunan Bersejarah di Kota Makassar. Makassar: Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar.
- Nurjanna dan Sahabuddin, R. (September 2022). Karim, A., dan Rahman, F. A., ed. Keputusan Berwirausaha Kalangan Wanita di Kota Makassar. Makassar: PT. Nas Media Indonesia. ISBN 978-623-351-581-8.
- Sabara H. W., Zakir (2020). Risanto, Erang, ed. Pengelolaan Sumber Daya Air di Tengah Ketidakpastian dengan Metode Robust Desicion Making. Yogyakarta: Penerbit ANDI. ISBN 978-623-01-1052-8.