Ziyad bin Abihi

Revisi sejak 25 April 2023 11.08 oleh A154 (bicara | kontrib)

Abu al-Mughirah Ziyad bin Abihi (bahasa Arab: أبو المغيرة زياد بن أبيه, translit. Abū al-Mughīrah Ziyād bin Abīhi; ca 622 – 673), juga dikenal sebagai Ziyad bin Abi Sufyan (bahasa Arab: زياد بن أبي سفيان, translit. Ziyād bin Abī Sufyān), adalah seorang administrator dan negarawan Kekhalifahan Rasyidin dan Kekhalifahan Umayyah pada pertengahan abad ke-7. Ia menjabat sebagai gubernur Basra pada 665–670 dan menjadi gubernur Irak pertama dan wali raja timur Kekhalifahan antara 670 sampai kematiannya. Ia termasuk salah satu dari empat orang yang dijuluki "Dahiyatul 'Arab", yaitu orang-orang yang dianggap memiliki kecerdikan di atas rata-rata orang Arab pada masa tersebut, selain Muawiyah bin Abu Sufyan, Amr bin Ash, dan Al-Mughirah bin Syu'bah.[4]

Ziyad bin Abihi
Dirham perak yang mengikuti motif-motif Sasaniyah, mencantumkan nama "Ziyad bin Abi Sufyan"
Gubernur Umayyah Basra
Masa jabatan
Juni/Juli 665–670
Penguasa monarkiMuawiyah bin Abu Sufyan
Sebelum
Pengganti
Petahana
Sebelum
Gubernur Umayyah Irak
Masa jabatan
670–673
Penguasa monarkiMuawiyah bin Abu Sufyan
Sebelum
Pendahulu
Jabatan dibentuk
Pengganti
Abdullah bin Khalid bin Asid (di Kufah)
Samurah bin Jundab (di Basra)
Informasi pribadi
Lahirca 622
Meninggal673
Suami/istri
  • Mu'adza binti Sakhr al-Uqailiyyah
  • Marjanah (atau Manjanah)
  • Binti Muhajir bin Hakim bin Thaliq
  • Binti al-Qa'qa' bin Ma'bad bin Zurarah ad-Darimiyyah
  • Lubabah binti Auf al-Harasyiyyah
Anak
Orang tuaSumayyah (ibu)
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Biografi

Ia dilahirkan pada tahun pertama hijriyyah di Thaif, nama ayahnya tidak diketahui, namun ada sebuah kisah yang menyatakan bahwa suatu kesempatan, Ziyad bin Abihi bercerita tentang salah satu peristiwa perang yang membuat orang-orang takjub karena kemampuan dialektikanya, kemudian Abu Sufyan yang berada dalam majlis tersebut berkata kepada Ali bin Abi Thalib : Tidakkah engkau takjub atas kefashihan pemuda ini ? Ali menjawab : Ya, benar. Abu Sufyan berkata : Tahukah engkau bahwa Ia adalah keponakanmu ? Ali berkata : bagaimana bisa ? lalu dijawab : Akulah yang menaruhnya di rahim Sumayyah ibunya. Ali berkata : lalu apa yang menghalangimu untuk mengakuinya ? maka Abu Sufyan berkata : Aku takut terhadap orang yang sedang duduk di atas mimbar itu, dan orang yang ia maksud adalah Umar bin Khattab.[5]

Masa Kekhilafahan Ali dan Mu'awiyah

Pada masa pemerintahan Khalifah Rasyid Ali bin Abi Thalib, Ziyad mengemban amanah sebagai Wali (Gubernur) di daerah Persia dan Kerman -wilayah Iran sekarang-. Ketika tahta kekhilafahan Al-Hasan diturunkan kepada Muawiyah, dia menyurati Ziyad untuk mengirimkan sejumlah harta kekayaannya, Ziyad menjawab melalui surat : “Aku sudah mempergunakannya sebagian untuk  kepentingan pribadi, lalu aku simpan sebagian untuk keperluan nanti, sedangkan sisanya baru akan aku berikan kepada Amirul Mukminin”. Maka Muawiyah menyurati dia agar datang kepadanya agar dapat melihat buktinya, maka Ziyad menolak. Ketika Muawiyah mengangkat Busr bin Abi Artha'ah sebagai Gubernur Basrah, dia memerintahkannya untuk menghadirkan Ziyad, maka Busr meringkus beberapa anak Ziyad seperti Ubaidillah, Abdurrahman dan Abbad, sembari mengancamnya : datanglah atau aku akan membunuhi anakmu, Ziyad tetap menolaknya dan diam-diam berniat membunuh mereka. Kemudian datanglah Abu Bakrah meminta agar Muawiyah mencegah hal itu dan berkata : Sesungguhnya orang orang tidak membai’atmu untuk membunuhi anak-anak, sedangkan Busr berniat membunuh anak Ziyad. Maka Mu’awiyah memerintahkan Busr untuk melepaskan mereka.[6] Setelah peristiwa itu, Muawiyah takut jika Ziyad membalas dendam, maka Ia mengingatkannya tentang kejadian “nasab” antara Ziyad dengan ayahnya yaitu Abu Sufyan, dan menjanjikannya untuk diakui sebagai salah satu keturunannya, sehingga namanya akan berubah menjadi Ziyad ibn Abi Sufyan, maka Ziyad kemudian datang ke Syam dan berdamai sepenuhnya, ini terjadi pada tahun 44 Hijriyah. Namun hal ini dianggap sebagai langkah politis dan tidak patut di mata para musuh Muawiyah, sebagian dari mereka bahkan melantunkan syair ejekan atas beliau, diantaranya adalah Yazid bin al-Mafza’ al-Himyari.

