Rumah Cacak Burung

rumah tradisional di Indonesia
Revisi sejak 11 Desember 2023 11.41 oleh Ariandi Lie (bicara | kontrib) (Menambahkan {{pp-move-vandalism}}(Tw))

Templat:Pp-move-vandalism

Maket Rumah Ba'anjung Atap Ambin Sayup-Muka Ba'atap Balai Laki yang biasanya berdenah huruf T atau tanda + (tipe yang konsekuen berdenah + disebut Rumah Cacak Burung.
Rumah Cacak Burung (gambar kiri) dan Rumah Palimbangan (gambar kanan).

Cacak Burung (dalam bahasa Banjar) adalah salah satu jenis balay Baanjung yaitu rumah tradisional suku Banjar (disebut rumah Banjar) di Kalimantan Selatan yang merupakan rumah hunian rakyat biasa yang umumnya para petani dan pekerja.[1]

Rumah induk yang memanjang dari muka ke belakang memakai atap pelana (bahasa Banjar: atap balai laki) kemudian ditambahkan suatu atap limas dalam posisi melintang yang menutupi sekaligus ruang Palidangan beserta kedua buah anjungnya. Posisi nok (pamuung/wuwungan) atap limas yang menghalang/melintang ini biasanya lebih tinggi daripada posisi nok atap pelana pada atap muka yang membujur menutupi ruang Paluaran (ruang tamu).

Hal ini merupakan suatu simbol bentuk Cacak Burung. Simbol Cacak Burung adalah tanda magis penolak bala yang berbentuk tanda + (positif), karena denah bangunan ini berbentuk + (tanda tambah), maka dinamakan pula rumah Cacak Burung.

Ciri-ciri

Ciri-cirinya:

  1. Pada mulanya tubuh bangunan induk rumah adat Rumah Cacak Burung ini memiliki konstruksi berbentuk segi empat yang memanjang ke depan yang ditutupi dengan menggunakan atap pelana, sehingga terlihat tebar layar yang dalam bahasa Banjar disebut Tawing Layar. Atap pelana ini menutupi mulai ruang Surambi Pamedangan hingga ruang-ruang yang ada di belakangnya.
  2. Dalam perkembangannya kemudian bentuk segi empat panjang tersebut mendapat tambahan ruangan pada salah satu sisi bangunan pada samping kiri atau kanan bangunan atau kedua-duanya baik sisi kiri maupun kanan secara simetris dan posisinya agak ke belakang. Kedua ruangan ini berukuran sama panjang. Penambahan ini dalam bahasa Banjar disebut disumbi. Ruang tambahan ini disebut anjung. Kedua anjung ini ditutup dengan atap perisai membentuk atap limas dalam posisi melintang sehingga kedua ruang anjung tersebut menjadi bentuk Ambin Sayup.[2][3]
  3. Bentuk bangunan ukurannya umumnya sama dengan rumah Balai Bini.
  4. Pada Surambi Sambutan (teras) terdapat 4 buah pilar yang menyangga emper depan (bahasa Banjar: karbil) yang memakai atap sengkuap yang disebut atap Sindang Langit.
  5. Pada dinding sisi depan (Tawing Hadapan) terdapat 1 pintu masuk (lawang hadapan), di sebelah pintu masuk tersebut terdapat jendela sebelah kanan dan kiri.
  6. Pada dinding tengah (Tawing Halat) terdapat 2 pintu.
  7. Serambi yang dinamakan pamedangan menggunakan pagar susur yang disebut Kandang Rasi.
  8. Sayap bangunan (anjung) memakai atap perisai (bahasa Banjar: atap gajah).
  9. Pada ambang atas Pamedangan memakai bentuk gerbang melengkung (Kandang Rasi Atas).
  10. Pada dinding sisi depan yang dinamakan Tawing Hadapan kadang-kadang terdapat lebih dari 1 pintu masuk (lawang hadapan) tetapi jendela depan biasanya dihilangkan.
  11. Kadang-kadang 4 (empat) buah tiang penyangga emper depan (bahasa Banjar: karbil) yang terdapat pada Surambi Sambutan diganti model konsol.

Contoh:

  1. Rumah Cacak Burung di Tunggul Irang, Martapura pemilik H. Basum.

Ruang

Ruangan yang berturut-turut dari depan ke belakang

  1. Teras yang dinamakan Surambi Sambutan dengan 4 buah pilar
  2. Ruang setengah terbuka (serambi atas) yang dinamakan Pamedangan
  3. Ruang Tamu disebut Paluaran
  4. Ruang Tengah yang dinamakan Ambin Dalam/Palidangan diapit oleh Anjung Kanan dan Anjung Kiwa
  5. Ruang Pantry yang dinamakan Padapuran/Padu

Rujukan

  1. Tim Depdikbud, Rumah Adat Banjar dan Ragam Hiasnya, Proyek Rehabilitasi dan Perlusan Museum Kalsel, Depdikbud, 1977/1978.
  2. Azan, Seminar Tata Ruang dan Karakteristik Rumah Tradisional Suku Banjar di Kalimantan Selatan, Jurusan Arsitektur Universitas Diponegoro, Juni 1994.

Galeri

Pranala luar