Gwon Yul

Revisi sejak 4 Desember 2010 09.42 oleh Cun Cun (bicara | kontrib) (+stub)

Gwon Yul (Hangul: 권율, Hanzi: 權慄, 1537-1599) adalah seorang jenderal Korea dari Dinasti Joseon yang terkenal dalam Pertempuran Haengju melawan Jepang.

Kehidupan awal

Gwon Yul terlahir dalam keluarga Gwon dari Andong. Ia adalah keturunan pejabat tinggi, ayahnya, Gwon Cheol, adalah mantan perdana mentri Joseon. Namun Gwon Yul sendiri tidak pernah terlibat dalam politik maupun militer hingga usianya yang ke 46. Ia menjadi pejabat militer dan menempati beberapa jabatan, kebanyakan sebagai komandan lokal dan mayor. Pamornya naik dalam perang menghadapi invasi Toyotomi Hideyoshi (Perang Tujuh Tahun).

Perang Tujuh Tahun

Pada permulaan perang melawan Jepang tahun 1592, bersama komandannya, Yi Gwang, ia menghimpun 1000 milisi di dekat kota Namwon lalu menuju ke Seoul untuk bergabung dengan pasukan inti. Yi Gwang pada akhirnya dikalahkan oleh Jepang, namun Gwon memimpin pasukannya ke Ichi dimana mereka berhadapan dengan pasukan Jepang yang dipimpin Kobayakawa Takakage. Pasukannya bertempur dengan sengit dan menang sehingga berhasil merebut kembali Provinsi Jeolla.

Pemerintah Joseon setelah mendengar kepahlawanan Gwon mengangkatnya sebagai gubernur provinsi itu. Kemudian Gwon memimpin 2000 pasukannya ke Gyeonggi untuk merebut Seoul. Kekuatan pasukannya bertambah hingga mencapai lebih dari 10.000 orang dengan ikut bergabungnya milisi lokal dan para biarawan. Namun pasukannya masalah serius yaitu kekurangan persediaan pangan sehingga Gwon berencana untuk mundur sementara ke markasnya. Bagaimapun pihak istana tetap memerintahkannya untuk terus ke utara dan memerangi Jepang di Seoul.

Belajar dari kekalahan Yi Gwang, ia menggerakkan pasukannya perlahan-lahan ke selatan dan berkemah di benteng Doksung (禿城山城, dekat Suwon). Jenderal Jepang, Ukita Hideie mendengar kabar itu langsung memimpin pasukannya menyerang benteng Doksung. Berkat kegigihan pasukan Gwon dalam mempertahan diri, Hideie gagal merebut benteng itu dan akhirnya memutuskan mundur kembali ke Seoul. Gwon lalu mengejar pasukan Jepang yang melarikan diri dan menyebabkan kerusakan besar di pihak lawan. Dalam pertempuran itu, pasukannya juga bertemu dengan pasukan Ming, Tiongkok, mereka pun bergabung dan menuju Seoul.

Pertempuran Haengju

Gwon dan pasukannya kemudian berkemah di reruntuhan benteng Haengju (幸州山城). Walaupun milisi lokal, biarawan dan pasukan Tiongkok bergabung bersamanya, jumlah pasukannya sudah menyusut hingga kurang dari 10.000 orang. Kato Kiyomasa dan Ukita Hideie menyerang benteng itu dengan 40.000 pasukannya dengan tujuan memusnahkan pasukan Gwon. Ukita yang tidak pernah secara langsung memimpin di garis depan, mengendalikan pasukannya dari benteng. Pertempuran Haengju dimulai pada pagi hari 12 Februari 1593. Pasukan Jepang yang kini sudah berjumlah sekitar 70.000 orang dipimpin Kato dan Ukita yang diperlengkapi dengan senapan mengepung benteng itu dan melanjarkan sejumlah serbuan besar-besaran. Pasukan Gwon dan penduduk sipil di balik benteng bahu-membahu bertahan dengan gigih sehingga pasukan Jepang menderita kerusakan besar dan dipaksa mundur. Lebih dari 10.000 pasukan Jepang terbunuh, Ukita dan Kato kabur bersama sisa pasukannya. Kemenangan ini menjadi kemenangan militer Korea yang terbesar dalam Perang Tujuh Tahun.

Pasca peperangan

Gwon tetap memegang jabatannya hingga negosiasi damai antara Ming Tiongkok dan Hideyoshi. Kemudian dia dipindahkan ke Provinsi Jeolla, sejak itu dia diangkat menjadi marsekal lapangan dan komandan kepala militer Korea. Dia sempat diberhentikan sebentar karena perlakuan buruknya terhadap tawanan perang, namun dipulihkan lagi tahun berikutnya. Dia memerintahkan komandan kepala angkatan laut Korea, Won Kyun, untuk memerangi Jepang dalam Pertempuran Chilchonryang yang dimenangkan oleh Jepang. Namun belakangan Korea di bawah pimpinan Laksamana Yi Sunsin berhasil memenangkan kembali perang itu dalam Pertempuran Myongryang.

Tahun 1597, Gwon dan komandan Tiongkok, Ma Gui, berencana untuk berperang dengan Jepang di Ulsan, namun kepala komandan kepala Tiongkok itu memerintahkan Gwon untuk mundur. Gwon kemudian mencoba untuk menyerang Jepang di Suncheon, namun sekali lagi ide ini ditolak oleh Tiongkok. Setelah perang usai, Kwon mengundurkan diri dari semua jabatannya dan menghabiskan sisa hidupnya hingga meninggal Juli 1599. Dalam sejarah Korea, Gwon dikenal sebagai seorang patriot dan salah satu komandan militer terbaik.