Kepemimpinan Atas Kota Bashrah

Pada tahun 45 Hijriyah, ia diangkat oleh Mu'awiyah sebagai wali atau gubernur atas Bashrah, Khurasan, dan Sijistan. Ia tiba di kota Bashrah pada akhir bulan Rabi'ul Awal, dimana saat itu kemungkaran merajalela di sana, ia kemudian berkhutbah di hadapan penduduknya dengan sebuah pidato yang terkenal dengan sebutan "Al-Batrā'", disebut demikian karena dikatakan bahwa ia tidak mengucap hamdalah dalam memulai pidato tersebut. Dalam menjalankan roda kepemerintahan Bashrah, ia meminta bantuan kepada para tokoh kaum muslimin seperti Anas bin Malik, Abdurrahman bin Samurah, dan Samurah bin Jundab, ia juga mengangkat Abdullah bin Al-Hushain sebagai kepala kepolisian dan memerintahkannya untuk melarang siapapun memasuki Bashrah di malam hari. Ia juga memperbanyak anggota kepolisian dan tentara secara signifikan hingga jumlah polisi Bashrah mencapai 4000 orang sedangkan tentara mencapai 80.000 orang. Dengan begitu, Bashrah menjadi lebih aman dan roda kehidupan masyarakatnya semakin berkembang, dan mulai didatangi oleh orang-orang dari berbagai penjuru. Kemudian ia juga mengangkat Imran bin Hushain sebagai Qadhi Bashrah namun kemudian ia mengundurkan diri, lalu digantikan oleh Abdullah bin Fadhalah. Pada tahun 50 Hijriyah, Al-Mughirah bin Syu'bah wafat sebagai Gubernur Kufah, maka jadilah kepemimpinan dua kota besar Irak, yaitu Kufah dan Bashrah di bawah kepemimpinan Ziyad, dimana dalam setahun ia tinggal enam bulan di Kufah dan enam bulan lainnya di Bashrah.[7] Beberapa saat kemudian ia juga membawahi kota Khurasan, Sijistan, Bahrain dan Amman, sehingga ia dianggap sebagai salah satu tulang punggung Bani Umayyah saat itu.

Keluarga

Ziyad memiliki banyak istri dan ummu walad ("ibu dari anak" atau selir, yaitu budak yang dijadikan pasangan dan melahirkan anaknya).[8] Ia memiliki dua puluh putra dan dua puluh tiga putri, yang sebagian besar adalah anak-anak umm walad.[8] Dari istri pertamanya Mu'adza binti Sakhr dari suku Bani Uqail Ziyad memiliki empat putra, termasuk Muhammad dan Abdurrahman, yang kemudian masing-masing menikah dengan putri Khalifah Muawiyah dan saudara lelakinya Utbah.[8] Istri Arabnya yang lain adalah Lubabah binti Auf al-Harasyiyyah, putri seorang bangsawan dari Basra, yang saudaranya Zurarah adalah seorang ahli hukum Muslim terkenal dan pernah menjadi qadi (hakim Islam) dari Basra atas nama Ziyad; seorang putri al-Qa'qa' bin Ma'bad bin Zurarah yang tidak disebutkan namanya, seorang kepala suku dari kabilah Darim dari Bani Tamim yang memimpin delegasi sukunya datang kepada Nabi Muhammad; seorang putri Muhajir bin Hakim bin Thaliq bin Sufyan yang tidak disebutkan namanya dan keturunan generasi kelima dari leluhur Bani Umayyah Umayyah bin Abdu Syams; dan seorang wanita yang tidak disebutkan namanya dari suku Khuza'ah.[8] Ziyad juga pernah menikah dengan seorang putri Persia Sasaniyah, Marjanah (atau Manjanah), yang merawat putranya Ubaidillah; dia kemudian menikah lagi dengan seorang komandan Persia dari Ziyad bernama Shiruyah al-Uswari.[9]

Putri Ziyad Ramlah adalah istri Umayyah, putra Abdullah bin Khalid bin Asid, wakil gubernur provinsi Fars untuk Ziyad atau distrik Ardashir-Khurrah dan kemudian menjabat sebagai wakil gubernur Kufah, yang memimpin sholat jenazah Ziyad dan menjabat sebagai gubernur Kufah sampai 675.[10] Ziyad menunjuk Umayyah sebagai wakil gubernur Khuzestan kemudian sebagai wakil Ubullah.[10] Putri Ziyad, Sakhra, menikah dengan seorang bangsawan dari kabilah Bani Makhzum dari suku Quraisy, Ubaidillah bin Abdurrahman bin al-Harits, cicit dari Hisyam bin al-Mughirah.[10]

Catatan

  1. ^ Al-Harits bin Abdullah al-Azdi menjabat selama empat bulan sebagai gubernur Basra dan telah efektif diangkat sebagai pemegang jabatan antara pelepasan Abdullah bin Amir dan pengangkatan Ziyad.[1]

Referensi

  1. ^ Morony 1987, hlm. 76.
  2. ^ Howard 1990, hlm. 33, note 153.
  3. ^ Morony 1976, hlm. 57.
  4. ^ Abdullah, Riyadh (1994). Duhat al-'Arab al-Arba'ah. 
  5. ^ At-Thanthawiy, Syaikh Ali (2011). Qashash min at-Tarikh. Dar el-Manar. 
  6. ^ Al-A'zhamiy, Ali Zharif. Mukhtashar Tarikh Bashrah. hlm. 42–43. 
  7. ^ Mukhtashar Tarikh Bashrah. hlm. 48. 
  8. ^ a b c d Fariq 1966, hlm. 121.
  9. ^ Zakeri 1995, hlm. 116.
  10. ^ a b c Fariq 1966, hlm. 123.

Daftar pustaka