Salim (pelukis)
Artikel atau sebagian dari artikel ini mungkin diterjemahkan dari Salim (pelukis) di fr.wiki-indonesia.club. Isinya masih belum akurat, karena bagian yang diterjemahkan masih perlu diperhalus dan disempurnakan. Jika Anda menguasai bahasa aslinya, harap pertimbangkan untuk menelusuri referensinya dan menyempurnakan terjemahan ini. Anda juga dapat ikut bergotong royong pada ProyekWiki Perbaikan Terjemahan. (Pesan ini dapat dihapus jika terjemahan dirasa sudah cukup tepat. Lihat pula: panduan penerjemahan artikel) |
Salim (lahir 3 September 1908 dekat Medan, wafat 13 Oktober 2008 di Paris, Prancis[1]) adalah seorang pelukis Indonesia.
Riwayat hidup
Salim lahir di Sumatera Utara di masa Hindia Belanda. Tahun 1919, berumur 11 tahun, dia berangkat ke Belanda oleh sepasangan Jerman-Belanda yang ingin menyekolahkan dia di sana. Setelah tamat SMA tahun 1928, dia berangkat ke Paris untuk belajar melukis di Académie de la Grande Chaumière. Dari tahun 1929 sampai 1932, dia meneruskan pelajaran melukisnya di Académie Fernand Léger.
Salim berkenalan dengan Hatta dan Sjahrir di Amsterdam tahun 1929. Pertemuan ini meyakinkannya tentang kebenaran perjuangan kalangan nationalis di Hindia Belanda. Dia pulang ke tanah air tahun 1932 sebagai baby sitter keluarga Dr. Djoehana, kakak ipar Sjahrir, yang baru selesai mendapat gelar doktor di Belanda.
Dari tahun 1932 sampai 1935, Salim bekerja pada perusahaan Java Neon Company di Batavia (kini Jakarta) sambil membantu Hatta dan Sjahrir dalam mengurus bagian pendidikan partai PNI dan majalahnya, Daoelat Ra'jat ("daulat rakyat").
Salim berangkat lagi ke Belanda tahun 1935 setelah Hatta dan Sjahrir ditangkap dan ditahan di Boven Digoel di Papua oleh pemerintah kolonial. Dia kembali ke Paris tahun 1936. Di sana dia hidup dari melukis, sambil sering ke Académie de la Grande Chaumière. Il retourne aux Pays-Bas en 1939 et participe à une exposition collective à Amsterdam. On commence à acheter ses peintures.
De 1940 à 1945, Salim participe à un groupe de résistants contre l'occupant nazi. Il fait des illustrations pour des livres et remet l'argent à la résistance. Il aide également des Juifs à se cacher.
L'Indonésie proclame son indépendance en 1945. L'année suivante, Salim revient à Paris, furieux de la politique des Pays-Bas qui cherchent à récupérer leur colonie. Il se rend à Sète, où il gère une auberge de jeunesse. C'est à Sète qu'il tient sa première exposition propre, en 1948. Il tiendra ensuite d'autres expositions, à Amsterdam, Paris, Jakarta, Genève. Il obtient des médailles dans différents festivals en France.
Bien qu'il soit de temps à autre retourné dans son pays d'origine, Salim est resté en France jusqu'à sa mort. Il résidait à Neuilly-sur-Seine.
Catatan
- ^ (Prancis) "Décès du peintre indonésien Salim" ("Pelukis Salim dari Indonesia meninggal") cyberpresse.ca, 15 Oktober 2008