Bob Hasan
Mohammad "Bob" Hasan (24 Februari 1931 – 31 Maret 2020), adalah seorang pengusaha Indonesia, yang pernah menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan Indonesia pada tahun 1998 dan kemudian dipenjara karena korupsi. Dia adalah salah satu kroni dari etnis Tionghoa-Indonesia paling terkemuka dari presiden Indonesia Soeharto yang lama menjabat dan dijuluki "raja hutan" karena bisnis kehutanannya. Hasan menjabat sebagai Ketua Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI) sejak September 1984 sampai kematiannya. Bob Hasan sejak kecil diasuh sebagai anak oleh Jenderal Gatot Subroto.
Bob Hasan | |
---|---|
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Indonesia ke-16 | |
Masa jabatan 16 Maret 1998 – 21 Mei 1998 | |
Presiden | Soeharto |
Informasi pribadi | |
Lahir | The Kian Seng 24 Februari 1931 Semarang, Jawa Tengah, Hindia Belanda |
Meninggal | 31 Maret 2020[1] Jakarta | (umur 89)
Sebab kematian | Kanker paru-paru |
Kebangsaan | Indonesia |
Suami/istri | Pertiwi Hasan |
Anak | 2 |
Sunting kotak info • L • B |
Namanya mencuat karena berbisnis dalam industri kayu. Bob Hasan juga menjabat sebagai Honorary Life Council Member International Associations of Athletic Federation. Ia adalah pendiri media Gatra. Ia pernah diberi penghargaan prestisius Kalpataru pada tahun 1997.
Kehidupan awal
Lahir dengan nama The Kiang Seng di Semarang, Jawa Tengah, pada Februari 1931 dari seorang pedagang tembakau Tionghoa, Hasan menjadi anak angkat Gatot Soebroto, seorang jenderal TNI Angkatan Darat, yang saat itu memimpin Kolonel Soeharto pada tahun 1950-an.[2][3]
Karier bisnis
Setelah Soeharto menggantikan Gatot Subroto sebagai Panglima Divisi Diponegoro Angkatan Darat, Hasan bekerja dengan Soeharto untuk mengembangkan berbagai bisnis sampingan, yang dikendalikan oleh militer, yang memberikan banyak dana untuk Divisi tersebut serta pendapatan tambahan bagi para perwira.[4]
Setelah Soeharto mengambil alih kursi kepresidenan pada tahun 1966, ia memprakarsai perluasan besar-besaran penebangan komersial Indonesia, terutama di pulau-pulau di luar Jawa. Pada tahun 1970-an, Hasan menjabat sebagai "mitra" Indonesia yang dibutuhkan untuk perusahaan asing yang ingin memanen kayu di Indonesia, terutama bekerja dengan perusahaan Amerika Serikat, Georgia Pacific, dan juga mendirikan sejumlah usaha patungan antara dia dan perusahaan milik pemerintah. Pada tahun 1981 pemerintah melarang ekspor kayu yang tidak digiling, yang menyebabkan banyak perusahaan asing menjual kegiatan mereka di Indonesia kepada pemilik dalam negeri yang tertarik untuk mendirikan operasi pengolahan; Hasan, yang sudah menjadi pemegang saham utama dalam operasi Georgia Pacific di Indonesia, menjadi pemilik tunggal ketika perusahaan tersebut meninggalkan Indonesia pada tahun 1983.[4] Berawal dari perkayuan, ia mengembangkan bisnisnya ke bidang keuangan, asuransi, otomotif, dan industri lainnya, terutama melalui perusahaan induk Kalimanis miliknya.[5] Grup Kalimanis milik Hasan dilaporkan menguasai lebih dari 2 juta hektar (7.700 mil persegi) konsesi utama di Kalimantan.[6]
Hasan juga Ketua Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo). Di bawah Hasan, Apkindo diberikan kendali penuh atas harga kayu lapis, pemasaran, dan ekspor. Apkindo membantu Indonesia memperoleh sekitar tiga perempat dari pasar ekspor kayu lapis dunia pada awal 1990-an, kadang-kadang menggunakan teknik yang digambarkan oleh pengamat sebagai "harga predator". Hasan secara pribadi mendapatkan keuntungan dari kepemimpinannya baik dengan mendukung bisnis yang dimilikinya maupun melalui pengendalian biaya yang dibayarkan kepada organisasi oleh anggota lain.[4] Ketenarannya dalam industri kayu lapis membuatnya dijuluki "raja hutan".[7]
Hasan menjalankan PT Nusantara Ampera Bakti (Nusamba) yang 80% sahamnya dimiliki oleh yayasan yang dikendalikan oleh Suharto.[6][8]
Hasan menjadi mediator dalam perselisihan bisnis antara enam anak Soeharto, setelah kematian istri Soeharto pada tahun 1996.[6] Dia mengatur kesepakatan untuk menyelesaikan perselisihan pemegang saham seputar deposit emas Busang yang ditemukan oleh Bre-X Minerals di Kalimantan sebelum penemuan emas itu terungkap sebagai tipuan.[6][8][9]
Menteri perindustrian dan perdagangan
Suharto menunjuk Hasan sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan pada 14 Maret 1998, menjadikannya satu-satunya keturunan Tionghoa yang bergabung dengan salah satu kabinet Suharto. Pengangkatannya dipandang sebagai bukti bahwa Soeharto tidak serius melakukan perubahan fiskal yang substansial untuk mengatasi krisis keuangan Asia yang dimulai pada pertengahan 1997.[10] Akibat persyaratan Dana Moneter Internasional (IMF) selama krisis, Apkindo ditutup pada tahun 1998.[11] Hasan kehilangan jabatan kabinetnya ketika Suharto mundur pada 21 Mei 1998 menyusul protes dan kerusuhan massal.
