Mikroalga
Mikroalga merupakan tumbuhan renik yang berukuran mikroskopik (diameter antara 3-30 μm) yang termasuk dalam kelas alga dan hidup sebagai koloni maupun sel tunggal. Di bumi, ada sekitar 200.000 - 800.00 spesies mikroalga, dimana baru sekitar 35.000 spesies yang telah teridentifikasi. Spesies tersebut biasanya masuk dalam kelompok Bacillariophyceae, Chloropyceae, Chrysophyceae, dan Cyanophyceae.[1]
Klasifikasi
Mikroalga diklasifikasikan ke dalam 11 divisi utama yang didasarkan pada pigmen fotosintesis, produk penyimpanan, dan komponen dinding sel yang dimiliki oleh alga.[2]
- Cyanophyta
- Prochlorophyta
- Glaucophyta
- Rhodophyta
- Cryptophyta
- Heterokkontophyta
- Haplophyta
- Dinophyta
- Euglenophyta
- Chlorarachniophyta
- Chlorophyta
Kemudian, klasifikasi ini berkembang dengan menyertakan perbandingan sekuens gen makromolekul dan sekuen dari 5s, 18s, dan 28s RNA ribosom, cara bereproduksi, serta keberadaan alat bantu gerak.
Kemampuan dan pemanfaatan
Kemampuan mikroalga untuk melakukan fotosintesis dan menghasilkan oksigen menjadikannya salah satu penyumbang produksi oksigen di dunia, kurang lebih sebesar 50% dari total produksi oksigen.[3] Mikroalga menggunakan sinar matahari dan karbon dioksida untuk menghasilkan lipid yang akan terakumulasi di dalam sel. Jika lipid ini diekstraksi atau yang dikenal dengan reaksi transesterifikasi, lipid ini akan menghasilkan biodiesel.[1] Hal ini membuat mikroalga sering dijuluki pabrik biologis mini.[4]
Selain digunakan sebagai biodiesel, dapat dimanfaatkan sebagai sumber makanan dan berbagai produk tambahan lainnya seperti kosmetik, pigmen hayati, dan pupuk mikrobiologis. Hal ini dikarenakan beberapa spesies mikroalga mengandung berbagai jenis antioksidan, karotenoid, enzim polimer, lipid, asam lemak tak jenuh ganda, pepsin, toksin, sterol, dan lain-lain.[1]
Sebagai tepung protein sel tunggal (PST)
Mikroalga seperti Chlorella, Spirulina, Haematococcus, dan Dunaliella sering diproduksi dalam bentuk bubuk yang disebut tepung protein sel tunggal. karena memiliki umur simpan yang tinggi, mengingat kadar airnya di bawah 7% dan memiliki kadara asam lemak tidak jenuh yang lebih rendah daripada produk pasta atau kotak kering beku (freeze dried cubes). [1]
Bubuk dari Chlorella dapat digunakan sebagai pengganti urea dalam proses fermentasi nata de coco sebagai sumber nitrogen bagi Acetobacter xylinum. Chlorella yang sudah dipanen dikeringkan dan dihancurkan hingga menjadi bubuk.[1]
Sebagai pakan
Pakan ternak akuatik
Beberapa mikroalga seperti Nannochloropsis, Tetraselmis, Chlorella, Dunaliella, Chaetoceros, Spirulina, dan Scemendeus sering digunakan sebagai pakan zooplankton seperti Brachionus, Artemia, Copepod, dan Cladocera, dimana zooplankton ini merupakan makanan utama bagi ikan-ikan kecil. Mikroalga yang digunakan merupakan mikroalga yang berukuran lebih kecil dari zooplankton (berukuran kurang dari 25 μm), dinding selnya mudah dicerna, nontoksik, bernutrisi tinggi, dan berasal dari kolam budi daya dengan mikroalga sejenis. Misalnya Nannohloropsis dan Pavlova yang memiliki kandungan EPA dan DHA yang tinggi sehingga dapat meningkatkan kadar EPA dan DHA pada ikan. [1]
Selain digunakan sebagai pakan, mikroalga juga dapat digunakan untuk keperluan lain seperti Haematococcus pluvialis yang dapat memberi warna merah muda-oranye cerah pada salmon melalui kandungan pigmen astaxantin yang dimiliki oleh mikroalga tersebut. Pigmen tersebut dapat menandakan kadar nutrsi salmon, sehingga dapat mempengaruhi nilai jual pada ikan salmon.[1]
Tahapan pemanfaatan
Budi daya
Ada dua sistem yang diterapkan dalam kultivasi mikroalga, yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Pada sistem terbuka, mikroalga dibudidayakan di alam terbuka, seperti sungai atau danau. Sistem terbuka juga dapat diterapkan pada kolam terbuka yang diberi aerasi. Pada kolam ini tersedia sumber karbon dioksida yang berasal dari udara bebas. Sedangkan pada sistem tertutup, biasanya mikroalga dibudidayakan di dalam fotobioreaktor dengan kondisi lingkungan yang terkontrol. Fotobioreaktor dibuat dari material yang tipis dan transparan agar cahaya dapat masuk ke dalam bioreaktor yang berisi mikroalga.[1]
Pemanenan
Proses pemanenan mikroalga dilakukan dengan memisahkannya dari media tumbuhnya. Metode pemisahannya tergantung dari jenis mikroalga yang dibudidayakan, media tumbuh, produksi mikroalga, produk akhir, dan biaya produksi. Proses pemanenan dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi konsumsi energi dan penggunaan bahan-bahan kimia. Adapun metode yang biasa digunakan antara lain sentrifugasi, sedimentasi gravitasi, filtrasi, flokulasi, proses eletrolitik, flotasi, dan elektroforesis. Pemanenan yang efisien umumnya diperoleh melalui penggabungan beberapa metode pemanenan.[1]
Referensi
- ^ a b c d e f g h i Budiman, Arief; Suyono, Eko Agus; Dewayanto, Nugroho; Dewati, Putri Restu; Pradana, Yano Surya; Widawati, Teta Fathya (2023). Biorefinery Mikroalga. Sleman, D.I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. ISBN 9786233591201.
- ^ C. Van den Hoek; D. G. Mann; H. M. Jahns (1995), Algae: An Introduction to Phycology, Cambridge: Cambridge University Press, Wikidata Q107741504
- ^ Anang S. Achmadi; Amir Hamidy; Ibnu Maryanto; et al. (6 September 2018). Ekspedisi Sulawesi Barat: Flora, Fauna, dan Mikroorganisme Gandangdewata. LIPI Press. ISBN 978-979-799-957-5. Wikidata Q107641224.
- ^ Wan-Loy Chu. "Biotechnological applications of microalgae". IeJSME (dalam bahasa Inggris). 6 (3): S24–S37. Wikidata Q107741546.