Mohammad Ichsan
Mohammad Ichsan[a] (25 September 1902 – 16 Juni 1991) adalah seorang tokoh pergerakan revolusi Indonesia yang pada awal kemerdekaan sempat menjabat sebagai Wali Kota Semarang. Sepanjang 1950-an, ia jadi Duta Besar Indonesia untuk Swedia dan Thailand. Di penghujung pemerintahan Sukarno, ia diangkat sebagai Sekretaris Negara.[1][2]
Mohammad Ichsan | |
---|---|
Menteri Sekretaris Negara Indonesia ke-2 | |
Masa jabatan 23 Agustus 1962 – 25 Juli 1966 | |
Presiden | Sukarno |
Duta Besar Indonesia untuk Thailand ke-3 | |
Masa jabatan 1957–1960 | |
Pendahulu Abdullah Sidik | |
Duta Besar Indonesia untuk Swedia ke-2 | |
Masa jabatan 1953–1957 | |
Wali Kota Semarang ke-1 | |
Masa jabatan 8 Januari 1946 – 1947 | |
Presiden | Soekarno |
Pendahulu Iman Sudjahri | |
Informasi pribadi | |
Lahir | Raden Mas Icksan 25 September 1902 Weleri, Kendal, Hindia Belanda |
Meninggal | 16 Juni 1991 Jakarta, Indonesia | (umur 88)
Kebangsaan | Indonesia |
Alma mater | Universiteit Leiden |
Sunting kotak info • L • B |
Riwayat hidup
Masa kecil dan pendidikan
Mohammad Ichsan lahir pada 25 September 1902 di Weleri, Kendal dengan nama Raden Mas Icksan. Ia putra kedua pasangan R.M.A. Notohamidjojo dan R.A. Siti Hadidjah. Ayahnya saat itu merupakan pegawai kolonial yang menjabat asisten wedana di Srondol, Semarang – sebelum kelak diangkat jadi bupati Kendal pada 1914. Ia memilili seorang kakak laki-laki bernama R.M. Djoenaedi. Dari sisi ayahnya, Ichsan adalah cucu bupati Kendal 1891-1911, R.M.A.A. Notonegoro.
Dengan latar belakang keluarganya tersebut, tak heran Ichsan berkesempatan mengenyam pendidikan Belanda di Semarang. Ia berturut-turut merampungkan ELS dan HBS pada 1917 dan 1923.[1] Segera setelahnya ia berlayar ke negeri Belanda untuk kuliah.[3]
Di Belanda, Ichsan menjalani kuliah hukum di Universitas Leiden. Studinya namun sempat tertunda karena aktivitas pergerakannya bersama Perhimpunan Indonesia. Baru pada 1933 ia kembali memfokuskan diri terhadap pelajarannya dan setahun kemudian lulus sebagai Meester in de Rechten.[4]
Birokrat kolonial
Sepulang dari Belanda, Ichsan memilih berkarir dalam birokrasi kolonial. Mula-mula sebagai volontoir di kantor Residen Jepara-Rembang (1935-1936). Ia kemudian jadi commies redacteur di kantor Residen Kedu (1936-1938) hingga menduduki jabatan hoofdcommies (1938-1940). Setelahnya ia dipindah ke kantor sekretaris provinsi di Semarang. Selama setahun bertugas sebagai maandgelder kantor tersebut, lalu jadi redacteur.
Pada zaman Jepang, Icksan tetap bekerja sebagai birokrat dan ditempatkan di kantor pengadilan di Semarang.[1]
Wali kota pertama Semarang
Keluarga
Pada 11 September 1935 Ichsan melangsungkan pernikahannya dengan R.A. Siti Rochaniah Moetmainah atau yang akrab dipanggil Hilda, putri bupati Lamongan R.A.A. Djojoadinegoro.[5] Berbeda usia 16 tahun, keduanya telah diperjodohkan bahkan sejak sebelum Ichsan berangkat kuliah ke Belanda.
Keduanya kelak dikarunia 2 orang anak bernama Muljadi (lahir 1950) dan Firman (lahir 1952).[6]
Catatan
- ^ Ejaan asalnya adalah Icksan, namun lantas lazim ditulis sebagai Ichsan
Referensi
- ^ a b c Orang Indonesia jang terkemoeka di Djawa. Gunseikanbu. 1944.
- ^ Kami perkenalkan.......!. Kementerian Penerangan Indonesia. 1954.
- ^ Motuloh, Oscar (2022). "Dari Geladak Johan de Witt". Kompas.
- ^ Poeze, Harry A. (2008). Di negeri penjajah: orang Indonesia di negeri Belanda, 1600-1950. Kepustakaan Populer Gramedia.
- ^ "Een adellijk huwelijk". De Indische courant (dalam bahasa Belanda). 17-9-1935.
- ^ Ode untuk Ayah, Katalog Pameran [1]