Hukuman korupsi dan penjara
Hasan sering menjadi subyek tuduhan korupsi karena urusan bisnisnya dan kendali sebagian besar industri Indonesia. Setelah Suharto lengser pada tahun 1998, serangkaian putusan pengadilan menemukan bukti kejahatan. Hasan didenda 50 miliar rupiah sebagai akibat dari gugatan yang diajukan oleh beberapa organisasi pemuda, menuduh dia telah memerintahkan pembakaran hutan di Sumatra.[11] Pada Februari 2001, ia dihukum karena menyebabkan kerugian sebesar 244 juta dolar AS kepada pemerintah Indonesia melalui proyek pemetaan hutan yang curang di Jawa pada awal 1990-an. Dia dipenjarakan di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang dan kemudian di Lembaga Pemasyarakatan Pulau Nusa Kambangan yang sulit diakses di lepas pantai selatan-tengah Jawa, sampai pembebasan bersyaratnya pada Februari 2004.[12] Hasan adalah orang pertama dan di antara rekan-rekan Soeharto yang dihukum karena penipuan dan korupsi.
Hasan adalah anggota Komite Olimpiade Internasional (IOC) dari tahun 1994 hingga 2004, ketika IOC mengeluarkannya karena tuduhan korupsi. IOC dikritik oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2000 karena menyatakan bahwa Hasan harus diizinkan untuk menghadiri Olimpiade 2000 di Sydney, Australia, meskipun dia ditahan pada saat itu.[13]
Wafat
Pada 31 Maret 2020, Hasan meninggal dunia pada usia 89 tahun akibat kanker paru-paru di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat.[14]
Referensi
- ^ "Bob Hasan Meninggal Dunia". Kumparan. Diakses tanggal 31 March 2020.
- ^ Joe Studwell (3 September 2010). Asian Godfathers: Money and Power in Hong Kong and South East Asia. Profile Books. hlm. 250–. ISBN 1-84765-144-5.
- ^ Hamish McDonald (6 January 2015). Demokrasi: Indonesia in the 21st Century. St. Martin's Publishing Group. hlm. 117–. ISBN 978-1-4668-7926-3.
- ^ a b c Barr, Christopher M (1998). Bob Hasan, the rise of Apkindo, and the shifting dynamics of control in Indonesia's timber sector. Indonesia 65:1-36.
- ^ Saragosa, Manuel (1997). Indonesian tycoon plays influential role. Financial Times February 13. p 6.
- ^ a b c d "Indonesia's Uncle Bob (Mar 27, 1997)". The economist. Diakses tanggal 31 July 2016.
- ^ Anny Wong (24 October 2018). The Roots of Japan's Environmental Policies. Taylor & Francis. hlm. 286–. ISBN 978-1-317-73405-5.
- ^ a b Borsuk, Richard (Feb 16, 1997). "Freeport Beats Out Canadians To Develop Busang Gold Mine". The Wall Street Journal. Diakses tanggal 31 July 2016.
- ^ Richard Borsuk; Nancy Chng (23 May 2014). Liem Sioe Liong's Salim Group: The Business Pillar of Suharto's Indonesia. Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 348–. ISBN 978-981-4459-57-0.
- ^ Porter, Barry (1998). Suharto cronies dominate new financial team. South China Morning Post March 15.
- ^ a b Cotton, James (1999). The "haze" over Southeast Asia: challenging the ASEAN mode of regional engagement. Pacific Affairs 72(3):331-351.
- ^ Donnan, Shawn (2004). Jailed ex-tycoon Hasan is released early in Indonesia. Financial Times February 23. p 2.
- ^ Bita, Natasha (2000). IOC tries to get its own out of jail. The Australian. September 13.
- ^ Wulandaru, Dicky Christanto (31 March 2020). "Track and field figure, former minister Mohamad 'Bob' Hasan dies of cancer". The Jakarta Post. Diakses tanggal 31 March 2020.
Pranala luar
- (Indonesia) [1][pranala nonaktif permanen]
Jabatan politik | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Tungki Ariwibowo |
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Indonesia 1998 |
Diteruskan oleh: Rahardi Ramelan |